Friday, 23 December 2016

Hadits kerusakan alam akibat perbuatan manusia


HADITS TENTANG KERUSAKAN ALAM AKIBAT PERBUATAN MANUSIA
عَنْ اَبِى عَمْرِ وبْنِ جُبَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): مَنْ سَنَّ فِى الْاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ  بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَ وِزْرُ مَنْ عَمِلَ  بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اَوزَارِهِمْ شَيْءٌ (رواه مسلم)
Terjemah
Dari Abi Amr Ibnu Jubair Ibnu Abdillah, ia berkata, “Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang yang berbuat/prakarsa yang baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahala dari perbuatan/ prakarsa itu dan pahala dari orang yang melaksanakan atau menirunya. Dan barang siapa berprakarsa yang jelek, maka ia akan medapatkan dosa dari prakarsanya itu dan dosa dari orang-orang yang mempraktikkan prakarsanya itu tanpa mengurangi dosa yang menirunya. (HR. Muslim)[1]
Hadits di atas terdapat dalam kitab-kitab berikut ini:
No
Perawi
Kitab/ Bab/ Juz
Nomor Hadis/ Halaman
 1.
Muslim
Ilmu
Zakat
15
69
2.
Nasa’i
Zakat
63
3.
Ahmad
4
357, 359, 360, 361[2]


Penjelasan
Rasululah saw. bersabda,
مَنْ سَنّ سُنَّةً حَسَنَة وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَة
“Barang siapa yang memprakarsai hal baik dalam Islam. Dan barang siapa yang memprakarsai hal buruk dalam Islam”.
Dan dalam riwayat lain beliau saw. bersabda,
مَنْ دَعَا اِلىَ الْهُدَى, وَ مَنْ دَعَا اِلَى الضَّلاَلَة
 “Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk (kebaikan). Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.”
Dua hadits ini memberikan beberapa mutiara faedah;
-          Anjuran untuk senantiasa memprakarsai hal-hal baru yang posotif-kanstruktif (hasanah) dan mengharamkan hal-hal baru yang negative-desdruktif (sayyyi’ah).
-          Orang yang memprakarsai hal-hal positif-konstruktif akan mendapatkan pahala setiap orang yang melakukan hal positif itu sampai hari kiamat, dan orang yang memprakarsai hal-hal negates-desdruktif akan mendapatkan dosa setiap orang yang melakukan hal negatif itu sampai hari kiamat.
-          Orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala para pengikutnya. Begitu juga sebaliknya; orang yang mengajak kepada kesesatan ia akan memikul dosa sepertu dosa para pengikutnya; baik kebaikan atau kesesatan itu dia sekaligus yang akan meneruskan prakarsa orang lain saja. Dalam hal ini baik itu berupa pengajaran ilmu, ibadah, bahasa, atau bidang lainnya.
Sabda Nabi saw,
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
“… lalu dilakukan setelanya …” artinya, jika kesesatan yang ia prakarsai itu diikuti oleh orang lain baik ketika dia masih hidup ataupun dia sudah meninggal dunia. Wallahu A’lam.[3]
Hadis di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang memprakarsai suatu perbuatan yang baik, menurunkan suatu teori, metode, atau cara yang baik kemudian ditiru dan dilaksanakan oleh orang lain, maka ia akan memperoleh pahala hasil prakarsa dan penemuannya itu serta pahala yang terus mengalir dari pahala-pahala orang yang menirunya dan melaksanakannya dengan tanpa mengurangi pahala-pahala orang yang mengikutinya itu. Contohnya orang yang berusaha mengangkat kehidupan orang miskin dengan cara memberi pinjaman modal usaha kecil-kecilan. Bila usahanya sudah berjalan dan pinjamannya dapat dikembalikan dengan cara diangsur tanpa bunga, apabila perbuatan ini diikuti oleh orang lain maka si pemrakarsa tadi akan mendapat dua pahala.
Begitu juga sebaliknya, orang yang memprakarsai atau berbuat kejahatan, ia akan mendapat dua dosa dari perbuatan dirinya dan dari dosa orang yang menirunya. Contohnya orang yang mencari lahan pertanian dengan cara membakar hutan, sehingga hutan menjadi gundul dan rusak, lalu perbuatannya itu ditiru orang lain, maka ia akan mendapat dua dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang mengikutinya.[4]
Kebanyakan manusia yang hidup di jaman sekarang ini, menjadikan barometer dalam menilai hal-hal yang terjadi di sekitarnya dengan perkara-perkara lahir yang nampak dalam pandangan mereka, sebagai akibat dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan terhadapa dunia dalam diri mereka.
Mereka lalai dari memahami hakekat semua kejadian tersebut, karena mereka tidak memiliki keyakinan yang kokoh terhadap perkara-perkara yang gaib (tidak nampak) dan lupa pada kehidupan abadi di akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman:
{يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS ar-Ruum:7).
Sebagai contoh nyata dalam hal ini, memahami arti “kerusakan di muka bumi” yang sebenarnya. Sementara ini, banyak orang, tidak terkecuali kaum muslimin, yang mengartikan “kerusakan di muka bumi” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam, kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata, padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan-kerusakan “lahir” di atas.
Arti “kerusakan di muka bumi” yang sebenarnya:
Allah Ta’ala berfirman,
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah Ta’ala)”.
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwaperbuatan syirk dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta”.
Semuanya yang dipermukaan bumi ini, merupakan nikmat Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia. Maka manusia tidak boleh menyia-nyiakan rahmat ini.  Sebagai tanda rasa syukur kepada Allah yang memberikan rahmat, yang Maha pengasih dan penyayang. Sifat tidak menyia-nyiakan nikmat Allah tersebut, itulah yang dinamakan akhlak terhadap alam semesta.[5]
  1. Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan termasuk makhluk Allah yang secara langsung dan tidak langsung dapat dirasakan manfaatnya dan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya justru banyak tergantung pada tumbuh-tumbuhan, seperti beras, gandum, buah-buahan, sayur-sayuran bahkan bahan-bahan rumah sampai tempat berteduh, seluruhnya dari tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian, allah telah memberikan karunia yang tak terhingga kepada manusia, berupa tumbuh-tumbuhan tersebut.
Akhlak manusia dan sikapnya terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai rahmat allah yang besar ini, diantara sebagai berikut :
  1. Jaga kelestarian alam
Tetumbuhan yang menghijau di muka bumi ini sungguh memberikan kemanfaatan yang besar bagi kehidupan sekalian umat manusia. Sebagaian dari Tumbuh-tumbuhan memberikan manfaat untuk kita makan, kayu-kayunya memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka bahan bahan bangunan atau kita jadikan sebagai obat-obatan termasuk daun-daunnya dan akar-akarnya. Sebagian lagi dapat menumbuhkan nektar dan tepung sari bunga yang kemudian diolah oleh lebah-lebah madu dan madunya pun memberikan kemanfaatan yang besar bagi kita.
Alam raya dengan segala isinya termasuk tumbuh-tumbuhan, semuanya di ciptakan demi kemanfaatan manusia. Semua itu wajib kita renungkan dan kita syukuri.[6]
Setiap orang harus menjaga kelestarian alam, sesuai dengan sunnah allah, bahwa hutan itu menyimpan humus, dan humus tersebut dapat menyimpan air. Oleh karena itu, umat islam tidak boleh merusak hutan dan menebangnya secara liar. Tanpa mempertimbangkan akibat dan bahaya. Yang timbul. Penebangan hutan secara liar dapat mengakibatkan kekeringan dari sumber air, dan dapat pula mengakibatkan banjir yang tidak terbendung.[7]
Ada orang yang berkata, bahwa melakukan pembukaan hutan dan sebagainya, adalah merupakan usaha memanfaatkan hutan. Tetapi, buktinya berbahaya bagi masyarakat banyak disekeliling hutan itu. Memang manfaat itu bisa diambil oleh orang tertentu, namun mudharatnya ( kerugian ) lebih banyak.
Allah berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (٢٠٤)وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسَادَ (٢٠٥)
204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.
205. dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
.allah memperingatkan kita tentang orang-orang yang berbeda hati, ucapan dan perbuatannya dalam menjaga kelestarian ala mini, yang justru bila ia mendapat wewenang, maka mereka dengan secara teratur akan menghancurkan kelestarian dan keseimbangan alam.
Akibat perbuatan ini telah sama dirasakan dalam bentuk banjir dan hilangnya tanah-tanah subur akibat erosi dan sebagainya. Benar lah firman Allah Swt :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (١١)أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ (١٢)
11. dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan."
12. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
b. Jangan menbang pohon
Setiap orang tidak boleh menebang pohon-pohon, terutama pohon-pohon yang berbuah, yang memberikan manfaat bagi umat manusia, kecuali bila terjadi peperangan ( dalam Rangka sabotase ). Dalam hal sabotase, pasukan-pasukan yang berperang diperbolehkan merusak tanaman atau lading musuh, membuktikan bahwa bila tidak dalam keadaan perang, tidak boleh merusak tanam-tanaman. Allah Swt berfirman :
مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ (٥)
5. apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.
Ayat ini menunjukkan, bahwa memotong kurma yang berbuah dalam masa peperangan pun harus dipertimbangkan manfaatnya. Bila dengan ditebangnya pohon, apabila dapat menyebabkan mereka lemah, maka tebanglah. Tetapi bila tidak ada manfaatnya, maka jangan ditebang.
c. Peliharalah pohon tanaman
Setiap orang harus mengusahakan member pupuk dan memelihara pohon tanaman, agar tanaman atau tumbuh-tumbuhan itu memberikan buah, atau hasil lebih banyak dan lebih baik. Usaha seperti ini bukan sebagai perbuatan merubah takdir Allah, tetapi sebagai iktiar dan usaha pengembangan, sesuai dengan sunnatulah.
Oleh karena itu, ketika ada seorang petani kurma membuat penyerbukan ( mangawinkan ) suatu pohon bunga dengan bunga yang lain, kemudian ditegur oleh sahabat lain, bahwa perbuatan itu salah, maka dia segera pergi melapor kepada rasulullah Saw. Menyatakan hal tersebut. Rasulullah Saw. Menjelaskan : kamu lebih tahu tentang tentang urusan duniamu. Petani itu lebih tahu tentang bagaimana sebaiknya bertani dan bagaimana memelihara tanaman. Termasuk diantaranya masalah mencangkok pohon, mengawinkan pohon dan sebagainya. Yang demikian termasuk usaha yang dibenarkan agama islam.
d. tanamlah pohon yang bermanfaat
Setiap orang harus berusaha menanam sebanyak-banyak tanaman yang bermanfaat bagi dirinya dan generasi penerusnya. Rasulullah Saw bersabda : “tidak seorang pun menanam tanaman, kecuali ditulisnya pahala, sesuai dengan buah yang dihasilkan oleh tanaman itu”. ( HR. Ahmad ).
Dalam riwayat ibnu majah, dijelaskan bahwa bila kita menanam, agar mengucapkan “subhanallah”, dengan demikian, setiap menanam satu batang pohon, maka Allah akan menanamkan baginya satu pohon disurga.
2.      Akhlak terhadap binatang
Tidak boleh menyiksa binatang dengan memumukul atau menyakiti  membakarnya dengan api dan sebagainya. Rasulullah Saw. Bersabda : “ ada seorang perempuan masuk neraka, karena seekor kucing. Sebab, dia mengurungnya sampai mati, maka dia masuk neraka, karena dia memberinya makan dan minum. Dia mengurungnya dan tidak memberikan kesempatan kucing itu untuk mencari rizkinya dibumi”. ( HR. Bukhari dan Muslim ).[8]
aneka jenis binatang di darat, laut dan udara, semuannya adalah sama-sama makhluk Allah yang harus kita perlakukan secara wajar. Merekapun layak mendapatkan akhlaqul-karimah dari kita sekalian. Mereka perlu kita sayangi dengan memberikan perlakuan yang wajar, tanpa menyakiti atau merusak peri-kehidupan nya. Perlakuan yang wajar itu antara lain diajarkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
نَّ اللهَ تَعَالٰىكَتَبَ اَلاَ ءِحْسَانَ  عَلٰىكُلِّ شَيْءٍ. فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ. وَاِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ اَحَدَكُمْ سَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبْحَتَهُ.
Artinya:”Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan kebaikan pada setiap sesuatu. Maka apabila kalian membunuh (yang dibenarkan oleh sya-ri’at), bunuhlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih (binatang), sembelihlah dengan cara yang baik pula, tajamkanlah mata pisau kalian dan gembirakanlah (binatang) yang disembelih!”(HR.Muslim)[9]
3.      Akhlak terhadap air
Setiap orang harus menjaga sumber air, atau saluran air, seperti sungai dan
kolam jangan dijadikan tempat pembuangan  sampah, atau tempat kencing atau buang air. Jika dilakukan yang demikian akan mengakibatkan polusi, menimbulkan bahaya penyakit menular, atau saluran air tidak mengalir yang akibatnya terjadi banjir, dan juga merupakan tempat penybaran penyakit menular. Sabda Rasulullah Saw. : “ janganlah seseorang buang air kencing pada air yang tergenang dan tidak mengalir “.  ( HR. Muslim, Tirmidji, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad ).[10]


[1]Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim / Imam Nawawi, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011), Jilid 11, h. 928 – 929.
[2]المعجم المفهرس لأافاظ الحديث النبوىّ, الجزء الثانى, h. 552
[3] Imam An-Nawawi, Op.cit,  h. 932 – 933.
[4] Moh Matsana, Al-Qur’an Hadits, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), h. 27-28.
[5]http://kumpulanmakalahpelajaranislam.blogspot.com/
[6] M. Nipan Bdul Halim, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji , (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 149
[7] KH. Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga Dan Masyarakat, ( IAIN Antasari Banjarmasin, Pelita, 1998/1999 ), h.171
[8] Ibid, h. 174
[9] M. Nipan Bdul Halim, Op.cit, h. 147
[10] KH. Abdullah Salim, Ibid, h. 184

No comments: