MAKALAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan manusia memiliki pola umum
yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan individual. Pola
yang terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan lemah menuju
keadaan yang kuat dan kemudian kembali melemah.
Perbedaan
individual merupakan kehendak Allah dan ditentukan melalui pembawaan dan
lingkungan. Alquran menyatakan bahwa Allah menciptakan dan membentuk manusia
dalam rahim ibunya dengan cara dan bentuk yang berbeda dan unik seperti yang
diinginkanNya:
Hai
manusia, apakah yang memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang
Maha Pemurah? Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (QS Al-Iifithaar 82:6-8). Dia yang membentuk kamu dalam Rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tiada
Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Imran
3:6)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan manusia menurut
pandangan psikologi dan agama Islam?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut pandangan psikologi dan agama Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Manusia
1.
Perkembangan menurut
pandangan psikologis
a)
Pengertian
Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan,
dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi
fungsional. Dari uraian ini perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan
kualitatif dari fungsi-fungsi. Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh
adanya suatu proses pertumbuhan materiil yang memungkinkan adanya fungsi itu,
dan disamping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar.
Maka akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata
sebagai perubahan atau proses psikologis.[1]
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
perkembangan adalah perihal berkembang, mekar, terbuka membentang, menjadi
besar, luas, banyak, dan sebagainya. Kata berkembang tidak saja meliputi aspek
yang bersifat abstrak dalam hal kualitas, seperti pikiran dan pengetahuan,
namun juga bersifat konkret yang menunjukkan perkembangan positif.
Perkembangan menurut istilah adalah development,
yang merupakan rangkaian yang bersifat progresif dan teratur dari fungsi
jasmaniah dan ruhaniah sebagai sebab pengaruh kerja sama antara kematangan (maturation)
dan pelajaran (learning).
Seorang ahli interaksionimisme, Piaget (1947),
berpendapat bahwa perkembangan mementingkan perkembangan intelektual dan
perkembangan moral yang saling berhubungan. Moral dipandang dengan intelektual
anak. Perkembangan berjalan melalui stadium fan membawa anak dari tingkatan struktur
yang lebih tinggi.
Perkembangan (development) adalah suatu
proses tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Perkembangan melibatkan
proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi-fungsi organ
jasmaniah. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada
pentyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpilkan
bahwa perkembangan melibatkan aspek, yakni:
1)
Pengenalan
2)
Transmisi sosial,
yaitu penanaman nilai-nilai melalui pendidikan, belajar, penyesuaian diri
(adapptasi), serta bagaimana menghadapi realitas kehidupan.
3)
Kematanagn yang
dilakukan oleh individu dalam setiap aktivitasnya.[2]
b) Aspek
yang Mengalami Perubahan dalam Perkembangan
Stabilitas dan perubahan juga terjadi pada berbagai
ranah, atau dimensi diri. Dan ada 3 aspek perubahan yang saling terkait dan tak
lepas dari perkembangan maupun pertumbuhan, diantaranya:
1 Aspek Fisik
Segala yang dapat mempengaruhi domain perkembangan lainnya
adalah pertumbuhan tubuh dan otak,
kapasitas sensoris, ketrampilan motorik, dan kesehatan merupakan bagian dari
perkembangan fisik. Sebagai contoh, seorang
anak yang sering mengalami infeksi
telinga akan lebih lambat mengembangkan kemampuan berbahasanya ketimbang
anak yang sehat.
Proses
perkembangan fisik ditandai dengan perubahan ukuran organ fisik eksternal
(tangan, kaki, badan) yang makin membesar, memanjang, melebar, tinggi.
Sedangkan perubahan internal ditandai dengan makin matangnya sistem syaraf dan
jaringan sel-sel yang makin kompleks, sehingga mampu menaikan fungsi hormon,
kelenjar maupun keterampilan motoriknya.[3]
2 Aspek Kognitif
Perkembangan
Kognitif adalah perubahan dan stabilitas dalam kemampuan mental, perhatian,
ingatan, bahasa, pemikiran, logika, dan kreativitas. Perkembangan kognitif berhubungan dengan meningkatnya
kemampuan berpikir (thinking), memecahkan masalah (problem Solving), mengambil
keputusan (decision making), kecerdasan (intelegence), bakat (aptittude).
Optimalisasi
perkembangan kognitif sangat dipengaruhi oleh kematangan fisiologis, terutama
pada bayi dan anak. Sehingga perkembangan kognitif makin baik dan koordinatif.
3 Aspek Psikososial
Perkembangan
psikososial adalah perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan
hubungan sosial. Perkembangan inilah yang dapat mempengaruhi fungsi fisik dan
kognitif. Kecemasan menghadapi masalah misalnya, dapat berakibat pada penurunan
prestasi. Dukungan sosial dapat menolong seseorang untuk menghadapi potensi
efek negatif stres terhadap kesehatan fisik dan mental.
Walaupun telah dipilah-pilah perkembangan fisik,
kognitif, dan psikososial, akan tetapi seseorang akan lebih dari sekedar
sekumpulan elemen-elemen yang terpisah satu dengan yang lain. Dan semua elemen
tersebut akan memberi kontribusi besar pada kepercayaan diri, dapat mempengaruhi penerimaan sosial, pilihan
kerja, dll.[4]
c) Fase-Fase
Perkembangan
Oswald Kroch menggunakan ciri-ciri
psikologis yang dipandang terdapat pada anak-anak umumnya adalah pengalaman
keguncangan jiwa yang dimanifestasikan
dalam bentuk sifat trotz atau sifat keras kepala. Atas dasar ini, ia
membagi fase perkembangan mnjadi 3, yaitu :
(1) Fase anak awal: umur 0-3 tahun. Pada
akhir fase ini terjadi trotz pertama yang di tandai dengan anak serba membantah
atau menentang orang lain. Hal ini disebabkan mulai timbulnya kesadaran akan
kemampuannya akan berkemauan sehingga ia ingin menguji kemauannya itu.
(2)
Fase keserasian
sekolah : umur 3-13 tahun. Pada akhir masa ini timbul sifat trotz kedua, diman
anak mulai serba membantah lagi, suka menentang kepada orang lain, terutama
pada orang tuanya. Gejala ini sebenarnyamerupakan gejala yang biassa , sebagai
akibat kesadaran fisiknya, sifat berfikir yang dirasa lebih maju dari pada
orang lain, keyakinannya yang dianggapnya benar dan sebagainya tetapi yang
dirasakan sebagai keguncangan.
(3) Fase kematangan;umur 13-21 tahun,yaitu
mulai setelah berakhirnya gejala gejala trotz kedu.Anak mulai menadari
kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihannya ,yang dihadapi dengan sikap
yang sewajarnya.Ia mulai dapat menghargai pendapat orang lain,dapat memberikan
toleransi terhadap keyakinan orang
lain,karena menyadari bahwa orang
lainpun mempunya hak yang sama masa inilah yang merupakan masa bangkitnya atau terbentuknya
kepribadian menuju kemantapan.[5]
Fase-fase pekembangan yang didasarkan pada gejala-gejala perubahan fisik
anak atau didasarkan pada proses biologis tertentu di antaranya dikemukakan
oleh:
1)
Aristoteles
Ia membagi fase perkembangan manusia
sejak lahir sampai usia 21 tahun ke dalam tiga masa ,dimana setiap fase
meliputi masa tujuh tahun yaitu;
a.
Fase anak kecil atau masa bermain (0-7) tahun,yang diakhiri
dengan tanggal (pergantian) gigi.
b.
Fase anak sekolah atau masa belajar (7-14) tahun, yang
dimulai dengan tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya
kelenjar-kelenjar kelamin.
c.
Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi
dewasa (14-21) tahun,yang dimulai dari mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar
kelamin sampai akan memasuki masa dewasa.
2)
Elizabet B.Hurlock
Elizabet membagi perkembngan individu
berdasarkan konsep biologis atas lima fase,yaitu;
a. Fase
prenatal (sebelum lahir),mulai masa
konsepsi sampai konsep kelahiran
,lebih kurang 280 hari.
b. Fase
infancy (orok),mulai lahir sampai usia
14 hari
c. Fase
babyhood (bayi) ,mulai usia 2 minggu sampai usia 2 tahun
d. Fase
childhood (kanak-kanak) ,mulai usia 2 tahun sampai usia pubertas.
e. Fase
Adolescence (remaja), mulai usia 11 dan 13 tahun sampai usia 21 tahun , yang
dibagi atas tiga masa ,yaitu:
1 Fase
pre adolescence mulai usia 11-13 tahun untuk wanita,dan usia-usia setahun kemudian bagi pria.
2 Fase
early adolescence mulai usia 13-14 tahun sampai 16-17 tahun
3 Fase
late adolescence; masa-masa akhir dari perkembangn seseorang
atau hampir bersamaan dengan masa ketika seseorang tengah menempuh
perguruan tinggi.[6]
Pembagian
berdasarkan waktu-waktu yang dilalui manusia, Santrok dan Yusen membaginya atas
lima yaitu:
a. Fase pra natal (saat dalam kandungan) adalah waktu yang terletak antara
masa pembuahan dan masa kelahiran.
b. Fase bayi adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir
sampai 18 atau 24 bulan. Masa ini adalah masa yang sangat bergantung kepada
orang tua.Banyak kegiatan-kegiatan psikologis yang baru dimulai
misalnya;bahasa,koordinasi sensori motor dan sosialisasi.
c. Fase kanak-kanak awal adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa
bayi 5 atau 6 tahun,kadang-kadang
disebut masa pra sekolah.Selama fase
ini mereka belajar melakukan
sendiri banyak hal dan berkembang keterampilan-keterampilan yang berkaitan
dengan kesiapan untuk bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam
untuk bermain sendiri ataupun dengan temannya.Memasuki kelas satu SD menandai
berakhirnya fase ini.
d. Fase kanak-kanak tengah dan akhir adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira
umur 6 sampai 11 tahun,sama dengan masa usia sekeloh dasar.Anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan
membaca,menulis dan menghitung.
e. Fase remaja adalah masa perkembangan yang merupakan
transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal,yang dimulai kira-kira umur
10 tahun sampai 12 tahun dan berakhir
kira-kiraumur 18-22 tahun.Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik
yang sangat cepat,perubahan perbandingan ukuran bagian badan ,berkembangnya
karakteristik seksual seperti
membesarnya payudara,tumbuhnya rambut pada bagian tertentu dan perubahan suara.Pada masa ini dilakukan
upaya-upaya untuk mandiri dan pencarian identitas diri.Pemikirannya lebih logis,abstrak dan idealis.[7]
Menurut Muhibbin Syah, perkembangan
manusia berlangsung secara berurutan atau berkesinambungan melalui
periode atau masa, yaitu:
a.
Periode Sebelum Kelahiran
Periode ini merupakan masa kehidupan
individu dimulai dari masa konsepsi (pembuahan) hingga kelahiran,sikitar 9
bulan dalam kandungan.Periode ini merupakan saat pertumbuhan yang sangat luar
biasa,dari satu sel tunggal (yang beratnya kira-kira 1/20 juta ons) menjadi
organism yang sempurna dengan kemampuan otak dan tingkah lakunya.
b.
Periode Bayi
Periode bayi merupakan masa perkembanganya
yang merentang dari kelahiran
hingga 18 atau 24 bulan.Masa ini
ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut:
1 Masa
dasar pembentukan pola perilaku,sikap,ekspresi emosi.
2 Masa
pertumbuhan dan perubahan berjalan
cepat,baik fisik maupun psikologis..
3 Masa
kurangnya ketergantungan.
4 Masa
meningkatnya individualitas.
5 Masa
permualaan sosialisasai.
6 Masa
permulaan berkembangnya penggolongan peran seks,seperti terkait dengan pakaian
yang dipakainya.
7 Masa
yang menarik baik bentuk fisik maupun perilakunya.
8 Masa
permulan kreativitas.
9 Masa
berbahaya,baik fisik (seperti kecelakaan)
atau psikologis (karena perlakuan yang buruk).
c.
Periode Awal Anak
Periode awal anak adalah periode
perkembangan yang merentang dari akhir masa bayi hingga usia 5 atau 6
tahun;periode ini kadang-kadang disebut masa persekolahan.Selama masa ini,anak
belajar untuk lebih menjadi mandiri dan memperhatikan dirinya.Mereka
mengembangkan kesiapan sekolah (seperti mengikuti perintah,dan mengenal huruf)
dan menghabiskan banyak waktunya untuk bermain dengan teman sebayanya.
d.
Periode Pertengahan dan Akhir Anak
Periode ini adalah masa perkembangan
yang merentang dari usia sekitar 6
hingga 10 atau 11 tahun.Anak masa ini sudah menguasai keterampilan-keterampilan
dasar membaca,menulis,dan matematik.Yang terjadi tema sentral periode ini
adalah prestasi (achievement )dan perkembangan pengendalian diri (self-control)
e.
Periode Remaja
Periode remaja adalah masa transisi
antara masa anak dengan masa dewasa,terentang dari usia sekitar 12/13 tahun
sampai usia 19/20 tahun yang ditandai dengan perubahan dalam aspk biologis, kognitif, dan sosioemosional.Yang
menjadi tugas kunci remaja adalah persiapan menghadapi masa dewasa.
f.
Periode Dewasa
Periode ini terdiri atas tiga masa
yaitu awal,pertengahan,dan akhir dewasa dimulai dari usia sekitar 20 tahun
hingga 30/35 tahunan.Masa ini merupakan saatnya individu membangun independensi
(kemandirian) pribadi dan ekonomi,serta peningkatan perkembangan karier.Masa
pertengahan dewasa dimulai sekitar usia 35 hingga 45 tahun,dan berakhir pada
usia 55 dan 66 tahun.Periode ini
merupakan saat pningkatan minat untuk menanam nilai-nilai kehidupan,dan
meningkatkan perhatian terhadap tubuhnya sndiri.Semenatara akhir dewasa adalah
terentang dari usia 60 atau 70 tahun sampai mati.Periode ini merupakan saat
penyesuaian diri terhadap melemahnya kekuatan dan kesehatan fisik,masa
pensiun,dan berkurangnya penghasilan.[8]
2. Perkembangan
Menurut Pandangan Islm
Psikologi perkembangan
menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi perkembangan pada
umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. Secara biologis
pertumbuhan itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai firmannya pada
surat Al-Mu’min ayat 67 sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ
يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلا مُسَمًّى
وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون (٦٧)
Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah
kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian
dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya
kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai
tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian)
supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”
Dari penjelasan ayat
diatas bahwa proses kejadian individu mengalami tahapan dan dinamika sejak
dalam kandungan hingga lahir. Seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau
dewasa yang mengarah pada proses pertumbuhan dan perkembangan.[9]
Fase-fase Perkembangan
menurut Islam, yaitu:
periodesasi perkembangan individu
secara garis besarnya dapat dibedakan atas
tiga fase,yaitu:
a.
Periode pra-konsepsi, yaitu perkembangan manusia
sebelum masa pembuahan sperma dan ovum .Meskipun pada periode ini wujud
manusi belum berbentuk ,tetapi perlu
dikemukakan bahwa hal ini berkaitan dengan
bibit manusia ,yang akan mempengaruhi kualitas generasi yang akan dilahirkan kelak.
b.
Periode pra-natal ,yaitu periode perkembangan manusia
yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran.periode ini
dibagi atas 4 fase, yaitu:
1 Fase nutfah(zigot),dimulai sejak pembuahan smapai 40 hari dalam
kandungan.
2 Fase alaqah(embrio),selama 40 hari.
3 Fase mudhgah (janin),selama 40 hari.
4 Fase peniupan ruh ke dalam jasad janin dalam kandungan
setelah genap berusia 4 bulan.
c.
Periode kelahiran sampai meninggal dunia, yang terdiri atas beberapa fase,yaitu:
1 Fase
neo-natus,mulai dari kelahiran sampai kira-kira minggu keempat.
2 Fase
al-thilf(kanak-kanak),mulai dari usia 1 bulan sampai usia sekitar 7 tahun.
3Fase
tamyiz,yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang
buruk,yang benar dan yang salah.Fase ini dimulai sekitar usia 7 -12 atau 13 tahun.
4 Fase
baligh,fase dimana anak telah mencapai
usia muda ,yang ditandai dengan
mimpi bagi laki-laki dan haid bagi perempuan.
5 Fase
kearifan dan kebajikan,yaitu dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran
dan kecerdasan emosional,moral,spiritual dan
agama secara mendalam.
6 Fase
kematian,yaitu fase dimana nyawa telah hilang dari jasad manusia.Hilangnya
nyawa menunjukkan pisahnya ruh dan jasad
manusia yang merupakan akhir dari kehidupan dunia.Fase kematian ini diawali
dengan adanya naza’ yaitu awal pencabutan nyawa oleh malaikat Izrail.[10]
Popi Sopiatin dan Sohari Sahrani
membagi perkembanngan pendidikan anak dalam konsep Islam sebagai berikut:
a. Bayi (at-thifl)
Yaitu usia bayi sejak lahir sampai dua minngu. Pada
usia awal kelahiran ini manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun.
Pendidikan anak pada masa ini yaitu orang tua menbacakan adzan di telinga kanan
dan iqamah ditelinga kiri.
b. Anak yang belum cukup
usia (shobbi)
Yaitu usia sekitar 2 minggu samapi tujuh tahun. Fase
ini hendaknya mulai diperkenalkan pendidikan misalnya dengan memeperlihatkan
gambar-gambar serta amalan-amalan yang bersifat keagamaan.
c. Aqil (mumayiz)
Dimulai sejak anak berusia 7-9 tahun. Dalam fase ini
pendidikannya mulai menuntut ilmu yaitu belajar membaca, menulis dan berhitung.
d. Awal Adolense
(murahiq)
Dimulai pada usia 9-11 tahun. Fase ini mulai belajar
menekuni yang paling disukai sesuai bakat dan mulai mengamalkan sapa yang sudah
dipelajari terutama ajaran agama.
e. Adolense (yafi’)
Dimulai sejak usia 11 tahun. Fase ini mempelajari
ketrampilan fisik seperti berenang dan memanah serta menambah wawasan sosial,
lingkungan dan ilmu pengetahuan.
f. Mature (baligh)
Dimulai sejaka usia 17 tahun. Dalam fase ini
anak-anak sudah dibebankan kewajiban (mukalaf), biasanya ditandai dengan mimpi
basah untuk anak laki-laki dan haid untuk anak perempuan, sehingga anak harus
menjalankan kewajiban sholat, puasa zakat, meninggalkan dosa dan lain
sebagainya.[11]
B. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan
1. Menurut
Psikologi
Para ahli (ilmu jiwa, pendidikan,
sosiologi, kriminologi dan lain-lain) banyak mempersoalkan mengenai hal-hal
atau faktor-faktor yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan seseorang.
Pada dasarnya ada dua faktor utama yang menjadi sorotan mereka, yaitu faktor
bawaan dan faktor lingkungan. Mereka berbeda pendapat tentang fakor mana yang
dominan pengaruhnya terhadap seseorang dalam perkembangannya.[12]
Dalam hal ini, pendapat mereka tersebut dapat digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu:
a.
Nativisme
Nativisme merupakan kata dasar dari
bahasa latin, natus yang artinya lahir atau natives yang
mempunyai arti kelahiran, pembawaan. Nativisme (nativism) merupakan sebuah
doktrin yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh
utama aliran ini bernama Atrhur Schopenhauer (1788-1860), seorang filosof
Jerman. Aliran filsafat nativisme konon dijuluki sebagai aliran
pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan “kacamata hitam”. Karena para
ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan
oleh pembawannya.
Aliran nativisme
mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan
pembawaan, baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Manakala pembawaannya itu baik, baik
pula anak itu kelak. Begitu pula pada masa kedewasaannya. Oleh karena itu,
menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang
dengan sendirinya. Pendidikan, pengalaman atau segala pengaruh dari luar
dianggap tak berdaya mengubah kekuatan-kekuatan yang dibawa sejak lahir atau
pembawaan, dengan kata lain yakni tidak berpengaruh apa-apa. [13]
Teori ini menimbulkan pandangan bahwa seakan-akan manusia
telah ditentukan oleh sifat-sifat sebelumnya, yang tidak dapat diubah. Sehingga
individu akan sangat tergantung pada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang
tuanya. Jadi, teori ini dalam pendidikan menimbulkan pandangan yang pesimistis.[14]
Asumsi yang mendasari aliran ini
menurut Hurlock adalah pada diri anak dan orang tua terdapat kesamaan, baik
fisik maupun psikis. Setiap manusia memiliki gen. Gen adalah butiran kecil yang
terdapat di dalam sel-sel kelamin manusia yang dipindahkan dari orang tua atau
nenek moyang kepada keturunannya dan merupakan sifat-sifat yang diwariskan.
Sel-sel seks pria dan wanita adalah sama, dalam arti bahwa keduanya mengandung
kromosom. Setiap sel seks yang matang mempunyai 23 kromosom. Tiap-tiap kromosom
mengandung gen, yaitu pembawaan keturunan. Setiap kromosom mengandung sekitar
3000 gen. Gen-gen diturunkan dari orang tua kepada keturunannya.
Tokoh terkemuka aliran ini adalah
Schopenhauer, Plato, Descartes, dan beberapa ahli kriminologi yang mendukungnya
yaitu Lambroso, E. Ferri dann R. Garofalo.[15]
b.
Empirisme
Aliran empirisme merupakan kebalikan
dari aliran nativisme. Para ahli yang mengikuti aliran empirisme berpendapat
bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh factor lingkungan/pendidikan,
sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran ini
menjadikan factor lingkungan dalam menentukan perkembangan seorang individu.
Aliran empirisme mengemukakan bahwa
anak yang baru lahir laksana kertas kosong (blank slate/black table)
yang putih bersih atau semacam tabula rasa (tabula=meja, rasa=lilin), yaitu
meja yang bertutup lapisan lilin. Kertas putih bersih dapat ditulis dengan
tinta warna apa pun, dan warna tulisannya akan sama dengan warna tinta
tersebut. Begitu halnya dengan meja berlilin, dapat dicat dengan warna-warni,
sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih yang bersih,
sedangkan warna warna tinta, diumpamkan sebagai lingkungan (pendidikan) yang
akan memberi pengaruh padanya, sudah pasti tidak mungkin tidak, pendidikan
dapat memegang peranan penting dalam perkembangan anak, sedangkan bakat
pembawaan bisa ditutup dengan serapat-rapatnya oleh pendidikan itu.
Teori tabula rasa ini diperkenalkan
oleh John Locke untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan
lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Ketika dilahirkan, seorang anak
adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari
lingkungan. Orang tua menjadi tokoh penting yang mengatur rangsangan-rangsangan
dalam mengisi “secarik kertas” yang bersih ini. Ini disebut juga dengan
sosiologisme, karena sepenuhnya mementingkan atau menekan pengaruh dari luar.[16]
Aliran empirisme menimbulkan optimisme
dalam bidang pendidikan. Segala sesuatu yang terdapat pada jiwa manusia dapat
diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dapat diubah
oleh pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak
terbatas.
Keburukan yang timbul dari pandangan
ini adalah anak tidak diperlakukan sebagai anak, tetapi diperlakukan
semata-mata menurut keinginan orang dewasa. Pribadi anak sering diabaikan dan
kepentingannnya dilalaikan.[17]
Mereka tetap mengakui bahwa faktor
bawaan sejak lahir setiap orang itu ada, tetapi pembawaan ini akan dapat
ditutupi/ dilapisi oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan sehingga hal-hal
bawaan tadi tidak muncul. Oleh karenanya bagi mereka, lingkungan atau usaha pendidikan itulah yang sangat penting
dan menentukan bagi perkembangan seseorang menuju kedewasaannya. Malah bukan
hanya perkembangan kejiwaan saja yang yang ditentukan oleh lingkungan, tetapi
bagi mereka keadaan fisik (seperti bentuk tubuh, otot-otot dan lain-lain)
banyak dibentuk oleh lingkungan dimana ia tinggal.
Tokoh aliran Empirisme ini adalah John
Locke dan diperkuat oleh Sigaud dan Mac Aulife.[18]
c.
Konvergensi
Bisa dilihat dari teori nativisme dan empirisme merupakan
teori-teori yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Nativisme sangat menitikberatkan pada keturunan atau
pembawaan, sedangkan empirisme menitikberatkan pada lingkungan. Berhubungan
dengan hal tersebut adanya usaha untuk menggabunggakan kedua teori ini menjadi
teori konvergensi.
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan individu akan
ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun
faktor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (faktor eksogen).[19]
Aliran ini menggabungkan arti hereditas
(pembawaan) dengan lingkungan sebagai pengaruh dalam perkembangan
manusia. Tokoh aliran ini Louis William Stern (1871), seorang filosof sekaligus
psikolog Jerman. Dalam menetapkan factor yang mempengaruhi perkembangan
manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua
faktor yang sama pentingnya. Factor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa
factor pengalaman. Demikian pula sebaliknya, factor pengalaman tanpa factor
pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
Di Indonesia sendiri, teori konvergensi
inilah yang dapat diterima dan dijadikan pedoman seperti yang diungkapkan oleh
Ki Hadjar Dewantara: “Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut
ilmu pendidikan ditetapkan adanya “konvergensi” yang berarti bahwa kedua-duaya
saling mempengaruhi, sehingga garis dasar keadaan itu selalu tarik-menarik dan
akhirnya satu”.
Faktor bawaan dan lingkungan bekerja
sama untuk menghasilkan kecerdasan temperamen, tinggi badan, berat badan,
kecakapan membaca, dan sebaginya. Tanpa gen, tidak aka nada perkembangan, tanpa
lingkungan tidak ada pula perkembangan karena pengaruh lingkungan tergantung
pada karakteristik genetic bawaan, jadi dapat kita katakana bahwa factor-faktor
di atas saling berinteraksi.[20]
2. Menurut
Pandangan Islam
Faktor heriditas boleh jadi menjadi
salah satu faktor perkembangan. Hal ini diisyaratkan dalam hadits Nabi bahwa
pemilihan jodoh itu harus dilihat dari empat segi, yaitu harta, keturunan,
kecantikan dan agama. Nabi kemudian menganjurkan memilih agamanya agar kelak
rumah tangganya menjadi bahagia dan selamat. Hadits ini menunjukkan penting
faktor hereditas dalam perkembangan anak, sehingga jauh-jauh sebelumnya ia
telah memilih garis keturunan yang baik, agar anaknya nanti memiliki bawaan
yang baik pula.
Di dalam Alquran banyak ditemukan sosok
yang memiliki perkembangan kehidupan yang sholeh di mana perkembangan itu
dipengaruhi oleh faktor keturunan orang tua. Islam menganjurkan kepada umatnya agar setiap manusia memiliki
keturunan yang berkepribadian tangguh, baik, dan ahli beribadah, bukan
keturunan yang lemah, sebagaimana firman Allah:
Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya
seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak
yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".(QS. Ali Imran: 38)
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (QS.An-Nisa: 9)
Ya
Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku. (QS. Ibrahim: 40)
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga
apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaf: 15).
Perlu dicatat bahwa di dalam kebaikan
garis keturunan itu ada juga yang menurunkan keturunan yang buruk, jahat dan
zhalim, sebagaimana firman Allah:
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. dan
diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya
sendiri dengan nyata.
(QS. Ash Shaffat: 113).
Jadi keturunan orang tua bukan
satu-satunya faktor yang menentukan kepribadian individu. Baik buruknya
kepribadian individu sangat pada faktor-faktor yang kompleks, seperti faktor
lingkungan, potensi bawaan, keturunan, bahkan takdir Tuhan. Adanya taqdir atau
sunnah Allah, manusia tidak mengetahuinya, manusia tetap disuruh berusaha
dengan akal dan kemampuan yang telah diberikan Allah. Berusaha untuk
memperbaiki dan meningkatkan dirinya sendiri maupun berusaha untuk memelihara
dan membimbing anak/ keluarganya.
Dalam Islam mengakui pula adanya peran
lingkungan dalam penentuan perkembangan. Pengakuan ini bukan berarti
mengabaikan faktor keturunan dan perbedaan individu. Banyak ayat yang
menjelaskan peran lingkungan. Misalnya seruan amar ma’ruf dan nahi mungkar,
sebagaimana firman Allah:
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah,
orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104, begitu juga pada ayat 110, 114),
belajar menuntut ilmu agama kemudian mendakwahkan orang lain sebagaimana firman
Allah:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122), seruan kepada orang tua agar
memelihara keluarganya dari tingkah laku yang memasukkan ke dalam neraka,
firman Allah:
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim:6), seruan melaksanakan
shalat dan sabar, serta seruan melakukan tilawah, tazkiyah dan belajar kitab
atau hikmah, firman Allah:
Dan perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.(QS. Thaha: 132).
Faktor penentu perkembangan manusia
yang sangat ditonjolkan dalam Islam, yaitu faktor-faktor bawaan yang merupakan
sunnah atau taqdir Allah untuk manusia. Misalnya bawaan memikul amanat, firman
Allah:
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh, (QS. Al-Ahzab: 72), bawaan menjadi khalifah di muka bumi,
firman Allah:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30), bawaan menjadi hamba Allah agar
selalu beribadah kepadaNya, firman Allah:
Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat:56), bawaan untuk
mentauhidkan Allah Swt, firman Allah:
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A’raf: 172). Dan juga
faktor-faktor perbedaan individu, misalnya perbeadaan karunia yang diberikan,
firman Allah:
Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS. An-Nisa:32), perbedaan kemampuan dan status, firman
Allah:
Dan (dia
berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, Sesungguhnya akupun
berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang
menghinakannya dan siapa yang berdusta. dan tunggulah azab (Tuhan), Sesungguhnya
akupun menunggu bersama kamu."(QS. Hud: 93).[21]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan (development) adalah suatu
proses tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Stabilitas dan perubahan juga terjadi pada berbagai
ranah, atau dimensi diri. Dan ada 3 aspek perubahan yang saling terkait dan tak
lepas dari perkembangan maupun pertumbuhan, diantaranya aspek kognitif, aspek psikososial, aspek fisik.
Dalam
pandangan psikologi, para hali berbeda mengenai fase perkembangan, tergantung sudut
pandang para ahli, di antaranya ada yang membagi secara psikologi dalam hal
emosi, biologis dan waktu yang dilalui manusia.
Perkembangan menurut
Islam pada QS. Al-Mu’min ayat 67 menjelaskan Fase-fase Perkembangan menurut
Islam, yaitu:bahwa proses kejadian individu mengalami tahapan dan dinamika
sejak dalam kandungan hingga lahir. Seorang individu tumbuh menjadi anak,
remaja atau dewasa yang mengarah pada proses pertumbuhan dan
perkembangan. Perkembangan
individu secara garis besarnya dapat dibedakan atas tiga fase,yaitu: periode pra-konsepsi, periode
pra-natal, periode kelahiran sampai
meninggal dunia.
Para ahli (ilmu jiwa, pendidikan,
sosiologi, kriminologi dan lain-lain) banyak mempersoalkan mengenai hal-hal
atau faktor-faktor yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan seseorang.
Pada dasarnya ada dua faktor utama yang menjadi sorotan mereka, yaitu faktor
bawaan dan faktor lingkungan.
Dalam Islam, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan yaitu, (1) faktor hereditas (bawaan) sebagaimana
firman Allah pada QS. Ali Imran: 38, QS.An-Nisa: 9, QS. Ibrahim: 40, QS. Al-Ahqaf: 15, (2) faktor lingkungan,
sebagaimana firman Allah pada QS. Ali Imran: 104,110, 114, QS. At-Taubah: 122, QS. At-Tahrim:6, QS. Thaha: 132, QS.
Al-Ahzab: 72, QS.
Al-Baqarah: 30,
QS. Az-Zariyat:56,
QS. Al-A’raf: 172,
QS. An-Nisa:32,
QS. Hud: 93
[1]Ahmad Mudzakkir & Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan
Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, h. 72.
[2] http://firmansyam22.blogspot.co.id/2015/10/makalah-faktor-faktor-yangmempengaruhi.html, akses pada tanggal 19 September 2016.
[3]Diane E. Papalia,
dkk, Human Development (Psikologi Perkembangan), (Jakarta: Kencana,
2008), , h. 10.
[4] Ibid
[5] Sumadi Surya Brata, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Rosda Karya). h. 56-67.
[6] Syamsu Yusuf & Nani M.Sugandhi, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta:. Raja Grafindo, 2011)., h. 9-13.
[7] Mulyani Sumantri, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 120.
[8] Muhibbin Syah, Psiokologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.
13-21
[9]Muhammad
Deni, http://muhammadden1.blogspot.co.id/2015/06/makalah-periodesasi-perkembangan-dalam.html, akses hari Selasa tanggal 27 Desember
2016
[10] Aliah B.Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 105-121.
[11]
Popi Sopiatin dan sohari Sahrani, Psikologi Belajar Dalam Perspektif Belajar,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 99-103
[12]Mubin,
Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006),
h. 33
[13] M. Nur Ghufron, Psikologi, (Kudus:
Nora Media Enterprise, 2011), h. 51-52.
[14] Bimo Walgito, Pengantar
Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1981), h. 44
[15]
Mubin, Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan, h. 33
[16] M. Nur Ghufron, Psikologi, h.
53-54
[17]http://hotmaidasari.blogspot.co.id/2011/04/faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan.h
tml,
akses tanggal 19 September 2016
[18]
Mubin, Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan, h. 36
[19] Bimo Walgito, Pengantar
Psikologi Umum,h. 45
[20] Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 56
[21]
Mubin, Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan, h. 36