KISAH SAHABAT / KISAH ISLAMI
Umar bin Khattab melanjutkan perluasan daerah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar sampai selesai hingga ke Mesir.
Umar bin Khattab melanjutkan perluasan daerah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar sampai selesai hingga ke Mesir.
a.
Perluasan Islam ke
Syiria dan jatuhnya kota Damaskus
Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi perluasan daerah kekuasaan
dan dakwah Islam pertama terjadi di ibu kota Syiria, yaitu Damaskus jatuh pada
tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah dipertempuran
Yarmuk, maka seluruh daerah Syria jatuh di bawah kekuasaan dan dakwah Islam. Ketika khalifah Abu bakar, ekspansi ke wilayah ini sudah ada tetapi belum
tuntas secara keseluruhan, perjuangan ini dihalangi oleh datangnya ajal Abu
Bakar untuk menghadap Allah SWT. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka
jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya.
Setelah terpilih, Umar
mengambil alih komando besar atas pasukan muslim. Mula-mula Umar mengganti
Khalid ibn Walid dengan Ibn Ubaidah ibn al-Jarrah. Umar memerintahkan mereka
untuk menunda perhatiannya atas pella-tempat sebagian pasukan Bizantium yang
kalah perang bersembunyi dan lebih terkonsentrasi untuk bergerak menuju
Damaskus. Karena letaknya yang strategis, yaitu dijalur utama dagang dunia, di
dekat pesisir Levantina (Medeterania Timur), Damaskus pernah dikuasai berbagai
imperium dunia, seperti Akkadia, Ibrani, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, dan
Arab Islam. Pasukan Islam bergerak menuju kota bergerbang tujuh itu. Mendengar
kabar itu, kaisar Heraklius mundur ke Emesa. Umar memerintahkan untuk
mendahulukan Damaskus daripada Pella sekalipun jarak pella lebih memungkinkan
untuk lebih dahulu dijangkau karena Damaskus adalah kunci utama menaklukkan
kota-kota Suriah lainnya., bahkan juga kota-kota palestina dan pesisir Levantina
sekaligus sebagai pintu gerbang menuju Emesa (Himsh) dan Antiokia dari arah
Selatan. Umar juga menempatkan pasukan disetiap pintu gerbang itu; pasukan
Khalid ibn al-Walid di gerbang Timur (bab as-syarq), Amr ibn al-Ash di gerbang
Thomas (bab thuma), Abu Ubaidillah di gerbang Jabiyyah, dan Yazid ibn Abi
Sufyan digerbang Faradis. Umar juga memerintahkan beberapa pasukan untuk di
utara Damaskus yang menjadi jalan terusan menuju Emesa untuk berjaga-jaga jika
Heraklius mengerahkan pasukannya secara tiba-tiba dari kota tersebut. Setelah
menjalani pengepungan selama enam bulan, Damaskus akhirnya dapat ditaklukkan,
tepat pada tahun 635 M. Mula-mula Khalid yang pertama kali berhasil membuka
sisi timur benteng kota itu, kemudian disusul Abu Ubaidillah di sisi gerbang
yang lain. Tak ada perlawanan berarti dalam usaha penaklukkan kota itu.
Kebanyakan masyarakat Damaskus justru lebih memilih berdamai dan menyerahkan
sepenuhnya kota tersebut kepada otoritas Islam. Negosiasi antara penduduk kota
dan pihak Islam pun berjalan dengan lancer, beberapa perjanjian dan persyaratan
dibuat. Pihak Islam pun memberikan jaminan keamanan kepada seluruh penduduk
kota sebagai kompensasi dari jizyah yang ditetapkan.
b.
Perluasan Islam ke Palestina
Palestina adalah tanah pusaka
bagi sejarah peradaban manusia. Palestina adalah wilayah suci yang diberkahi,
tempat sejarah kehidupan nabi-nabi terjadi Iberahim, Ishak, Yakub, Dawud,
Sulaiman, Ilyasa dan para pengikut Musa, juga Isa al-Masih, sekaligus Muhammad
yang berisra.
Pada tahun 635 M, atas titah
Khalifah Umar di Madinah, Amr ibn al-Ash dan Syarhabil ibn Hasanah beserta
pasukannya bergerak menuju palestina. Pasukan Islam bergerak melalui Golan
(jaulan), daerah pegunungan yang subur, hijau, rimbun, dan sejuk di perbatasan
Suriah dan Palestina. Keindahan panorama pegunungan Golan tak tertandingi. Di
situlah pasukan Islam berhenti untuk beristirahat sejenak. Dari Golan, Amr dan
pasukannya memasuki Galileia, sebuah kawasan hijau dan subur di bagian utara
Palestina. Amr dan pasukannya tak mendapat banyak kesulitan ketika
menaklukkan kota-kota sepanjang Galileia. Mereka hanya mendapat perlawanan
kecil dari pihak Bizantium yang masih tersisa. Setelah penaklukkan, Amr dan
pasukan Islam memberi jaminan keamanan dan kepemilikan kepada seluruh rakyat
galileia, lalu bergerak ke Yerussalem. Sementara itu, Yazid ibn Abi Sufyan dan
adiknya, Mu’awiyah yang ditugaskan untuk menaklukkan sepanjang pesisir pantai
levantina , membagi pasukan ke dua arah; arah utara dipimpim Mua’wiyah dan arah
selatan dipimpin Yazid. Di utara pasukan Islam berhasil menaklukkan Beirut,
Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia di utara Suriah hingga akhir tahun 635 M 15
H). Pasukan Islam yang bergerak ke arah selatan juga berhasil menaklukkan satu
per satu kota Bandar di sepanjang pesisi itu Sidon, Acre, hingga Haiva di
bagian provinsi Palestina.
Saat mengetahui pasukan Islam
yang dipimpin Amr ibn al-ash bersama syarrhabil ibn Hasanah tengah bergerak ke
arah Palestina, pangeran Konstantin II segera mempersiapkan pasukan dan
memanggi bala bantuan dari Siprus dan Konstantinopel dan mengangkat
Artavon (Arthabon) sebagai panglima. Sementara itu, pasukan Yazid yang telah
menaklukkan Haiva segera bergabung dengan pasukan Amr, untuk kemudian
bersama-sama menuju Yerussalem. Saat melintasi Ajnain, pasukan Islam bertemu
dengan pasukan Bizantium dari Caesarea. Pertempuran pun pecah sedahsyat perang
Yarmuk dulu. Dalam pertempuran itu, pihak Bizantium kembali dikalahkan. Artavon,
panglima perang dari Caesarea, beserta beberapa yang tersisa lantas melarikan
diri menuju Yerussalem.
Musim dingin tahun 636 M telah
tiba. Pasukan Islam telah tiba di sisi kota kuno itu dan melangsungkan
pengepungan kota sepanjang musim dingin. Khalifah Umar memerintahkan Abu
Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah, yang telah berhasil menaklukkan seluruh wilayah
suriah dan pesisir Levantina, untuk segera bertolak ke Yerussalem dan bergabung
dengan pasukan Amr. Di balik benteng, di dalam gereja, panglima Artavon dan
Patriach Suphronius, uskup agung gereja Yerussalem, tengah berdebat sengit.
Artavon bersikeras menginginkan Yerussalem tetap dipertahankan dari penaklukkan
pasukan Islam, sekalipun harus mengobarkan peperangan di dalam kota suci itu.
Sementara Sophronius menganggap bahwa pendudukan dari orang-orang Islam adalah
penjelmaan dari kehendak Tuhan yang dikirimkan untuk mengakhiri kekuasaan
orang-orang Bizantium. Sopphoronius lebih memilih bernegosiasi dan menyerahkan
Yerussalem kepada pihak Islam dengan jalan damai.
Orang-orang yang berkumpul di gereja dan mengikuti jalannya
perdebatan, akhirnya lebih mengikuti pendapat sang Uskup. Mereka setuju jika
yerussalem diserahkan dengan jalan damai. Maka, salah seorang utusan dikirim
untuk menemui pihak Islam di luar benteng.
Utusan itu datang membawa
syarat-syarat penyerahan kota, yaitu tidak akan ada pengangkatan senjata, diizinkan
sisa-sisa pasukan Bizantium untuk berangkat ke Mesir, dan penyerahan Yerussalem
diterima secara langsung oleh pemimpin tertinggi umat Islam, khalifah Umar. Abu
Ubaidah menerima syarat-syarat tersebut. Ia pun mengundang Khalifah Umar ke
Yerussalem untuk menerima penyerahan kota tersebut. Saat itu, Umar berada di
Jabiyah, di selatan Damaskus untuk sebuah pengaturan administratif. Perutusan
Abu Ubaidah dari Yerussalem datang menghadap Umar, menyampaikan undangan dan
pesan-pesan, untuk kemudian segera kembali dengan membawa surat dari khalifah. setelah
jatuhnya kota Baitul Maqdis berarti seluruh daerah Syiria jatuh ke tangan Islam. Tahun 15 H/636 M pasukan Islam berhasil
memperoleh kemenangan mereka atas Al-Quds dan negeri Syam. Umar datang sendiri
ke Palestina dan menerima kunci-kunci gerbang Al-Quds.\
c.
Perluasan Islam ke Iraq dan Persia (Iran)
Setelah Syiria dan Palestina
dapat dikuasai, maka khalifah Umar Bin Khattab melanjutkan usahanya untuk
memperluas pengaruh Islam ke Irak dan Persia. Sebenarnya Irak sudah dapat
dikuasai oleh tentara Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar di bawah komando
panglima Khalid Bin Walid. Akan tetapi ketika pasukan Khalid meninggalkan Irak
dan membantu pasukan Islam lainnya di Syiria, kesempatan itu dipergunakan oleh
orang-orang Persia untuk mengusir umat Islam keluar dari Irak di bawah pimpinan
panglima Rustum. Oleh karena itu, Umar Bin Khattab mengirim Sa'ad Bin Abi
Waqqash untuk menundukan kembali Irak dan Persia. Setelah melalui peperangan
yang dahsyat, akhirnya Irak dan Persia dapat dikuasai kembali pada tahun 21 H.
Dalam perang, Nahawand dan
Qadisia kemudian juga ditaklukan. Jatuhnya Qadisia merupakan pertanda
kemenangan besar bagi tentara Islam karena kota ini merupakan pusat terakhir
tentara Yazdazird, Kisra Persia. Sejak saat itu, perkembangan Islam di Persia
menjadi semakin maju karena memadukannya dengan ajaran Islam yang telah mereka
anut.
Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan
pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu
Bakar. tentara Islam selalu terdesak oleh pasukan Kisra
Yazdajird III karena pasukan Islam di Persia hanya sedikit. Pasukan Islam lain
di pusatkan di Syiria
dan setelah pertempuran di Syiria selesai, maka pasukan Islam dipusatkan di Persia untuk menyelesaikan perang. Pasukan Islam yang menuju Persia ini
berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Perang dimulai
dari kota Cadesia
dan setelah kemenangan di Cadesia tahun 16 H/636M, pasukan Islam berturut-turut mengalahkan kota-kota Jalula tahun 17 H/638 M, Madain (ibu kota Persia)
tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M serta mengalahkan Kisra
Yazdajird III dalam keadaan tewas.
1)
Pertempuran besar
Qadisiah (Qadisiyah)
Pasukan persia, di bawah pimpinan
Argabadz Rustam, mulai meninggalkan ibukota Ctesiphon (Mada’in) di sebelah
timur, menyeberangi sungai Tigris, melintasi daratan hijau Jazirah yang subur,
menyeberangi sungai Eufrat, melewati Hira, lalu terus bergerak menuju arah
pertahanan pasukan Islam di lembah Qadisiah. Kedua pasukan kini telah bertemu
dan berhadapan. Pasukan Islam berjumlah 8.000 orang, pasukan Persia 60.000
orang. Bala bantuan pasukan Islam dari Suriah rupanya belum datang. Kedua
pasukan kini sama-sama menunggu pekik kumandang takbir, bunyi lengking terompet
perang, dan perintah menyerbu dari komandan masing-masing. Hingga bunyi
terompet perang pun terdengar nyaring dari pihak Persia. Pasukan Islam
menyambutnya dengan kumandang takbir yang menggelegar. Kedua pasukan sama-sama
bergerak dan merengsek maju. Pertempuran pun pecah dan berkecamuk dengan
dahsyat, dan berlangsung empat hari lamanya. Ditengah-tengah kondisi yang
demikian berkecamuk, bala bantuan Islam dari Suriah datang. Mereka segera
menggabungkan diri dengan pasukan Islam. Pertempuran Qadisiah berakhir dengan
kemenangan pasukan Islam. Di Madinah, Khalifah Umar menunggu kabar perang
tersebut dan gelisah. Maka, ia memutuskan untuk berangkat hingga sampai di luar
kota Madinah dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan Umar bertemu seorang
penunggang kuda. Ia adalah utusan panglima Sa’ad dari Qadisiah untuk
mengabarkan kemenangan pihak Islam di Qadisiah kepada Khalifah Umar di Madinah.
2)
Menaklukkan Ibu kota
Ctesiphon (Mad’in)
Atas perintah khalifah Umar,
sebagian pasukan Islam di Qadisiah diperintahkan untuk mengejar sisa-sisa
pasukan Persia yang melarikan diri ke arah Timur, sebagian mereka bertahan di
kota kecil Babil, dan sebagian lainnya pergi hingga ke Ctesipphon (mada’in),
ibu kota kekaisaran Persia di seberang sungai Tigris. Sa’ad dan pasukannya
segera bergerak ke timur menuju babil untuk kemudian ke Mada’in. babil adalah
ibukota di persimpangan sengai Eufrat yang berdiri di dekat reruntuhan kota
Babilonia, kota kuno yang menatahkan dongeng tengn Raja Hamurabi, Nebukadnezar,
hingga taman gantungnya yang demikian melegenda. Dimota itu, paukan Persia
telah mebuat parit-parit pertahanan untuk menghadapi kedatangan pasukan Islam.
Sa’ad lalu memerintahkan pasukannya untuk berhenti pada garis yang sekiranya
mereka tak terkena serangan panah pasukan Persia. Sa’ad juga mulai kembali
mengatur siasat perang. Sa’ad memerintahkan pasukannya untuk menggali saluran
air dari sungai Eufrat yang diarahkan pada parit Persia. Pasukan Islam pun
mengalirkan air sungai yang deras itu hingga membanjiri parit-parit pasukan
Persia. Pada saat yang sama, pasukan Islam langsung menyerbu pihak Persia yang
tengah kacau dan kehilangan pertahanan, babil pun segera jatuh dan dapat
dikuasai.
3)
Menaklukkan Hulwan dan
Masabazan
Atas perintah Khalifah Umar dari
Madinah, Qa’ad ibn Amr lantas bergerak menuju Hulwan untuk melakukan
pengejaran. Setiba di Hulwan, pasukan Islam tidak mendapati perlawanan.
Penduduknya memilih berdamai dan membayar jizyah. Setelah sepenuhnya menguasai
Hulwan, Khalifah Umar dari Madinah menginstruksikan pasukan Islam untuk segera
bergerak ke Masabazan dibawah pimpinan Dharar ibn al-Khathab al-Fihri. Mereka
beranjak kea rah timur menuju kota Masabazan, wilayah pegunungan yang ditumbuhi
banyak pepohonan dan terletak di anatara Hulwan dan kota besar Jundal Saphur.
Sementara itu, panglima Hormuzan rupanya telah mempersiapkan perlawanan dengan
sisa-sisa kekuatan yang ada. Dharar dan pasukannya pun langsung menggempur
pihak Persia. Pertempuran kecil tidak berimbang itu pun segera berakhir dan
dimenangkan pasukan Islam. Hormuzan kembali melarikan diri ke-wilayah
pegunungan Ahwaz, sementara sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Dharar
memerintahkan sebagian pasukan Islam untuk mengejar mereka dan menyerukan titah
menyerah. Maka, mereka pun berbondong-bondong kembali turun ke Masabazan dan
menyepakati perjanjian damai.
4)
Menaklukkan Ahwaz
Ahwaz berbatasan langsung dengan
Aljibal di utara, khurasan timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian
baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah
Ahwaz terdapat kota-kota strategis, seperti Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai
Shapur. Penjelasan tentang Ahwaz pun disampaikan oleh Sa’ad kepada khalifah
Umar, juga kabar Hormuzan yang berkhianat, Umar memberikan izin kepada pasukannya
untuk melakukan serangan ke wilayah Ahwaz dan sisa wilayah Persia lainnya. Dari
Madinah, khalifah Umar memberikan izin kepada Sa’ad. Setelah itu, Sa’ad dan
pasukan Islam bergerak menyisir berbagai penjuru wilayah Ahwaz dengan membagi
kelompok pasukan. Sa’ad juga meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghaazwan
dari kota Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaizan,
Manazhir, dan Nahrtiri. Hingga tibalah pasukan Islam dikota Suq al-Ahwaz di
tepian sungai Tigris. Di kota inilah panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan
memilih untuk berdamai. Utbah ibn Ghazwan pun menerima permintaan damai dari
Hormuzan lalu menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang
Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam ibn Kain at-Tamimi untuk kota Manadzir,
dan Harmala ibn Muraiths untuk kota Nahrtiri hingga Suq al-Ahwaz.
Namun, mendadak Hormuzan
mengkhianati janji damai yang dahulu ia ikrarkan sendiri. Hormuzan menyulut
kerusuhan dan membunuh beberapa rakyat sipil, serta melakukan perlawanan
bersama orang-orang kurdi. Suq al-Ahwaz pun kembali bergolak. Utbah segera
melaporkan keadaan ini kepada Sa’ad, dan langsung mengabari Khalifah Umar. Lalu
datanglah perintah dari madinah untuk menumpas pengkhianatan Hormuzan beserta
bala bantuan di bawah pimpinan Haqush ibn Zuhair. Pertempuran kembali pecah di
kota Suq al-Ahwaz. Pasukan Islam dapat dengan mudah menekuk pasukan Hormuzan.
Dalam peperangan singkat itu, Hurmozan kembali berhasil meloloskan diri menuju
Tustar. Suq al-Ahwaz kini dapat sepenuhnya dikuasai. Khalifah Umar
memerintahkan untuk mengejar Hurmozan, dan menunjuk Juz ibn Muawiyah untuk
mengepalai pasukan pengejar itu.
5)
Menaklukkan Tustar
Hitungan tahun Hijriyah sudah
memasuki angka ke-18 (639 M). Di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan.
Dari pelariannya di Rayy, kIsra Yezgerd memanggil segenap bala bantuan dari
beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persipolis,Mer, Nahawand, dan
Khurasan. Mengetahui hal ini, Khalifah Umar dari Madinah kembali memerintahkan
panglima besar Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan perang dan bergerak menuju
Tustar. Umar juga memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, dibawah pimpinan Abu
Musa al-Asy’ari di Bashrah, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl ibn Adi,
juga pasukan Nu’man ibn Muqarrin dari Ahwaz. Pengepungan kota Tustar yang
dikelilingi benteng itu berlangsung beberapa bulan. Selama itu pula terjadi
beberapa kali peperangan. Hingga pada suatu hari, pasukan Islam berhasil
menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka pun memasukinya tanpa
diketahui pihak Persia, sehingga berhasil membukakan pintu pintu gerbang utama.
Seketika itu pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang segera berhamburan.
Pasukan Persia yang berada di dalam rupanya tak dapat berkutik oleh serangan
dadakan itu, Panglima Hormuzan akhirnya ditawan dan diserahkan kepada khalifah
Umar.
6)
Menaklukkan Sussa dan
Jundai Saphur
Sementara itu, sisa pasukan
Persia yang selamat dari pertempuran Tustar pergi melarikan diri ke Sussa dan
Jundai Saphur. Pasukan Islam segera mengejar mereka di bawah komando Nu’man,
Abu Musa al-Asy’ari, dan Abu Sabrah. Perjalanan dari Tustar ke Sussa tidak
membutuhkan waktu lama, karena jarak keduanya tidak jauh. Setiba di Sussa,
pasukan Islam tidak mendapat perlawanan dari Persia. Para penduduk kota memilih
berdamai. Setelah menunggu instruksi dai Khalifah Umar di Madinah, pasukan Islam
segera bergerak kembali menuju Jundai Saphur, kota besar dan pusat ilmu
pengetahuan, sekaligus tempat bertemunya tradisi dan peradaban Persia dengan
Yunani. Kali ini pasukan Islam dipimpin oleh panglima Zarruh ibn Abdillah dan
Aswad ibn Rabi’ah. Seperti halnua Sussa, Jundai Saphur juga ditaklukkan dengan
mudah. Para penduduk kota juga lebih memilih berdamai.
7)
Pertempuran Besar
Nahawand
Pasukan Islam berhasil memenangkan
pertempuran di Nahawad. Kerena kekalahan itu pasukan Persia telahdihinggapi
rasa takut yang demikian rupa. Keadaan mereka makin kacau balau dan moral
mereka pun berangsur merosot, maka dalam menghadapi keadaan mereka demikian itu
taka da jalan lain Umar harus segera mengambil langkah. Ia mengerahkan
kekuatannya di wilayah-wilayah itu sampai mereka tunduk semua keapada
kekuasaanya dan taka ada lagi sisa-sisa yang akan mengadakan perlawanan, dan
jangan pula ada pangeran-pangeran mereka yang akan berangan-angan seperti yang pernah
terjadi, oleh karena itu dia sendiri yang menyusun brigade-brigade untuk mereka
yang diberi tugass menjelajahi seluruh kawasan Persia: pimpinan brigade
Khurasan diserahkan kepada ahnaf bin Qais, brigade Ardasyir dan Shapur kepada
Mujasyi’ bin Mas’ud as-Sulami, brigade Istakhr kepada Usman bin Abil-As-Saqafi,
brigade Darabgird kepada Sariah bin kepada Asim bin Amr dan brigade Mukran
kepada Hakam bin Amr at-Taglabi dengan perintah mereka harus bersiap-siap
berangkat ke kota-kota dan kawasan-kawasan itu.
8)
Menaklukkan Isfahan
Setelah kemenangan Nawahand,
Khalifah Umar dari Madinah memerintahkan sebagian pasukan Islam utnuk bergerak
menuju Isfahan dan Rayy. Umar menunjuk Abdullah ibn Abdullah ibn Utbah untuk
mengepalai pasukan menuju Isfahan serta menunjuk Nu’aim ibn Muqarram, adik
panglima Nu’man ibn Muqarrin, untuk mengepalai pasukan menuju Rayy.Ketika
mengetahui rencana pergerakan pasukan Islam menuju Rayy, Kisra Yazdgerd yang
sedang berada dikota tersebut segera melarikan diri ke kota Isfahan. Ketika itu
ia mengetahui bahwa pasukan Islam lainnya tengah menuju Isfahan, Yazdgerd pun
melanjutkan pelariannya hingga ke Kirman. Sebelumnya, di balairung kekhalifahan
di Madinah, Khalifah Umar terlebih dahulu meminta pendapat para sahabat tetua
terkait pengejaran lanjutan ke Isfahan dan Rayy ini. Umar juga meminta pendapat
Hormuzan, mantan panglima Persia yang kini memeluk Islam. Pasukan Abdullah
telah tiba dan mengepung Isfahan, kota yang dikelilingi julangan benteng.
Setelah pengepungan berjalan beberapa lama, penduduk kota akhirnya memilih
berdamai dan membayar jizyah.
9)
Menaklukkan Hamadan dan
Rayy
Khalifah Umar juga memerintahkan
Nu’aim ibn Muqarrin dan Qa’qa’ untuk mengejar sisa pasukan Persia yang
melarikan diri ke Hamadan dan Rayy. Nu’aim dan pasukannya segera melaju ke
Hamadan, dan dapat meanklukkan kota tersebut dengan mudah. Para penduduk kota
memilih berdamai. Nu’aim bersama pasukannya lalu melanjutkan perjalanan untuk
menaklukkan Rayy. Namun sepeninggal Nu’aim, Hamadan kembali bergejolak. Bahkan,
pertahanan Panglima Qa’qa ibn Amr dengan pasukan kecilnya, semakin terdesak.
Kondisi tersebut memaksa Nu’aim utnuk kembali ke Hamadan dan memadamkan
pergolakan.Sementara itu, kembalinya Nu’aim ke Hamadan dimanfaatkaan dengan
baik oleh pihak Persia. Utusan-utusan rahasia dari Rayy dan Dailam melakukan
pertemuan dengan penguasa Azerbaijan, Isfandiar, yang masih saudara Rustam panglima
Persia yang wafat di perang Qadisiah. Maka terjadilah pemusatan kekuatan Persia
di pegunungan Waj-Ruz anatara pasukan Rayy yang dipmpin Zabandi, pasukan Dailam
yang dipimpin Mawta, dan pasukan Azerbaijan yang dipimpin Isfandiar. Nu’aim dan
12.000 pasukannya segera bergerak ke Waj-Ruz. Di pegunungan itulah meletus
pertempuran sengit. Kekuatan Persia akhirnya porak poranda dan nyaris semua
prajuritnya binasa. Kekuatan Rayy dan Dailam pun berpindah ke tangan pasukan Islam.
Di lain pihak, pasukan muslim yang dipimpin Panglima Barrak Ibn Azib dan
Panglima Hanzhala ibn Zaid, bergerak mengepung abhar. Abhar yang terkepung
memeilih opsi berdamai dengan pasukan Islam. Selepas itu, pasukan Islam pun
maju ke Kazwin dan Zanjan. Namun, seperti halnya abhar, kedua kota benteng
tersebut pun menyatakan tunduk kepada Islam dan memilih untuk berdamai.
10)
Menaklukkan Qom,
Bistham, Jurjan, dan Tabaristan
Setelah berhasil menaklukkan
Hamadan, Rayy, dan sekitarnya, Umar memerintahkan saudara Nu’aim ibn Muqarrin,
yaitu Suwaid ibn Muqarrin, untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang belum
dikuasai. Suwaid dan pasukannya pun bergerak menuju beberapa kota, seperti Qom,
Bistham, dan Jurjan. Ketiga kota tersebut tidak melakukan perlawanan dan
menyatakan tunduk di bawah kekuasaan Islam. Kondisi tersebut membuat penguasa
wilayah Tabaristan, yang berbatasan langsung dengan ketiga kota itu, memilih
opsi damai. Ia pun mengirim utusannya utnuk menjumpai Suwaid dan menyatakan
menyerah dengan damai.
11)
Menaklukkan Azerbaijan
dan Armenia
Setelah menaklukkan Hamadan dan
Rayy, Nu’aim ibn Muqarrin mengutus Bukair ibn Abdullah untuk segera bergerak ke
Azerbaijan. Ia pun ditemani Sammak ibn Kharsyah. Di lain pihak, Isfandiar
penguasa Azerbaijan, berusaha mempertahankan wilayah kekuasaanya. Pertempuran
kecil pun terjadi, tetapi pada akhirnya Isfandiar berhasil ditangkap bersamaan
dengan kekalahan pasukan Azerbaijan. Setelah penaklukkan Azerbaijan, bantuan
pasukan Islam dari Bashrah yang dipimpin Suraqah ibn Amr menyusul dating dan
bertemu dengan pasukan Bukair. Atas restu Khalifah Umar di ibu kota, Suraqah
dan pasukannya memutuskan untuk bergerak menuju Armenia bagian timur. Setibanya
pasukan Islam di perbatasan Armenia, penguasa wilayah itu, Bagratid, memilih
berdamai. Hingga tahun 23 H (644 M), seluruh wilayah kekaisaran Persia dapat
dikuasai. Yazdgerd sendiri melarikan diri ke arah timur, menuju Merv, dan
hingga akhirnya wafat pada masa pemerintahan Khalifah Usman ibn Affan.
d.
Perluasan
Wilayah Islam ke Mesir
Bangsa Romawi telah menguasai
Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber
pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga
menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. Mesir
pada saat itu adalah wilayah di bawah kekuasaan Romawi yang paling strategis
baik dari segi politik, ekonomi, maupun agama. Namun masyarakat Mesir mengalami
keresahan karena tekanan dari penguasa Romawi dan pertikaian antar sekte agama.
Amr bin Ash meminta izin Khalifah
Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena
pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya,
permintaan itu dikabulkan. Bagi
umat Islam Mesir memiliki arti penting, karena wilayahnya yang strategis,
tanahnya yang subur, dan merupakan pertahanan terkhir Romawi diseberang
lautan dan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan kekuasaan Islam.
Atas dasar pertimbangan tersebutlah maka, Mesir harus ditaklukkan.
Penaklukkan Mesir dimulai sejak tajun 639 M. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu
suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan
sangat mengaharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil
menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar bin Khatab memberangkatkan
pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin
Ash. Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya
tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di
pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu
dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu
demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia
juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung. Iskandariah
(ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam
di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah
sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan
Mesir. Dengan
ditaklukkannya kota Iskandariyah yang menjadi ibu kota Mesir saat itu, maka
Mekaukis penguasa Mesir saat ditaklukkan bersedia membayar Jizyah dengan
posisinya sebagai ahlul az-zimmah, peristiwa ini terjadi pada tahun 642 M. Pada
tahun berikutnya kota-kota di pantai dapat ditundukkan , seperti kota :
Al-Amin, Matruh, hingga Tripoli. Dengan jatuhnya Iskandariah
ini, maka sempurnalah penaklukan
atas Mesir. Ibu kota
negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin
Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armeni,
Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Kedatangan pasukan Islam disambut baik oleh
penduduk setempat, mereka lebih senang dibawah perlindungan Islam, mereka
menginginkan adanya kebebasan dalam beragama. Penduduk mesir
ketika itu sudah mendengar harumnya nama pasukan Islam. Berita yang mereka dengar itu mengenai
sikap-sikap pasukan Islam, yaitu:
a) Pasukan Islam bersikap pembebas dari segala
penindasan.
b) Pandai menyesuaikan diri dan peramah dalam bergaul.
c) Memberi kemerdekaan beragama kepada semua penduduk dan
menghoramati agama lain.
No comments:
Post a Comment