HADITS
TENTANG KERUSAKAN ALAM AKIBAT PERBUATAN MANUSIA
عَنْ اَبِى عَمْرِ
وبْنِ جُبَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): مَنْ سَنَّ
فِى الْاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ
اُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَ
وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ
غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اَوزَارِهِمْ شَيْءٌ (رواه مسلم)
Terjemah
Dari Abi
Amr Ibnu Jubair Ibnu Abdillah, ia berkata, “Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang yang berbuat/prakarsa yang baik
dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahala dari perbuatan/ prakarsa itu dan
pahala dari orang yang melaksanakan atau menirunya. Dan barang siapa
berprakarsa yang jelek, maka ia akan medapatkan dosa dari prakarsanya itu dan
dosa dari orang-orang yang mempraktikkan prakarsanya itu tanpa mengurangi dosa
yang menirunya. (HR. Muslim)[1]
Hadits di atas terdapat dalam kitab-kitab berikut ini:
No
|
Perawi
|
Kitab/ Bab/ Juz
|
Nomor Hadis/ Halaman
|
1.
|
Muslim
|
Ilmu
Zakat
|
15
69
|
2.
|
Nasa’i
|
Zakat
|
63
|
3.
|
Ahmad
|
4
|
357, 359, 360, 361[2]
|
Penjelasan
Rasululah saw. bersabda,
مَنْ سَنّ سُنَّةً
حَسَنَة وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَة
“Barang siapa yang memprakarsai hal
baik dalam Islam. Dan barang siapa yang memprakarsai hal buruk dalam Islam”.
Dan dalam riwayat lain beliau saw.
bersabda,
مَنْ دَعَا اِلىَ الْهُدَى, وَ مَنْ دَعَا اِلَى الضَّلاَلَة
“Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk
(kebaikan). Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.”
Dua hadits ini memberikan beberapa
mutiara faedah;
-
Anjuran untuk senantiasa
memprakarsai hal-hal baru yang posotif-kanstruktif (hasanah) dan
mengharamkan hal-hal baru yang negative-desdruktif (sayyyi’ah).
-
Orang yang memprakarsai hal-hal
positif-konstruktif akan mendapatkan pahala setiap orang yang melakukan hal
positif itu sampai hari kiamat, dan orang yang memprakarsai hal-hal
negates-desdruktif akan mendapatkan dosa setiap orang yang melakukan hal
negatif itu sampai hari kiamat.
-
Orang yang mengajak kepada kebaikan
akan mendapatkan pahala seperti pahala para pengikutnya. Begitu juga
sebaliknya; orang yang mengajak kepada kesesatan ia akan memikul dosa sepertu
dosa para pengikutnya; baik kebaikan atau kesesatan itu dia sekaligus yang akan
meneruskan prakarsa orang lain saja. Dalam hal ini baik itu berupa pengajaran
ilmu, ibadah, bahasa, atau bidang lainnya.
Sabda Nabi saw,
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
“…
lalu dilakukan setelanya …” artinya, jika kesesatan yang ia prakarsai itu diikuti
oleh orang lain baik ketika dia masih hidup ataupun dia sudah meninggal dunia. Wallahu
A’lam.[3]
Hadis di atas menjelaskan bahwa
siapa saja yang memprakarsai suatu perbuatan yang baik, menurunkan suatu teori,
metode, atau cara yang baik kemudian ditiru dan dilaksanakan oleh orang lain,
maka ia akan memperoleh pahala hasil prakarsa dan penemuannya itu serta pahala
yang terus mengalir dari pahala-pahala orang yang menirunya dan melaksanakannya
dengan tanpa mengurangi pahala-pahala orang yang mengikutinya itu. Contohnya
orang yang berusaha mengangkat kehidupan orang miskin dengan cara memberi
pinjaman modal usaha kecil-kecilan. Bila usahanya sudah berjalan dan
pinjamannya dapat dikembalikan dengan cara diangsur tanpa bunga, apabila
perbuatan ini diikuti oleh orang lain maka si pemrakarsa tadi akan mendapat dua
pahala.
Begitu juga sebaliknya, orang
yang memprakarsai atau berbuat kejahatan, ia akan mendapat dua dosa dari
perbuatan dirinya dan dari dosa orang yang menirunya. Contohnya orang yang
mencari lahan pertanian dengan cara membakar hutan, sehingga hutan menjadi
gundul dan rusak, lalu perbuatannya itu ditiru orang lain, maka ia akan
mendapat dua dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang
mengikutinya.[4]
Kebanyakan manusia
yang hidup di jaman sekarang ini, menjadikan barometer dalam menilai hal-hal
yang terjadi di sekitarnya dengan perkara-perkara lahir yang nampak dalam
pandangan mereka, sebagai akibat dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan
terhadapa dunia dalam diri mereka.
Mereka lalai dari
memahami hakekat semua kejadian tersebut, karena mereka tidak memiliki keyakinan
yang kokoh terhadap perkara-perkara yang gaib (tidak nampak) dan lupa pada
kehidupan abadi di akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman:
{يَعْلَمُونَ
ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}
“Mereka hanya
mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS ar-Ruum:7).
Sebagai contoh nyata dalam hal ini,
memahami arti “kerusakan di muka bumi” yang sebenarnya. Sementara ini,
banyak orang, tidak terkecuali kaum muslimin, yang mengartikan “kerusakan di
muka bumi” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam,
kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan
yang tidak kasat mata, padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan
fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya
kerusakan-kerusakan “lahir” di atas.
Arti “kerusakan di muka bumi” yang
sebenarnya:
Allah Ta’ala berfirman,
{ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
“Telah nampak kerusakan di darat dan
di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan
bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya,
penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia.
Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti “kerusakan”
yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di
muka bumi.
Imam Abul ‘Aliyah
ar-Riyaahi berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada
Allah di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena
perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada
Allah Ta’ala)”.
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan
ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwaperbuatan syirk
dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta”.
Semuanya yang dipermukaan bumi ini, merupakan nikmat Allah
untuk dimanfaatkan oleh manusia. Maka manusia tidak boleh menyia-nyiakan rahmat
ini. Sebagai tanda rasa syukur kepada
Allah yang memberikan rahmat, yang Maha pengasih dan penyayang. Sifat tidak
menyia-nyiakan nikmat Allah tersebut, itulah yang dinamakan akhlak terhadap
alam semesta.[5]
- Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan termasuk makhluk Allah yang secara langsung
dan tidak langsung dapat dirasakan manfaatnya dan sangat besar pengaruhnya bagi
kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya justru banyak tergantung pada
tumbuh-tumbuhan, seperti beras, gandum, buah-buahan, sayur-sayuran bahkan
bahan-bahan rumah sampai tempat berteduh, seluruhnya dari tumbuh-tumbuhan.
Dengan demikian, allah telah memberikan karunia yang tak terhingga kepada
manusia, berupa tumbuh-tumbuhan tersebut.
Akhlak manusia dan sikapnya terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai
rahmat allah yang besar ini, diantara sebagai berikut :
- Jaga kelestarian alam
Tetumbuhan yang menghijau di muka
bumi ini sungguh memberikan kemanfaatan yang besar bagi kehidupan sekalian umat
manusia. Sebagaian dari Tumbuh-tumbuhan memberikan manfaat untuk kita makan,
kayu-kayunya memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka bahan bahan bangunan
atau kita jadikan sebagai obat-obatan termasuk daun-daunnya dan akar-akarnya.
Sebagian lagi dapat menumbuhkan nektar dan tepung sari bunga yang kemudian
diolah oleh lebah-lebah madu dan madunya pun memberikan kemanfaatan yang besar
bagi kita.
Alam raya dengan segala isinya
termasuk tumbuh-tumbuhan, semuanya di ciptakan demi kemanfaatan manusia. Semua
itu wajib kita renungkan dan kita syukuri.[6]
Setiap orang harus menjaga kelestarian alam, sesuai dengan
sunnah allah, bahwa hutan itu menyimpan humus, dan humus tersebut dapat
menyimpan air. Oleh karena itu, umat islam tidak boleh merusak hutan dan
menebangnya secara liar. Tanpa mempertimbangkan akibat dan bahaya. Yang timbul.
Penebangan hutan secara liar dapat mengakibatkan kekeringan dari sumber air,
dan dapat pula mengakibatkan banjir yang tidak terbendung.[7]
Ada orang yang berkata, bahwa melakukan pembukaan hutan dan
sebagainya, adalah merupakan usaha memanfaatkan hutan. Tetapi, buktinya
berbahaya bagi masyarakat banyak disekeliling hutan itu. Memang manfaat itu
bisa diambil oleh orang tertentu, namun mudharatnya ( kerugian ) lebih banyak.
Allah
berfirman :
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ
عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (٢٠٤)وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى
فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لا
يُحِبُّ الْفَسَادَ (٢٠٥)
204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang
kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas
kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.
205.
dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.
.allah
memperingatkan kita tentang orang-orang yang berbeda hati, ucapan dan
perbuatannya dalam menjaga kelestarian ala mini, yang justru bila ia mendapat
wewenang, maka mereka dengan secara teratur akan menghancurkan kelestarian dan
keseimbangan alam.
Akibat
perbuatan ini telah sama dirasakan dalam bentuk banjir dan hilangnya
tanah-tanah subur akibat erosi dan sebagainya. Benar lah firman Allah Swt :
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
(١١)أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ (١٢)
11. dan bila dikatakan kepada
mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. mereka menjawab: "Sesungguhnya
Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan."
12.
Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi
mereka tidak sadar.
b. Jangan
menbang pohon
Setiap
orang tidak boleh menebang pohon-pohon, terutama pohon-pohon yang berbuah, yang
memberikan manfaat bagi umat manusia, kecuali bila terjadi peperangan ( dalam
Rangka sabotase ). Dalam hal sabotase, pasukan-pasukan yang berperang
diperbolehkan merusak tanaman atau lading musuh, membuktikan bahwa bila tidak
dalam keadaan perang, tidak boleh merusak tanam-tanaman. Allah Swt berfirman :
مَا
قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا
فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ (٥)
5. apa
saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu
biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin
Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.
Ayat ini menunjukkan, bahwa memotong kurma yang berbuah
dalam masa peperangan pun harus dipertimbangkan manfaatnya. Bila dengan
ditebangnya pohon, apabila dapat menyebabkan mereka lemah, maka tebanglah.
Tetapi bila tidak ada manfaatnya, maka jangan ditebang.
c. Peliharalah pohon tanaman
Setiap orang harus mengusahakan member pupuk dan memelihara
pohon tanaman, agar tanaman atau tumbuh-tumbuhan itu memberikan buah, atau
hasil lebih banyak dan lebih baik. Usaha seperti ini bukan sebagai perbuatan
merubah takdir Allah, tetapi sebagai iktiar dan usaha pengembangan, sesuai
dengan sunnatulah.
Oleh karena itu, ketika ada seorang petani kurma membuat
penyerbukan ( mangawinkan ) suatu pohon bunga dengan bunga yang lain, kemudian
ditegur oleh sahabat lain, bahwa perbuatan itu salah, maka dia segera pergi
melapor kepada rasulullah Saw. Menyatakan hal tersebut. Rasulullah Saw.
Menjelaskan : kamu lebih tahu tentang tentang urusan duniamu. Petani itu lebih
tahu tentang bagaimana sebaiknya bertani dan bagaimana memelihara tanaman.
Termasuk diantaranya masalah mencangkok pohon, mengawinkan pohon dan sebagainya.
Yang demikian termasuk usaha yang dibenarkan agama islam.
d. tanamlah pohon yang bermanfaat
Setiap orang harus berusaha menanam sebanyak-banyak tanaman
yang bermanfaat bagi dirinya dan generasi penerusnya. Rasulullah Saw bersabda :
“tidak seorang pun menanam tanaman, kecuali ditulisnya pahala, sesuai dengan
buah yang dihasilkan oleh tanaman itu”. ( HR. Ahmad ).
Dalam riwayat ibnu majah, dijelaskan bahwa bila kita
menanam, agar mengucapkan “subhanallah”, dengan demikian, setiap menanam satu
batang pohon, maka Allah akan menanamkan baginya satu pohon disurga.
2.
Akhlak
terhadap binatang
Tidak
boleh menyiksa binatang dengan memumukul atau menyakiti membakarnya dengan api dan sebagainya.
Rasulullah Saw. Bersabda : “ ada seorang perempuan masuk neraka, karena seekor
kucing. Sebab, dia mengurungnya sampai mati, maka dia masuk neraka, karena dia
memberinya makan dan minum. Dia mengurungnya dan tidak memberikan kesempatan
kucing itu untuk mencari rizkinya dibumi”. ( HR. Bukhari dan Muslim ).[8]
aneka jenis binatang di darat,
laut dan udara, semuannya adalah sama-sama makhluk Allah yang harus kita
perlakukan secara wajar. Merekapun layak mendapatkan akhlaqul-karimah dari kita
sekalian. Mereka perlu kita sayangi dengan memberikan perlakuan yang wajar,
tanpa menyakiti atau merusak peri-kehidupan nya. Perlakuan yang wajar itu
antara lain diajarkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
نَّ اللهَ تَعَالٰىكَتَبَ اَلاَ ءِحْسَانَ عَلٰىكُلِّ شَيْءٍ. فَاِذَا قَتَلْتُمْ
فَاَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ. وَاِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ
وَلْيُحِدَّ اَحَدَكُمْ سَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبْحَتَهُ.
Artinya:”Sesungguhnya
Allah Ta’ala menetapkan kebaikan pada setiap sesuatu. Maka apabila kalian
membunuh (yang dibenarkan oleh sya-ri’at), bunuhlah dengan cara yang baik. Dan
apabila kalian menyembelih (binatang), sembelihlah dengan cara yang baik pula,
tajamkanlah mata pisau kalian dan gembirakanlah (binatang) yang
disembelih!”(HR.Muslim)[9]
3.
Akhlak
terhadap air
Setiap orang harus menjaga sumber
air, atau saluran air, seperti sungai dan
kolam jangan dijadikan tempat
pembuangan sampah, atau tempat kencing
atau buang air. Jika dilakukan yang demikian akan mengakibatkan polusi,
menimbulkan bahaya penyakit menular, atau saluran air tidak mengalir yang akibatnya
terjadi banjir, dan juga merupakan tempat penybaran penyakit menular. Sabda
Rasulullah Saw. : “ janganlah seseorang buang air kencing pada air yang
tergenang dan tidak mengalir “. ( HR.
Muslim, Tirmidji, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad ).[10]
[1]Imam
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim / Imam Nawawi, (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2011), Jilid 11, h. 928 – 929.
[2]المعجم المفهرس
لأافاظ الحديث النبوىّ, الجزء الثانى, h. 552
[3]
Imam An-Nawawi, Op.cit, h. 932 –
933.
[4]
Moh Matsana, Al-Qur’an Hadits, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), h.
27-28.
[5]http://kumpulanmakalahpelajaranislam.blogspot.com/
[6]
M. Nipan Bdul Halim, Menghias Diri Dengan
Akhlak Terpuji , (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 149
[7]
KH. Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga Dan Masyarakat, (
IAIN Antasari Banjarmasin, Pelita, 1998/1999 ), h.171
[8]
Ibid, h. 174
[9]
M. Nipan Bdul Halim, Op.cit, h. 147
[10]
KH. Abdullah Salim, Ibid, h. 184
No comments:
Post a Comment