Wednesday 21 December 2016

Ilmu Thabaqah Ar-Ruwah (Makalah Ulumul Qur'an)



Makalah

 
BAB II
PEMBAHASAN
ILMU THABAQAH AR-RUWAH


A.     Pengertian Ilmu Thabaqatur Ruwah
Ilmu thabaqah itu, termasuk bagian dari ilmu rijalul hadis, karena obyek yang dijadikan pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu hadis. Hanya saja masalahnya berbeda. Kalau di dalam  ilmu rijalul hadis para rawi dibicarakan secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima dan memberikan Al-Hadis dan lain sebagainya, maka dalam ilmu thabaqah, penggolongan para perawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan, sesuai dengan alat pengikatnya. Misalnya rawi-rawi yang sebaya umurnya, digolongkan dalam satu thabaqah dan para rawi seperguruan, mengikatkan diridalam satu thabaqah.[1]
Thabaqah secara bahasa berarti hal-hal, martabat-martabat, atau derajat-derajat. Seperti halnya tarikh, thabaqathjuga adalah bagian dari disiplin ilmu hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi hadits. Namun keadaan yang dimaksud dalam ilmu thabaqah  adalah keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud, antara lain :
1.      Bersamaan hidup dalam satu masa.
2.      Bersamaan tentang umur.
3.      Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
4.      Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.[2]
            Para ulama membuat ta’rif ilmu thabaqah, ialah:
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كُلِّ جَمَاعَةٍ تَشْتَرِكُ فِيْ أَمْرٍ وَاحِدٍ.
“Suatu ilmu pengetahuan yang dalam pokok pembahasannya diarahkan kepada kelompok orang-orang yang berserikat dalam satu alat pengikat yang sama.”
Misalnya ditinjau dari alat pengikatnya, yaitu penjumpaannya dengan Nabi (shuhbah), para sahabat termasuk dalam thabaqat pertama, para tabi’in termasuk dalam thabaqat ketiga dan seterusnya. Dasar penggolongan yang demikian ini, ialah sabda Rasulullah Saw:
خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِى ثُمِّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ. رواه البخارىومسلم
“Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian generasi orang-orang yang mengikutinya dan lalu generasi orang-orang yang mengikutinya dan lalu generasi orang-orang yang mengikutinya lagi.”[3]
            Dalam pengertian lain, menurut bahasa Thabaqat diartikan kaum yang serupa atau sebaya. Menurut istilah thabaqat adalah:
قَوْمٌ تَقَارَبُوْا فِى السُّنِّ وَالْاِسْنَادِ أَوْ فِي الْاِسْنَادِ.
Kaum yang berdekatan atau sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja.
            Thabaqat adalah kelompok  beberapa orang yang hidup dalam satu generasi atau satu masa dan dalam periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam periwayatan saja. Maksud berdekatan dalam isnad adalah satu perhuruan atau satu guru atau diartikan berdekatan dalam berguru. Jadi para gurunya sebagian periwayat juga para gurunya sebagian perawi lain. Misalnya thabaqat sahabat, thabaqat tabi’in, thabaqat tabi’it tabi’in, dan seterusnya. Kemudian thabaqat masing-masing ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa thabaqat lagi yang nanti akan dijelaskan pada pembahasannya.
B.     Tingkatan Generasi Perawi Hadits
            Menurut Ibnu Hajar Al-Asaqalani thabaqat para perawi hadis sejak masa sampai pada akhir periwayatan ada 12 thabaqat yaitu sebagai berikut:
1.      Sahabat dengan berbagai tingkatannya.
2.      Tabi’in senior seperti Sa’id bin Al-Musayyab.
3.      Tabi’in pertengahan  seperti Al-Hasan dan Ibnu Sirin.
4.      Tabi’in dekat pertengahan seperti Az-Zuhri dan Qatadah.
5.      Tabi’in yunior tetapi tidak mendengar dari seorang sahabat seperti Al-‘Amasy.
6.      Hadir bersama tabi’in yunior tetapi tidak bertemu  dengan seorang sahabat  seperti Ibnu Juraij.
7.       Tabi’ Tabi’in senior seperti Malik bin Anas dan Sufyan Ats-Tsauri.
8.      Tabi’ Tabi’in pertengahan seperti Ibnu Uyaynah dan Ibnu Ulayyah.
9.      Tabi’ Tabi’in yunior seperti Abu Dawud Ath-Thayalisi dan Asy-Syafi’i.
10.  Murid Tabi’ Tabi’in senior yang tidak bertemu dengan Tabi’in seperti Ahmad bin Hambal.
11.  Murid Tabi’ Tabi’in pertengahan dari mereka seperti Adz-Dzuhali dan Al-Bukhari.
12.  Murid Tabi’ Tabi’in yunior dari mereka seperti At-Tirmidzi.(4)

C.     Faedah Mempelajari Ilmu Thabaqah Ar-Ruwah
Faedah mengetahui thabaqah sahabat dan tabi’in adalah untuk mengetahui ke-muttashil-an atau ke-mursal-an suatu hadits. Sebab suatu hadits tidak dapat ditentukan sebagai hadits muttashil atau mursal, kalau tidak diketahui apakah tabi’iy yang meriwayatkan hadits dari shahaby itu hidup segenerasi atau tidak. Kalau seorang tabi’iy itu tidak pernah segenerasi dengan shahaby, sudah barang tentu hadits yang diriwayatkannya tidak muttashil, atau apa yang didakwakan sebagai sabda atau perbuatan Nabi itu adalah mursal.[5]
Untuk menghindarkan kesamaran antar dua nama atau beberapa nama yang sama atau hampir sama.[6]
D.     Thabaqah Sahabat, Tabi’in, Tabi’ Tabi’in
1.    Thabaah Sahabat
Menurut bahasa, sahabat adalah bentuk masdar dalam arti teman atau persahabatan . dari kata itulah di ambil istilah sa-shahaby dan as-shahib, bentuk jamaknya adalah ashab dan sahab. Yang sering digunakan adalah kata as-shahabah dengan makna teman-teman.
Menurut istilah, sahabat adalah orang yang bertemu dengan nabi saw. Sebagai seorang muslim dan telah meninggal dalam keadaan memeluk islam. Jika diantara pertemuaanya dengan nabi saw. Dan wafatnya itu, dia pernah keluar dari agama islam maka bertolak lah sahabat bagi orang tersebut.
Menurut ahlusunnah waljama’ah, semua sahabat adalah ‘adil, karena Allah Swt telah memuji mereka dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga memuji terhadap akhlak dan perbuatan mereka, dan pengorbanan mereka kepada Rasulullah baik harta dan jiwa mereka, hanya karena ingin mendapatkan balasan dan pahala dari Allah SWT.[7]
Untuk jumlah sahabat tidak ada keterangan yang pasti, ada yang mengatakan antara 100.000 orang, ada yang mengatakan 114.000 orang.[8]
Para penulis buku tentang shahabat berbeda-beda dalam menyebut tingkat-tingkat shahabat. Ibn Sa’d menjadikan mereka kedalam lima tingkat. Al Hakim menjadikan mereka kedalam dua belas tingkat. Sebagian ulama menjadikan mereka lebih dari itu. Perbedaan ini dikarnakan diantara mereka ada yang melihat dari segi masuk islam lebih dahulu atau dari segi hijrahnya, atau dilihat dalam keikutsertaan dalam berbagai peperangan penting. Namun yang populer adalah yang dikemukakan oleh al-Hakim yaitu :
Thabaqat pertama, ialah: sahabat yang masuk Islam pada permulaan Islam, seperti Khalifah empat dan Bilal bin Abi Rabah.
Thabaqat kedua, sahabat yang masuk Islam sebelum orang-orang Quraisy bermusyawarah di Darun Nadwah, untuk mencelakakan Nabi. Pada masa itu, telah ada segolongan sahabat yang mengangkat bai’ah, yaitu: setelah Umar ibn Khatab memeluk agama Islam. Beliau membawa Rasul kepada menerima bai’ah dari Sa’ied ibn Zaid dan Sa’ad ibn Abi Waqqash.
Thabaqat ketiga, Para sahabat yang berhijrah ke Habsyah, seperti Hathib ibn Umar, Suhail ibn Baidla, Abu Hudzaifah ibn Utbah.
Thabaqat keempat, sahabat-sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah pertama, seperti : Rafi’ ibn Malik, Ubadah ibn Shamit, dan Sa’ad ibn Zurarah.
Thabaqat kelima, sahabat-sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah yang kedua, seperti: Barra ibn Ma’mar, Jabir ibn Abdullah, Abdullah ibn Zubair, Sa’ad ibn Khaitsamah.
Thabaqat keenam, sahabat-sahabat yang berhijrah yang digelar dengan muhajirin, sebelum Nabi memasuki kota Madinah, yaitu sahabat-sahabat yang menyusuli Nabi di waktu Nabi masih di Quba’, seperti: Ibnu Salamah, Ibnu Abdul Asad, dan Amer ibn Rabi’ah.
Thabaqat ketujuh, sahabat-sahabat yang bertempur dalam perang Badr, yaitu sejumlah lebih dari 110 orang, seperti Hathib ibn Balta’ah dan Sa’ad ibn Mu’adz dan Al-Aswad.
Thabaqat kedelapan, sahabat-sahabat yang berhijrah ke Madinah setelah perang Badr, dan sebelum Hudaibiyah, seperti: Al-Mughirah ibn Syu’bah.
Thabaqat kesembilan , sahabat-sahabat yang turun mengadakan Bai’atur Ridlwan, seperti: Salamah ibn Al-Akwa’, Sinan ibn Abi Sinan dan Abdullah ibn Umar.
Thabaqat kesepuluh, sahabat-sahabat yang berhijrah, setelah perdamaian Hudaibiyah sebelum pengalahan Mekkah, seperti: Khalid ibn Walid dan Amer bin Ash.
Thabaqat kesebelas, sahabat-sahabat yang masuk Islam di masa pengalahan Makkah, seperti: Abu Sufyan, Hakim ibn Hazan dan Athab ibn ‘Asid.
Thabaqat ke dua belas, anak-anak yamh dapat melihat Nabi setelah pengalahan Mekkah dan Hajji wada’, sepetri: Sa’id ibn Yazid dan Abdullah ibn Tsa’labah. Inilah dua belas Thabaqat.
Berikut pembagian thabaqat ke dalam 5 thabaqat, yaitu:
a.    Badri, sahabat yang turut dalam peperangan Badr.
b.    Sahabat yang lebih dahulu masuk Islam, kebanyakannya ikut hijrah ke Habsyah dan menyaksikan peperangan Uhud dan sesudahnya.
c.    Sahabat yang dapat menyaksikan peperangan Khandaq.
d.   Sahabat yang memeluk Islam pada penaklukan Mekkah dan sesudahnya.
e.    Anak-anak dan budak-budak.[9]
2.    Tabi’in
Tabi'in adalah jamak dari kata tabi'i atau tabi' yang berarti mengikuti atau berjalan dibelakang. Menurut istilah Tabi'in adalah sebagai berikut :
هو من لقي صحابيا مسلما ومات على الإسلام
Adalah orang muslim yang bertemu dengan seorang shahabat dan mati dalam beragama islam.
Jumlah tabi'in tidak terhitung karena setiap orang muslim yang bertemu dengan seorang shahabat disebut tabi'in padahal shahabat yang ditinggalkan oleh rasulullah lebih dari seratus ribu orang. Para ulama juga berbeda dalam membagi thabaqat tabi'in tergantung dari segi tinjauan yang mereka pakai. Imam muslim misalnya membaginya kedalam tiga thabaqat, Ibn Sa'd membaginya 4 thabaqat, dan al-Hakim lebih banyak lagi yakni membaginya kedalam 15 thabaqat yang pertama  adalah orang yang bertemu dengan 10 orang yang digembirakan dengan  surga. Para ulama sepakat bahwa akhir masa tabi’in pada tahun 150 H dan akhir masa tabi’ tabi’in adalah 220 H. Tabi’in terakhir yang bertemu Abu Ath-Thufail Amir bin Watsilah di Mekah adalah Khalaf bin Khalifah (w. 181 H).[10]
Satu-satunya tabi'in yang berjumpa dengan 10 shahabat ahli surga itu ialah Qais bin Abi Hazim. Ibnu's-Shalah berkata bahwa Qais mendengar hadits dari 10 shahabat ahli surga tersebut dan meriwayatkannya. Tidak ada seorangpun tabi'ain yang meriwayatkan hadits dari 10 shahabat ahli surga, selain ia sendiri.
Menurut Hakim Abu Abdillah An-Naisabuy, selain Qais masih banyak tabi'in yang meiwayatkan dari shahabt sepuluh, seperti Utsman An-Nahdy, Qais bin Ubbad, Husain bin Al-Mundzir, Abi Wa'il dan Ibnu'l-Musayyab. Untuk yang terakhir ini banyak mendapat tantangan, disebabkan Ibnu'l-Musayyab itu baru dilahirkan pada waktu Khalifah Umar bin Khaththab menjabat Khalifah,. Dengan demikian sudah barang tentu ia tidak pernah bertemu dengan 10 shahabat yang telah wafat sebelum penobatan Umar bin Khaththab.
 Thabaqat terakhir, ialah mereka yang bertemu dengan Anas bin Malik, untuk yang berdiam di Bashrah, bertemu dengan Saib bin Yazid bagi mereka yang bertempat tinggal di Madinah, berjumpa dengan Abu Umamah bin 'Ajlan al-Bahily bagi mereka yang berdiam di Syam, bertemu dengan Abdullah bin Abi Aufa bagi mereka yang berdiam di Hijaz, dan berjumpa dengan Abu Thufail bagi mereka yang berdiam di Makkah.[11]
Dari segi masa hidupnya tabiin dapat dibagi menjadi tiga kategori (tingkatan), yaitu :
a.       Kibar  at-tabi’ỉn  (tabiin besar),  yaitu  tabiin yang  hidup s ebelum  akhir  abad pertama,  seperti  Ibrahim  bin  Yazid an - Nakha’i  (w. 95 H)   dan  Sa’id   bin Musayyab (15-94 H).
b.      Ausat at tabi’in (tabi’in pertengahan), yaitu  tabiin  yang  hidup antara awal dan pertengahan abad kedua, seperti Nafi Maula bin Amr (w.117H).
c.       Sigar at  tabiin  (tabiin kecil)  yaitu  tabiin  yang hidup sampai akhir abad kedua seperti Imam Asy Syafi’i.[12]
Di antara tabi’in yang paling utama menurut penduduk Madinah adalah Sa’id bin Al-Musayyah, menurut penduduk Kufah adalah Uways Al-Qarni, dan menurut penduduk Bashrah adalah Al-Hasan Al-Bashri.
Di antara mereka ada yang digolongkan mukhadramin (bentuk jamak) atau mukhadram adalah orang yang mendapati masa Jahiliyah dan masa Nabi, beriman kepada Nabi tetapi tidak melihatnya. Seperti Abu Raja’ Al-Utharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman An-Nahdi, dan Al-Aswad bin Yazid An-Nukha’i. Imam Muslim menghitung 20 orang, tetapi menurut pendapat yang shahih lebih dari 20 orang.[13]
3.    Tabi’ Tabi’in
Atba’ut – Tabi’in (pengikut Tabi’in), yaitu orang yang bertemu dengan Tabi’in, beriman kepada Nabi Saw  dan meninggal dunia dalam keadaan memeluk Islam, para ulama beranggapan bahwa Imam Malik Bin Anas dan Iman Syafi’i termasuk kedalam thabaqat ini. Sedangkan Imam Ahmad Bin Hanbal di anggap termasuk thabaqat sesudah Atba’ut – Tabi’in. sebab pada tahun 241 H. sedangkan periode Atba’ut – Tabi’in terakhir pada 220 H.[14]
E.     Kitab-Kitab Thabaqah
1.      At-Thabaqatu’l-Kubra karya Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ Al-Hafidh Katib Al-Waqidy (168-230 H).
2.      Thabaqatu’r-Ruwah karya Al-Hafizh Abu ‘Amr Khalifah bin Khayyath Asy-Syaibani (240 H).
3.      Thabaqatu’t-Tabi’in karya Imam Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy (204-261 H).
4.      Thabaqatu’l-Muhadditsin war Ruwah karya Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad Al-Ashbihany (336-430 H).
5.      Thabaqatu’l-Hufazh karya Al-Hafizh Syamsuddin Adz-Dzahaby (673-748 H).
6.      Thabaqatu’l-Hufazh karya Jalaluddin As-Suyuthy (849-911 H).[15]








[1] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT.Al Ma’arif, 1974), h. 301.
[2] A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, (Bandung: Diponegoro, 1987), h. 391.
[3] Op.cit, Fatchur Rahman, h. 301.
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 109-110.
[5] Op.cit, Fatchur Rahman, h. 304-305.
[6] Op.cit Abdul Majid Khon, h. 110.
[7] Syaikh Manna Al-Qaththan,  Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), h. 79.
[8] Op.cit, Abdul Majid Khon, h. 111-112.
[9] Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, tt), h 271-273.
[10] Op.cit, Abdul Majid Khon, h. 113
[11] http://ahmadfauzanelwahidi.blogspot.com/2011/05/thobaqot.html, diakses 29 April 2013, pukul 07.48. (terdapat foot note).
[12] http://kkgpaigarutkota.blogspot.com/2011/09/makalah-ulumul-hadis.html, diakses 29 April 2013, pukul 08.08. (terdapat foot note).
[13] Op.cit, Abdul Majid Khon, h. 113-114.
[15] Op.cit, Fatchur Rahman, h. 305-306.

No comments: