Saturday 24 December 2016

Ekspansi Khalifah Umar bin Khattab (Kisah Sahabat)

 
KISAH SAHABAT / KISAH ISLAMI

Umar bin Khattab melanjutkan perluasan daerah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar sampai selesai hingga ke Mesir.
a.      Perluasan Islam ke Syiria dan jatuhnya kota Damaskus
Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi perluasan daerah kekuasaan dan dakwah Islam pertama terjadi di ibu kota Syiria, yaitu Damaskus jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, maka seluruh daerah Syria jatuh di bawah kekuasaan dan dakwah Islam. Ketika khalifah Abu bakar, ekspansi ke wilayah ini sudah ada tetapi belum tuntas secara keseluruhan, perjuangan ini dihalangi oleh datangnya ajal Abu Bakar untuk menghadap Allah SWT. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya.
            Setelah terpilih, Umar mengambil alih komando besar atas pasukan muslim. Mula-mula Umar mengganti Khalid ibn Walid dengan Ibn Ubaidah ibn al-Jarrah. Umar memerintahkan mereka untuk menunda perhatiannya atas pella-tempat sebagian pasukan Bizantium yang kalah perang bersembunyi dan lebih terkonsentrasi untuk bergerak menuju Damaskus. Karena letaknya yang strategis, yaitu dijalur utama dagang dunia, di dekat pesisir Levantina (Medeterania Timur), Damaskus pernah dikuasai berbagai imperium dunia, seperti Akkadia, Ibrani, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, dan Arab Islam. Pasukan Islam bergerak menuju kota bergerbang tujuh itu. Mendengar kabar itu, kaisar Heraklius mundur ke Emesa. Umar memerintahkan untuk mendahulukan Damaskus daripada Pella sekalipun jarak pella lebih memungkinkan untuk lebih dahulu dijangkau karena Damaskus adalah kunci utama menaklukkan kota-kota Suriah lainnya., bahkan juga kota-kota palestina dan pesisir Levantina sekaligus sebagai pintu gerbang menuju Emesa (Himsh) dan Antiokia dari arah Selatan. Umar juga menempatkan pasukan disetiap pintu gerbang itu; pasukan Khalid ibn al-Walid di gerbang Timur (bab as-syarq), Amr ibn al-Ash di gerbang Thomas (bab thuma), Abu Ubaidillah di gerbang Jabiyyah, dan Yazid ibn Abi Sufyan digerbang Faradis. Umar juga memerintahkan beberapa pasukan untuk di utara Damaskus yang menjadi jalan terusan menuju Emesa untuk berjaga-jaga jika Heraklius mengerahkan pasukannya secara tiba-tiba dari kota tersebut. Setelah menjalani pengepungan selama enam bulan, Damaskus akhirnya dapat ditaklukkan, tepat pada tahun 635 M. Mula-mula Khalid yang pertama kali berhasil membuka sisi timur benteng kota itu, kemudian disusul Abu Ubaidillah di sisi gerbang yang lain. Tak ada perlawanan berarti dalam usaha penaklukkan kota itu. Kebanyakan masyarakat Damaskus justru lebih memilih berdamai dan menyerahkan sepenuhnya kota tersebut kepada otoritas Islam. Negosiasi antara penduduk kota dan pihak Islam pun berjalan dengan lancer, beberapa perjanjian dan persyaratan dibuat. Pihak Islam pun memberikan jaminan keamanan kepada seluruh penduduk kota sebagai kompensasi dari jizyah yang ditetapkan.
b.      Perluasan Islam ke Palestina
            Palestina adalah tanah pusaka bagi sejarah peradaban manusia. Palestina adalah wilayah suci yang diberkahi, tempat sejarah kehidupan nabi-nabi terjadi Iberahim, Ishak, Yakub, Dawud, Sulaiman, Ilyasa dan para pengikut Musa, juga Isa al-Masih, sekaligus Muhammad yang berisra.
Pada tahun 635 M, atas titah Khalifah Umar di Madinah, Amr ibn al-Ash dan Syarhabil ibn Hasanah beserta pasukannya bergerak menuju palestina. Pasukan Islam bergerak melalui Golan (jaulan), daerah pegunungan yang subur, hijau, rimbun, dan sejuk di perbatasan Suriah dan Palestina. Keindahan panorama pegunungan Golan tak tertandingi. Di situlah pasukan Islam berhenti untuk beristirahat sejenak. Dari Golan, Amr dan pasukannya memasuki Galileia, sebuah kawasan hijau dan subur di bagian utara Palestina. Amr dan pasukannya tak mendapat  banyak kesulitan ketika menaklukkan kota-kota sepanjang Galileia. Mereka hanya mendapat perlawanan kecil dari pihak Bizantium yang masih tersisa. Setelah penaklukkan, Amr dan pasukan Islam memberi jaminan keamanan dan kepemilikan kepada seluruh rakyat galileia, lalu bergerak ke Yerussalem. Sementara itu, Yazid ibn Abi Sufyan dan adiknya, Mu’awiyah yang ditugaskan untuk menaklukkan sepanjang pesisir pantai levantina , membagi pasukan ke dua arah; arah utara dipimpim Mua’wiyah dan arah selatan dipimpin Yazid. Di utara pasukan Islam berhasil menaklukkan Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia di utara Suriah hingga akhir tahun 635 M 15 H). Pasukan Islam yang bergerak ke arah selatan juga berhasil menaklukkan satu per satu kota Bandar di sepanjang pesisi itu Sidon, Acre, hingga Haiva di bagian provinsi Palestina.
Saat mengetahui pasukan Islam yang dipimpin Amr ibn al-ash bersama syarrhabil ibn Hasanah tengah bergerak ke arah Palestina, pangeran Konstantin II segera mempersiapkan pasukan dan memanggi bala bantuan dari Siprus dan  Konstantinopel dan mengangkat Artavon (Arthabon) sebagai panglima. Sementara itu, pasukan Yazid yang telah menaklukkan Haiva segera bergabung dengan pasukan Amr, untuk kemudian bersama-sama menuju Yerussalem. Saat melintasi Ajnain, pasukan Islam bertemu dengan pasukan Bizantium dari Caesarea. Pertempuran pun pecah sedahsyat perang Yarmuk dulu. Dalam pertempuran itu, pihak Bizantium kembali dikalahkan. Artavon, panglima perang dari Caesarea, beserta beberapa yang tersisa lantas melarikan diri menuju Yerussalem.
Musim dingin tahun 636 M telah tiba. Pasukan Islam telah tiba di sisi kota kuno itu dan melangsungkan pengepungan kota sepanjang musim dingin. Khalifah Umar memerintahkan Abu Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah, yang telah berhasil menaklukkan seluruh wilayah suriah dan pesisir Levantina, untuk segera bertolak ke Yerussalem dan bergabung dengan pasukan Amr. Di balik benteng, di dalam gereja, panglima Artavon dan Patriach Suphronius, uskup agung gereja Yerussalem, tengah berdebat sengit. Artavon bersikeras menginginkan Yerussalem tetap dipertahankan dari penaklukkan pasukan Islam, sekalipun harus mengobarkan peperangan di dalam kota suci itu. Sementara Sophronius menganggap bahwa pendudukan dari orang-orang Islam adalah penjelmaan dari kehendak Tuhan yang dikirimkan untuk mengakhiri kekuasaan orang-orang Bizantium. Sopphoronius lebih memilih bernegosiasi dan menyerahkan Yerussalem kepada pihak Islam dengan jalan damai.
Orang-orang yang berkumpul di gereja dan mengikuti jalannya perdebatan, akhirnya lebih mengikuti pendapat sang Uskup. Mereka setuju jika yerussalem diserahkan dengan jalan damai. Maka, salah seorang utusan dikirim untuk menemui pihak Islam di luar benteng.
Utusan itu datang membawa syarat-syarat penyerahan kota, yaitu tidak akan ada pengangkatan senjata, diizinkan sisa-sisa pasukan Bizantium untuk berangkat ke Mesir, dan penyerahan Yerussalem diterima secara langsung oleh pemimpin tertinggi umat Islam, khalifah Umar. Abu Ubaidah menerima syarat-syarat tersebut. Ia pun mengundang Khalifah Umar ke Yerussalem untuk menerima penyerahan kota tersebut. Saat itu, Umar berada di Jabiyah, di selatan Damaskus untuk sebuah pengaturan administratif. Perutusan Abu Ubaidah dari Yerussalem datang menghadap Umar, menyampaikan undangan dan pesan-pesan, untuk kemudian segera kembali dengan membawa surat dari khalifah. setelah jatuhnya kota Baitul Maqdis berarti seluruh daerah Syiria jatuh ke tangan Islam. Tahun 15 H/636 M pasukan Islam berhasil memperoleh kemenangan mereka atas Al-Quds dan negeri Syam. Umar datang sendiri ke Palestina dan menerima kunci-kunci gerbang Al-Quds.\
c.       Perluasan Islam ke Iraq dan Persia (Iran)
Setelah Syiria dan Palestina dapat dikuasai, maka khalifah Umar Bin Khattab melanjutkan usahanya untuk memperluas pengaruh Islam ke Irak dan Persia. Sebenarnya Irak sudah dapat dikuasai oleh tentara Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar di bawah komando panglima Khalid Bin Walid. Akan tetapi ketika pasukan Khalid meninggalkan Irak dan membantu pasukan Islam lainnya di Syiria, kesempatan itu dipergunakan oleh orang-orang Persia untuk mengusir umat Islam keluar dari Irak di bawah pimpinan panglima Rustum. Oleh karena itu, Umar Bin Khattab mengirim Sa'ad Bin Abi Waqqash untuk menundukan kembali Irak dan Persia. Setelah melalui peperangan yang dahsyat, akhirnya Irak dan Persia dapat dikuasai kembali pada tahun 21 H.
Dalam perang, Nahawand dan Qadisia kemudian juga ditaklukan. Jatuhnya Qadisia merupakan pertanda kemenangan besar bagi tentara Islam karena kota ini merupakan pusat terakhir tentara Yazdazird, Kisra Persia. Sejak saat itu, perkembangan Islam di Persia menjadi semakin maju karena memadukannya dengan ajaran Islam yang telah mereka anut.
Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. tentara Islam selalu terdesak oleh pasukan Kisra Yazdajird III karena pasukan Islam di Persia hanya sedikit. Pasukan Islam lain di pusatkan di Syiria dan setelah pertempuran di Syiria selesai, maka pasukan Islam dipusatkan di Persia untuk menyelesaikan perang. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Perang dimulai dari kota Cadesia dan setelah kemenangan di Cadesia tahun 16 H/636M,  pasukan Islam berturut-turut mengalahkan kota-kota Jalula tahun 17 H/638 M, Madain (ibu kota Persia) tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M serta mengalahkan Kisra Yazdajird III dalam keadaan tewas.
1)      Pertempuran besar Qadisiah (Qadisiyah)
Pasukan persia, di bawah pimpinan Argabadz Rustam, mulai meninggalkan ibukota Ctesiphon (Mada’in) di sebelah timur, menyeberangi sungai Tigris, melintasi daratan hijau Jazirah yang subur, menyeberangi sungai Eufrat, melewati Hira, lalu terus bergerak menuju arah pertahanan pasukan Islam di lembah Qadisiah. Kedua pasukan kini telah bertemu dan berhadapan. Pasukan Islam berjumlah 8.000 orang, pasukan Persia 60.000 orang. Bala bantuan pasukan Islam dari Suriah rupanya belum datang. Kedua pasukan kini sama-sama menunggu pekik kumandang takbir, bunyi lengking terompet perang, dan perintah menyerbu dari komandan masing-masing. Hingga bunyi terompet perang pun terdengar nyaring dari pihak Persia. Pasukan Islam menyambutnya dengan kumandang takbir yang menggelegar. Kedua pasukan sama-sama bergerak dan merengsek maju. Pertempuran pun pecah dan berkecamuk dengan dahsyat, dan berlangsung empat hari lamanya. Ditengah-tengah kondisi yang demikian berkecamuk, bala bantuan Islam dari Suriah datang. Mereka segera menggabungkan diri dengan pasukan Islam. Pertempuran Qadisiah berakhir dengan kemenangan pasukan Islam. Di Madinah, Khalifah Umar menunggu kabar perang tersebut dan gelisah. Maka, ia memutuskan untuk berangkat hingga sampai di luar kota Madinah dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan Umar bertemu seorang penunggang kuda. Ia adalah utusan panglima Sa’ad dari Qadisiah untuk mengabarkan kemenangan pihak Islam di Qadisiah kepada Khalifah Umar di Madinah.
2)      Menaklukkan Ibu kota Ctesiphon (Mad’in)
Atas perintah khalifah Umar, sebagian pasukan Islam di Qadisiah diperintahkan untuk mengejar sisa-sisa pasukan Persia yang melarikan diri ke arah Timur, sebagian mereka bertahan di kota kecil Babil, dan sebagian lainnya pergi hingga ke Ctesipphon (mada’in), ibu kota kekaisaran Persia di seberang sungai Tigris. Sa’ad dan pasukannya segera bergerak ke timur menuju babil untuk kemudian ke Mada’in. babil adalah ibukota di persimpangan sengai Eufrat yang berdiri di dekat reruntuhan kota Babilonia, kota kuno yang menatahkan dongeng tengn Raja Hamurabi, Nebukadnezar, hingga taman gantungnya yang demikian melegenda. Dimota itu, paukan Persia telah mebuat parit-parit pertahanan untuk menghadapi kedatangan pasukan Islam. Sa’ad lalu memerintahkan pasukannya untuk berhenti pada garis yang sekiranya mereka tak terkena serangan panah pasukan Persia. Sa’ad juga mulai kembali mengatur siasat perang. Sa’ad memerintahkan pasukannya untuk menggali saluran air dari sungai Eufrat yang diarahkan pada parit Persia. Pasukan Islam pun mengalirkan air sungai yang deras itu hingga membanjiri parit-parit pasukan Persia. Pada saat yang sama, pasukan Islam langsung menyerbu pihak Persia yang tengah kacau dan kehilangan pertahanan, babil pun segera jatuh dan dapat dikuasai.
3)      Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Atas perintah Khalifah Umar dari Madinah, Qa’ad ibn Amr lantas bergerak menuju Hulwan untuk melakukan pengejaran. Setiba di Hulwan, pasukan Islam tidak mendapati perlawanan. Penduduknya memilih berdamai dan membayar jizyah. Setelah sepenuhnya menguasai Hulwan, Khalifah Umar dari Madinah menginstruksikan pasukan Islam untuk segera bergerak ke Masabazan dibawah pimpinan Dharar ibn al-Khathab al-Fihri. Mereka beranjak kea rah timur menuju kota Masabazan, wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di anatara Hulwan dan kota besar Jundal Saphur. Sementara itu, panglima Hormuzan rupanya telah mempersiapkan perlawanan dengan sisa-sisa kekuatan yang ada. Dharar dan pasukannya pun langsung menggempur pihak Persia. Pertempuran kecil tidak berimbang itu pun segera berakhir dan dimenangkan pasukan Islam. Hormuzan kembali melarikan diri ke-wilayah pegunungan Ahwaz, sementara sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Dharar memerintahkan sebagian pasukan Islam untuk mengejar mereka dan menyerukan titah menyerah. Maka, mereka pun berbondong-bondong kembali turun ke Masabazan dan menyepakati perjanjian damai.
4)      Menaklukkan Ahwaz
Ahwaz berbatasan langsung dengan Aljibal di utara, khurasan timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah Ahwaz terdapat kota-kota strategis, seperti Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur. Penjelasan tentang Ahwaz pun disampaikan oleh Sa’ad kepada khalifah Umar, juga kabar Hormuzan yang berkhianat, Umar memberikan izin kepada pasukannya untuk melakukan serangan ke wilayah Ahwaz dan sisa wilayah Persia lainnya. Dari Madinah, khalifah Umar memberikan izin kepada Sa’ad. Setelah itu, Sa’ad dan pasukan Islam bergerak menyisir berbagai penjuru wilayah Ahwaz dengan membagi kelompok pasukan. Sa’ad juga meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghaazwan dari kota Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaizan, Manazhir, dan Nahrtiri. Hingga tibalah pasukan Islam dikota Suq al-Ahwaz di tepian sungai Tigris. Di kota inilah panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah ibn Ghazwan pun menerima permintaan damai dari Hormuzan lalu menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam ibn Kain at-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala ibn Muraiths untuk kota Nahrtiri hingga Suq al-Ahwaz.
Namun, mendadak Hormuzan mengkhianati janji damai yang dahulu ia ikrarkan sendiri. Hormuzan menyulut kerusuhan dan membunuh beberapa rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang kurdi. Suq al-Ahwaz pun kembali bergolak. Utbah segera melaporkan keadaan ini kepada Sa’ad, dan langsung mengabari Khalifah Umar. Lalu datanglah perintah dari madinah untuk menumpas pengkhianatan Hormuzan beserta bala bantuan di bawah pimpinan Haqush ibn Zuhair. Pertempuran kembali pecah di kota Suq al-Ahwaz. Pasukan Islam dapat dengan mudah menekuk pasukan Hormuzan. Dalam peperangan singkat itu, Hurmozan kembali berhasil meloloskan diri menuju Tustar. Suq al-Ahwaz kini dapat sepenuhnya dikuasai. Khalifah Umar memerintahkan untuk mengejar Hurmozan, dan menunjuk Juz ibn Muawiyah untuk mengepalai pasukan pengejar itu.
5)      Menaklukkan Tustar
Hitungan tahun Hijriyah sudah memasuki angka ke-18 (639 M). Di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Dari pelariannya di Rayy, kIsra Yezgerd memanggil segenap bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persipolis,Mer, Nahawand, dan Khurasan. Mengetahui hal ini, Khalifah Umar dari Madinah kembali memerintahkan panglima besar Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan perang dan bergerak menuju Tustar. Umar juga memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, dibawah pimpinan Abu Musa al-Asy’ari di Bashrah, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl ibn Adi, juga pasukan Nu’man ibn Muqarrin dari Ahwaz. Pengepungan kota Tustar yang dikelilingi benteng itu berlangsung beberapa bulan. Selama itu pula terjadi beberapa kali peperangan. Hingga pada suatu hari, pasukan Islam berhasil menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka pun memasukinya tanpa diketahui pihak Persia, sehingga berhasil membukakan pintu pintu gerbang utama. Seketika itu pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang segera berhamburan. Pasukan Persia yang berada di dalam rupanya tak dapat berkutik oleh serangan dadakan itu, Panglima Hormuzan akhirnya ditawan dan diserahkan kepada khalifah Umar.
6)      Menaklukkan Sussa dan Jundai Saphur
Sementara itu, sisa pasukan Persia yang selamat dari pertempuran Tustar pergi melarikan diri ke Sussa dan Jundai Saphur. Pasukan Islam segera mengejar mereka di bawah komando Nu’man, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abu Sabrah. Perjalanan dari Tustar ke Sussa tidak membutuhkan waktu lama, karena jarak keduanya tidak jauh. Setiba di Sussa, pasukan Islam tidak mendapat perlawanan dari Persia. Para penduduk kota memilih berdamai. Setelah menunggu instruksi dai Khalifah Umar di Madinah, pasukan Islam segera bergerak kembali menuju Jundai Saphur, kota besar dan pusat ilmu pengetahuan, sekaligus tempat bertemunya tradisi dan peradaban Persia dengan Yunani. Kali ini pasukan Islam dipimpin oleh panglima Zarruh ibn Abdillah dan Aswad ibn Rabi’ah. Seperti halnua Sussa, Jundai Saphur juga ditaklukkan dengan mudah. Para penduduk kota juga lebih memilih berdamai.
7)      Pertempuran Besar Nahawand
Pasukan Islam berhasil memenangkan pertempuran di Nahawad. Kerena kekalahan itu pasukan Persia telahdihinggapi rasa takut yang demikian rupa. Keadaan mereka makin kacau balau dan moral mereka pun berangsur merosot, maka dalam menghadapi keadaan mereka demikian itu taka da jalan lain Umar harus segera mengambil langkah. Ia mengerahkan kekuatannya di wilayah-wilayah itu sampai mereka tunduk semua keapada kekuasaanya dan taka ada lagi sisa-sisa yang akan mengadakan perlawanan, dan jangan pula ada pangeran-pangeran mereka yang akan berangan-angan seperti yang pernah terjadi, oleh karena itu dia sendiri yang menyusun brigade-brigade untuk mereka yang diberi tugass menjelajahi seluruh kawasan Persia: pimpinan brigade  Khurasan diserahkan kepada ahnaf bin Qais, brigade Ardasyir dan Shapur kepada Mujasyi’ bin Mas’ud as-Sulami, brigade Istakhr kepada Usman bin Abil-As-Saqafi, brigade Darabgird kepada Sariah bin kepada Asim bin Amr dan brigade Mukran kepada Hakam bin Amr at-Taglabi dengan perintah mereka harus bersiap-siap berangkat ke kota-kota dan kawasan-kawasan itu.
8)      Menaklukkan Isfahan
Setelah kemenangan Nawahand, Khalifah Umar dari Madinah memerintahkan sebagian pasukan Islam utnuk bergerak menuju Isfahan dan Rayy. Umar menunjuk Abdullah ibn Abdullah ibn Utbah untuk mengepalai pasukan menuju Isfahan serta menunjuk Nu’aim ibn Muqarram, adik panglima Nu’man ibn Muqarrin, untuk mengepalai pasukan menuju Rayy.Ketika mengetahui rencana pergerakan pasukan Islam menuju Rayy, Kisra Yazdgerd yang sedang berada dikota tersebut segera melarikan diri ke kota Isfahan. Ketika itu ia mengetahui bahwa pasukan Islam lainnya tengah menuju Isfahan, Yazdgerd pun melanjutkan pelariannya hingga ke Kirman. Sebelumnya, di balairung kekhalifahan di Madinah, Khalifah Umar terlebih dahulu meminta pendapat para sahabat tetua terkait pengejaran lanjutan ke Isfahan dan Rayy ini. Umar juga meminta pendapat Hormuzan, mantan panglima Persia yang kini memeluk Islam. Pasukan Abdullah telah tiba dan mengepung Isfahan, kota yang dikelilingi julangan benteng. Setelah pengepungan berjalan beberapa lama, penduduk kota akhirnya memilih berdamai dan membayar jizyah.
9)      Menaklukkan Hamadan dan Rayy
Khalifah Umar juga memerintahkan Nu’aim ibn Muqarrin dan Qa’qa’ untuk mengejar sisa pasukan Persia yang melarikan diri ke Hamadan dan Rayy. Nu’aim dan pasukannya segera melaju ke Hamadan, dan dapat meanklukkan kota tersebut dengan mudah. Para penduduk kota memilih berdamai. Nu’aim bersama pasukannya lalu melanjutkan perjalanan untuk menaklukkan Rayy. Namun sepeninggal Nu’aim, Hamadan kembali bergejolak. Bahkan, pertahanan Panglima Qa’qa ibn Amr dengan pasukan kecilnya, semakin terdesak. Kondisi tersebut memaksa Nu’aim utnuk kembali ke Hamadan dan memadamkan pergolakan.Sementara itu, kembalinya Nu’aim ke Hamadan dimanfaatkaan dengan baik oleh pihak Persia. Utusan-utusan rahasia dari Rayy dan Dailam melakukan pertemuan dengan penguasa Azerbaijan, Isfandiar, yang masih saudara Rustam panglima Persia yang wafat di perang Qadisiah. Maka terjadilah pemusatan kekuatan Persia di pegunungan Waj-Ruz anatara pasukan Rayy yang dipmpin Zabandi, pasukan Dailam yang dipimpin Mawta, dan pasukan Azerbaijan yang dipimpin Isfandiar. Nu’aim dan 12.000 pasukannya segera bergerak ke Waj-Ruz. Di pegunungan itulah meletus pertempuran sengit. Kekuatan Persia akhirnya porak poranda dan nyaris semua prajuritnya binasa. Kekuatan Rayy dan Dailam pun berpindah ke tangan pasukan Islam. Di lain pihak, pasukan muslim yang dipimpin Panglima Barrak Ibn Azib dan Panglima Hanzhala ibn Zaid, bergerak mengepung abhar. Abhar yang terkepung memeilih opsi berdamai dengan pasukan Islam. Selepas itu, pasukan Islam pun maju ke Kazwin dan Zanjan. Namun, seperti halnya abhar, kedua kota benteng tersebut pun menyatakan tunduk kepada Islam dan memilih untuk berdamai.
10)    Menaklukkan Qom, Bistham, Jurjan, dan Tabaristan
Setelah berhasil menaklukkan Hamadan, Rayy, dan sekitarnya, Umar memerintahkan saudara Nu’aim ibn Muqarrin, yaitu Suwaid ibn Muqarrin, untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang belum dikuasai. Suwaid dan pasukannya pun bergerak menuju beberapa kota, seperti Qom, Bistham, dan Jurjan. Ketiga kota tersebut tidak melakukan perlawanan dan menyatakan tunduk di bawah kekuasaan Islam. Kondisi tersebut membuat penguasa wilayah Tabaristan, yang berbatasan langsung dengan ketiga kota itu, memilih opsi damai. Ia pun mengirim utusannya utnuk menjumpai Suwaid dan menyatakan menyerah dengan damai.
11)    Menaklukkan Azerbaijan dan Armenia
Setelah menaklukkan Hamadan dan Rayy, Nu’aim ibn Muqarrin mengutus Bukair ibn Abdullah untuk segera bergerak ke Azerbaijan. Ia pun ditemani Sammak ibn Kharsyah. Di lain pihak, Isfandiar penguasa Azerbaijan, berusaha mempertahankan wilayah kekuasaanya. Pertempuran kecil pun terjadi, tetapi pada akhirnya Isfandiar berhasil ditangkap bersamaan dengan kekalahan pasukan Azerbaijan. Setelah penaklukkan Azerbaijan, bantuan pasukan Islam dari Bashrah yang dipimpin Suraqah ibn Amr menyusul dating dan bertemu dengan pasukan Bukair. Atas restu Khalifah Umar di ibu kota, Suraqah dan pasukannya memutuskan untuk bergerak menuju Armenia bagian timur. Setibanya pasukan Islam di perbatasan Armenia, penguasa wilayah itu, Bagratid, memilih berdamai. Hingga tahun 23 H (644 M), seluruh wilayah kekaisaran Persia dapat dikuasai. Yazdgerd sendiri melarikan diri ke arah timur, menuju Merv, dan hingga akhirnya wafat pada masa pemerintahan Khalifah Usman ibn Affan.
d.       Perluasan Wilayah Islam ke Mesir
Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. Mesir pada saat itu adalah wilayah di bawah kekuasaan Romawi yang paling strategis  baik dari segi politik, ekonomi, maupun agama. Namun masyarakat Mesir mengalami keresahan karena tekanan dari penguasa Romawi dan pertikaian antar sekte agama.
Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan. Bagi umat Islam Mesir memiliki arti penting, karena wilayahnya yang strategis, tanahnya yang subur, dan merupakan pertahanan terkhir Romawi diseberang lautan  dan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan kekuasaan Islam. Atas dasar pertimbangan tersebutlah maka, Mesir harus ditaklukkan.  Penaklukkan Mesir dimulai sejak tajun 639 M.  Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengaharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar bin Khatab memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung. Iskandariah (ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Dengan ditaklukkannya kota Iskandariyah yang menjadi ibu kota Mesir saat itu, maka Mekaukis penguasa Mesir saat ditaklukkan bersedia membayar Jizyah dengan posisinya sebagai ahlul az-zimmah, peristiwa ini terjadi pada tahun 642 M. Pada tahun berikutnya kota-kota di pantai dapat ditundukkan , seperti kota : Al-Amin, Matruh, hingga Tripoli. Dengan jatuhnya Iskandariah   ini,   maka  sempurnalah  penaklukan   atas   Mesir.   Ibu   kota   negeri   itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armeni, Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Kedatangan pasukan Islam disambut baik oleh penduduk setempat, mereka lebih senang dibawah perlindungan Islam, mereka menginginkan adanya kebebasan dalam beragama. Penduduk mesir ketika itu sudah mendengar harumnya nama pasukan Islam. Berita yang mereka dengar itu mengenai sikap-sikap pasukan Islam, yaitu:
a) Pasukan Islam bersikap pembebas dari segala penindasan.
b) Pandai menyesuaikan diri dan peramah dalam bergaul.
c) Memberi kemerdekaan beragama kepada semua penduduk dan menghoramati agama lain.

No comments: