Makalah
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Fungsi keberadaan manusia di dunia adalah
untuk melaksanakan tugas kekalifahan, yaitu membangun dan mengolah segala
potensi alam sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu tergambar dalam
kitab suci yang diturunkan dan harus digali nilai-nilainya oleh manusia agar
dapat menyesuaikan perkembangan sosial budaya dengan nilai-nilai kitab suci.
Tuhan telah memudahkan alam semesta untuk
diolah manusia. Kemudahan tersebut berasal dari Tuhan. Untuk itu Tuhan
menganugerahi beberapa daya kepada manusia, yaitu daya tubuh, daya akal, daya
qolbu dan daya hidup. Kemudian Tuhan
memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia agar dapat menjadi khalifah yang
baik.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pemimpin itu?
2.
Bagaimana urgensi pemimpin?
3.
Apa saja syarat-syarat
pemimpin dalam Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
SYARAT-SYARAT
PEMIMPIN DALAM ISLAM
A.
Pengertian Pemimpin
Pemimpin berasal dari kata “pimpin”
(dalam bahasa Inggris lead) berarti bimbing dan tuntun. Dengan demikian
di dalamnya ada dua pihak yang terlibat yaitu yang "dipimpin" dan
yang "memimpin". Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin”
(dalam bahasa Inggris leader) berarti orang yang menuntun atau yang
membimbing. Secara bahasa, pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi serta
membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga
dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses
kelompok.[2]
Menurut Kartini Kartono, pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/kelebihan disatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain
untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu
atau beberapa tujuan.[3]
Edwin A. Locke, mengemukakan
pengertian pemimpin adalah orang berproses membujuk (inducing) orang
lain untuk mengambil langkah-langkah menuju suatu sasaran bersama.[4]
B.
Urgensi Pemimpin
Pemimpin
merupakan suatu yang urgen dari suatu komunitas yang disebut manusia. Manusia
sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian, satu sama lainnya saling
tergantung dan membutuhkan. Sehingga satu sama lain harus melakukan komunikasi
yang saling menguntungkan. Akan tetapi, terkadang komunikasi tidak berjalan
lancar seperti yang diharapkan, sehingga menimbulkan kesenjangan. Untuk
memelihara keteraturan dan kebersamaan dan tidak menimbulkan kesenjangan
diperlukan pemimpin yang dapat mengayomi anggota masyarakatnya supaya satu sama
lain hidup damai dan tentram. Anggota masyarakat inilah yang dikenal sekarang
sebagai organisasi yang setiap organisasi akan memiliki pemimpin.
Ibnu
Khaldun berpendapat bahwa untuk menjaga stabilitas kehidupan diperlukan adanya
suatu organisasi dalam setiap komunitas. Organisasi ini merupakan suatu wahana
yang dapat dijadikan manusia selain sebagai pengatur satu sama lainnya, juga
merupakan suatu wadah untuk dapat saling melindungi dari gangguan yang lainnya.
Menurutnya, Ketika Allah swt menciptakan alam semesta dan membagi-bagikan
kekuatan kepada makhluk-makhluk-Nya, Allah memberikan kekuatan kepada binatang
lebih sempurna dibanding yang diberikan kepada manusia. Karena itu, manusia
diberikan akal untuk menangkal segala bahaya yang mengancam dirinya. Lebih
lanjut Ibnu Khaldun mengatakan bahwa manusia tidak akan sempurna eksistensinya
tanpa organisasi. Demikian juga kehendak Tuhan untuk memakmurkan bumi ini
dengan memperkembangbiakan manusia dan menjadikannya sebagai khalifah tidak
akan terlaksana.[5]
Urgensi
tentang kepemimpinan juga diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw melalui
sabdanya, bahwa bila ada tiga orang yang melakukan perjalanan maka salah satu
dari ketiga orang tersebut harus diangkat sebagai pemimpin.[6]
Ibnu
Taymiyah (w. 728 H) mengatakan bahwa keberadaan pemimpin atau kepala negara
yang dzalim masih lebih baik bagi rakyat dibandingkan tidak ada pemimpin sama
sekali. Bahkan, dengan meminjam suatu ungkapan ia mengatakan bahwa enam puluh
tahun dibawah pemerintahan yang dzalim masih lebih baik daripada semalam tanpa
pemimpin.[7]
Pemimpin adalah seseorang yang diikuti oleh sekelompok orang yang
dipimpinnya. Oleh sebab itu pemimpin merupakan sosok sentral bagi pengikutnya,
jika pemimpin nya baik maka orang yang dipimpinnya juga akan baik. Kesalahan
dalam memilih pemimpin akan berakibat buruk terhadap organisasi maupun
perusahaan atau lembaga yang dipimpinnya. Dalam memilih pemimpin yang baik,
harus dipenuhi persyaratannya tercantum dalam Al-Qur’an terdapat dalam beberapa
surah, yaitu: Islam memberi pedoman memilih pemimpin yang baik yang terdapat di
Al- Qur’an, surah: Qs. Mumtahanah (60):1, Qs.Taubah (9):23, Qs.An-Nisa (4):144,
Qs.Ali Imran (3):28, Qs. Al- Maidah (5):51 & 57
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang; Padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada
kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu
karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat
demikian). kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada
mereka, karena rasa kasih sayang. aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. dan Barangsiapa di antara kamu yang
melakukannya, Maka Sesungguhnya Dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Mumtahanah: 1)
Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu
menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan
siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim. (QS.
At-Taubah: 23)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? (QS.
An-Nisa: 144)
Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.
dan hanya kepada Allah kembali (mu). (QS.
Ali-Imran: 28)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah: 51)
$
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang
yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara
orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir
(orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul
orang-orang yang beriman. (QS.
Al-Maidah: 57)
Dari beberapa dari ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat calon
pemimpin haruslah dipilih orang yang beriman dan yang bertaqwa. Kesalahan besar
bagi kaum yang memilih pemimpin dari orang kafir dan musyrik karena akan
berakibat buruk pada kaumnya dan Allah SWT tidak memberi pertolongan dan
petunjuk bagi orang yang zalim.
Kesalahan dalam memilih pemimpin akan berakibat fatal bagi kaum yang
dipimpinnya. Hal ini di ungkapkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, yakni surah
QS. Al-Ahzab: 67, QS. Ali Imran:149-150, QS. An-Nisa:138-139, QS. Al-Maidah:
80-81.
Dan
mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari
jalan (yang benar). (QS.
Al-Ahzab: 67)r
Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu,
niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah
kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan
Dia-lah Sebaik-baik penolong. (QS. Ali-Imran: 149-150)
Kabarkanlah
kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. Yaitu
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa: 138-139)
Kamu
melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir
(musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri
mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam
siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada
apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil
orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari
mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS.
Al-Maidah: 80-81)
Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan dampak buruk bagi suatu
kaum yang memilih pemimpin dari kaum kafir dan musyrik sebab pemimpin tersebut
akan menyesatkan kaum yang dipimpinnya dan akhirnya mereka menjadi orang yang
merugi serta menerima kemurkaan Allah SWT dan mereka akan berada dalam siksaan
yang kekal dalam siksaan.[8]
C.
Syarat-Syarat
Pemimpin
Menurut Ibnu Abi Rabbi, seseorang dapat
diangkat menjadi seorang pemimpin jika memenuhi enam kriteria, yaitu:
1.
Dia
harus merupakan keturunan raja dan mempunyai hubungan nasab yang dekat dengan
raja sebelumnya.
2.
Seseorang
yang mempunyai aspirasi yang luhur.
3.
Harus
memilki pandanganyang mantap dan kokoh.
4.
Harus
memiliki ketahanan yang kuat manakala mendapatkan kesulitan.
5.
Harus
memiliki kekayaan yang banyak.
6.
Harus
memiliki pembantu-pembantu yang setia[9]
Al-Farabi
menetapkan sembilan syarat yang harus dipenuhi seseorang yang akan menjadi
pemimpin. Kesembilan syarat tersebut adalah:
1. Seorang
pemimpin harus memiliki anggota badan yang lengkap.
2. Memiliki
daya pemahaman yang baik.
3. Tinggi
intelektualitasnya.
4.
Memiliki
kepandaian dalam mengemukakan pendapat dan mudah dimengerti uraiannya.
5. Mencintai
pendidikan dan gemar mengajar.
6. Tidak
rakus dalam hal makanan, minuman dan perempuan.
7. Mencintai
kejujuran, berjiwa besar, dan berbudi luhur.
8. Mencintai
keadilan.
9. Kuat
pendiriannya.[10]
Imam
al-Ghazali mengemukakan sepuluh syarat bagi seseorang yang akan menjadi
pemimpin, yaitu:
1.
Seorang
yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang telah dewasa.
2.
Memiliki
pikiran yang sehat.
3.
Seorang
yang merdeka.
4.
Seorang
pemimpin haruslah berjenis kelamin laki-laki.
5.
Keturunan
quraisy.
6.
Mempunyai
pendengaran dan penglihatan yang sehat.
7.
Memiliki
kekuasaan yang nyata.
8.
Mempunyai
hidayah.
9.
Memiliki
ilmu pengetahuan.
10. Mampu
mengendalikan diri dari perbuatan tercela.[11]
Pemimpin yang ideal dalam perspektif Islam menitik beratkan keberhasilan
seorang pemimpin itu pada kemampuannya dalam mentransfer nilai-nilai kejujuran,
kesederhanaan dan lainnya yang bersifat immateri dan abstrak sehingga sebelum
menjadi pemimpin, kredibilitasnya harus bersih dari noda noda pelanggaran dan
parameter kemampuannya diukur dari keinginannya dalam menegakkan Agama Allah
yang mencapai tatanan masyarakat yang bermoral tinggi.[12]
Kharakteristik
yang harus dimiliki untuk menjadi pemimpin ideal, sebagai berikut:
1.
Visinya adalah Al-Qur’an, misinya
menegakkan kebenaran.
2.
Memiliki sikap tawadhu’ dan mawas diri
dalam mengemban amanah Allah, karena pada prinsipnya kepemimpinan itu bukan
saja harus dipertanggung jawabkan di depan lembaga formal, namun yang lebih
penting lagi dihadapan Allah
3.
Harus mampu memimpin dan
mengendalikan dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Pribadi pemimpin
seorang pemimpin itu merupakan cerminan dari keberhasilannya memimpin, yang
harus dimulai dari belajar memimpin diri sendiri sebelum memimpin orang lain.
4.
Memiliki kemampuan manajerial yang
baik karena seorang pemimpin harus dipilih dari orang-orang yang berkualitas
terbaik.
5.
Memiliki konsep relasi yang baik
karena pemimpin harus mampu menjembatani berbagai perbedaan yang ada di
tengah-tengah masyarakatnya
6.
Kriteria Pemimpin ideal dalam
perspektif Islam, harus memiliki sifat-sifat yang dimiliki Rasullullah, yaitu
sifat siddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan apa adanya)
dan fatonah (cerdas). Seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat wajib yang
dimiliki oleh Rasullullah yang berintikan kebenaran, kejujuran, kemampuan
intelengensi yang baik serta harus amanah karena kepepimpinannaya akan dimintai
pertangggung jawaban kepada Allah.SWT. Untuk itu seorang pemimpin harus
memiliki rasa takut kepada Allah sebagai kontrol sempurna bagi
kepemimpinpinannya.[13]
Ibnu Taimiyah
melihat keadilan sebagai syarat pokok bagi semua bentuk pemerintahan yang sah,
baik pemerintahan Islam maupun bukan. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa
keadilan merupakan ciri alamiah segala sesuatu. Jika keadilan menjadi dasar
suatu rejim pemerintahan, maka sangat mungkin kesuksesan akan diraih, siapapun
yang mengendalikan pemerintahan. Sebaliknya, suatu pemerintahan yang zalim mungkin
sekali terjerumus dalam kehidupan tanpa Parti meskipun terbungkus dengan
berbagai ragam kewajiban pemerintahan. Prinsip keadilan adalah bagian dari
hukum Allah itu sendiri sebagaimana ditegaskan dari berbagai hadits dan ayat
Alquran yang dijadikan sandaran Ibnu Taimiyah, salah satunya yaitu hadits yang
berasal dari Musnad Ibnu Hambal yang menyebutkan:P
“Makhluk yang
paling dicintai Allah adalah pimpinan yang adil, sedang makhluk yang paling
dibenci Allah adalah pimpinan yang zalim.” Lebih dari itu, ketikaa menafsirkan
ayat Alquran (11: 24) Ibnu Taimiyah menejelaskan bahwa kandungan firman itu
adalah penegasan Allah bahwa keadilan meupakan syarat penting bagi seorang
pemimpin yang sah. Oleh karenanya, pimpinan yang zalim tidak patut diikuti atau
ditaati karena kezaliman yang dilakukan memupus fungsi kepemimpinanya.
Konsekuensi penekanan kepada keadilan dalam pemerintahan yang sah adalah bahwa
individu dalam pemerintahan mempunyai hak dan kewajiban untuk menuntut keadilan
dari pemegang kekuasaan politik.
Ibnu Taimiyah
juga menekankan persamaan (equality) sebagai nilai moral lain yang
tercantum dalam syariah dan mempunyai pengaruh nyata pada kedudukan individu
dalam masyarakat Islam. Ia mengaitkan persamaan dengan keadilan seraya mengajukan
alasan bahwa semmua manusia mempunyai asal usul yang sama. Oleh karena itu,
sungguh amat tidak adil jika beberapa di antara mereka dianggap atau memandang
diri lebih tinggi ketimbang orang lain. Keadilan menuntut agar semua orang
diperlakukan atas dasar persamaan.[14]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemimpin
berasal dari kata “pimpin” (dalam bahasa Inggris lead) berarti bimbing
dan tuntun. Dengan demikian di dalamnya ada dua pihak yang terlibat yaitu yang
"dipimpin" dan yang "memimpin". Setelah ditambah awalan
“pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris leader) berarti orang yang
menuntun atau yang membimbing. Secara bahasa, pemimpin adalah orang yang mampu
mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian
tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal
struktur dan pusat proses kelompok.
Pemimpin adalah
seseorang yang diikuti oleh sekelompok orang yang dipimpinnya. Oleh sebab itu
pemimpin merupakan sosok sentral bagi pengikutnya, jika pemimpin nya baik maka
orang yang dipimpinnya juga akan baik. Kesalahan dalam memilih pemimpin akan
berakibat buruk terhadap organisasi maupun perusahaan atau lembaga yang
dipimpinnya. Dalam memilih pemimpin yang baik, harus dipenuhi persyaratannya
tercantum dalam Al-Qur’an
Pemimpin yang
ideal dalam perspektif Islam menitik beratkan keberhasilan seorang pemimpin itu
pada kemampuannya dalam mentransfer nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan dan
lainnya yang bersifat immateri dan abstrak sehingga sebelum menjadi pemimpin,
kredibilitasnya harus bersih dari noda noda pelanggaran dan parameter
kemampuannya diukur dari keinginannya dalam menegakkan Agama Allah yang
mencapai tatanan masyarakat yang bermoral tinggi
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Alim, PendidikanAgama Islam, (Bandung:
Rosdakarya), 2011
Muh.
Shaleh Suratmin, “Pemimpin Perspektif Al-Quran” ,shaleh suratmin. blogspot.
co.id
Kartono,
Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpinan Abnormal Itu ? (Jakarta:
Raja Grafindo Persada), 1998
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara:
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Cet. V, (Jakarta: UI Press), 1993
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal,
Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.)
Ibnu Taymiyah, al-Siyasah al-Syar’iyah Fî
Ishlah al-Ra’i wa al-Ra’iyah, (Beirut: Daru al-Fikr), 1997
Eka Nuraini
Rachmawati, Hukum Dan Siyasah Islam (Analisis Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan
dalam Perspektif Islam), Universitas Islam Riau
Al-farabi, Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin
Tarkhan bin Unzlagh, Ar-u Ahl al-Madînah al-Fadîlah, (Tanpa Kota Terbit:
Tanpa Penerbit, t.t.)
Aunur Rohim Fakih, Kepemimpinan Islam,
(Yogyakarta: UII Press), 2002
Kalid
Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah, (Jakarta:
Rineka Cipta), 1994
[1] Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
Rosdakarya, 2011), h. 77-78
[2]Muh.
Shaleh Suratmin, “Pemimpin Perspektif Al-Quran” ,shaleh suratmin. blogspot.
co.id/diakses 01/10/2016
[3]
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpinan Abnormal Itu ?
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 181.
[4]Ibid
[5]Munawir Sadzali, Islam
dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Cet. V, (Jakarta: UI Press,1993), h. 46.
[6] Ahmad
bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.t.), h. 35.
[7] Ibnu Taymiyah, al-Siyasah
al-Syar’iyah Fî Ishlah al-Ra’i wa al-Ra’iyah,
(Beirut: D_r al-Fikr, 1997), h. 114.
[8]Eka
Nuraini Rachmawati, Hukum Dan Siyasah Islam (Analisis Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan
dalam Perspektif Islam), Universitas Islam Riau, h. 313-317
[9] Munawir Sadzali, Islam
dan Tata Negara… h, 48.
[10]
Al-farabi, Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Unzlagh, Ar-u Ahl al-Madînah
al-Fadîlah, (Tanpa Kota Terbit: Tanpa Penerbit, t.t.), h. 15
[11] Munawir Sadzali, Islam
dan Tata Negara…, h. 78
[12]
Aunur Rohim Fakih, Kepemimpinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002). h.
32.
[13] Ibid,
h. 35
[14]
Kalid Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994), h. 104-106
No comments:
Post a Comment