Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia,
yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan diungkap
oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan
bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta, akan tetapi menjadikannya
sebagai fasilitas dan sarana ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan dari
potensi manusia yang sudah ada saat ajali.
Alam semesta merupakan ciptaaan Allah Swt yang diperuntukkan
kepada manusia yang kemudian diamanahkan sebagai khalifah untuk menjaga dan
memeliharaan alam semesta ini, selain itu alam semesta juga merupakan mediasi
bagi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang terproses melalui
pendidikan.
Untuk memahami hidup, tentu kita harus menilik kepada
unsur-unsur yang terlibat di dalamnya yaitu siapa penciptanya, untuk apa
diciptakan, dan bagaimana seharusnya kita hidup, dan bagaimana hubungan antara
ketiganya pada sebelum dan sesudahnya. Ketika kita memperhatikan alam, manusia,
dan kehidupan, kita akan mendapatkan suatu yang sangat seimbang dan sempurna
tanpa cacat. Sesuatu yang apik seolah-olah tak henti-hentinya diatur oleh
sesuatu. Dan sesuatu itu adalah mesti bersifat maha kuasa dan maha sempurna
serta maha cerdas, dikarenakan terlihatnya ciptaan-ciptaan yang bergitu agung
yang berada pada diri kita juga di sekeliling kita tempat kita menjalani
kehidupan yang keberadaannya bergitu nyata.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
hakikat alam semesta?
2. Apa
hakikat kehidupan?
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT KEHIDUPAN
SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.
Hakikat Alam Semesta
Dilihat dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah
dan alam semesta. Allah adalah pencipta, sedangkan alam yang diciptakan.
Menurut Osman Raliby, alam adalah segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh
panca indera, kendatipun samar-samar. Mulai dari partikel/ dzarroh yaitu benda
yang sangat kecil sampai kepada benda yang berdimensi besar, dari yang
inorganik sampai pada organik, dari yang sederhana susunan tubuhnya sampai
kepada yang kompleks. Ruang dan waktu, juga manusia termasuk dari bagian alam
semesta. [1]
Dalam pandangan ilmu kalam apa yang selain Allah itulah
alam, termasuk manusia sendiri. Akan tetapi dalam pandangan kosmologi, yang
dimaksud alam adalah jagat raya yang terdiri dari bumi, langit, planet dan
lain-lain. Alam diciptakan Allah bukan bermain-main, tetapi sungguh-sungguh/
real dengan hukum-hukumnya yang pasti (sunnatullah). Alam diciptakan Tuhan
dengan hak, nyata, bukan bayangan atau maya (QS. Ad-Dukhan: 38-39, QS.
Al-Ahqaf: 3)[2]
Langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kenyataan yang sangat mengesankan dan
menakjubkan akal dan hati sanubari manusia. Manusia sejak zaman dahulu telah
mengerahkan daya akal untuk menyelidiki rahasia serta mencari hubungannya
dengan kebutuhan dan tujuan hidupnya di atas bumi ini.[3]
Ada beberapa ayat Alquran yang berbicara mengenai kejadian
alam (kosmologi). Mengenai metafisika penciptaan, Alquran hanya mengatakan
bahwa alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan oleh Allah di
dalamnya tercipta sekedar dengan firman-Nya, jadilah. Ayat-ayat Alquran yang
menjelaskan hal tersebut antara lain:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia
berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia. (QS. Al-Baqarah: 117)
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan:
"Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di
waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah
yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS.
Al-An’am: 73)
Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu
apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun
(jadilah)", Maka jadilah ia. (QS.
An-Nahl: 40)
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha
suci Dia. apabila Dia telah menetapkan sesuatu, Maka Dia hanya berkata
kepadanya: "Jadilah", Maka jadilah ia. (QS. Maryam: 35)
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka
terjadilah ia. (QS.
Yasin: 82)
Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Maka
apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah",
Maka jadilah ia. (QS.Al-Mu’min:
68) [4]
Dari
ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah yang menciptakan alam semesta ini
dan Allah pula pemiliknya. Karena kekuasaan Allah yang mutlak, maka jika Allah
hendak menciptakan langit dan bumi, Dia hanya berkata kepada keduanya: Jadilah
kalian, baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa, seperti diungkapkan pada
QS. Fussilat ayat 11:
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada
bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".[5]
Dalam hal proses penciptaan alam, Allah
menginformasikannya dalam kurun waktu enam hari yang tentunya tidak dapat
dipahami secara harfiah. Informasi tersebut terdapat pada QS. Al-A’raf ayat 54,
QS. Yunus ayat 3, QS. Hud ayat 7, QS. Al-Furqan ayat 59.[6]
Segala
sesuatu yang berada dalam alam semesta merupakan ciptaan (makhluk) Allah sebagai
refleksi dan manifestasi dari wujud Allah SWT dengan segala sifat
kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia tidak habis-habisnya mengagumi isi alam
ini dan terus mengambil pelajaran yang bermanfaat
dari padanya. Firman Allah dalam QS. Al-Mulk ayat 3-4:
“
Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
Lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah.[7]
Allah
menciptakan alam semesta dengan tatanan kerja yang teratur, rapi dan serasi.
Keteraturan, kerapian dan keserasian dalam hubungan alamiah antara
bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling melengkapi dan mendukung.[8] Sunnatullah
atau hukum Allah yang menyebabkan alam semesta selaras, serasi, seimbang
dipatuhi sepenuhnya oleh partikel atau dzarrah yang menjadi unsur alam semesta
itu. Ada 3 sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Alquran yang dapat
ditemukan oleh para ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian. Ketiga sifat itu
adalah pasti, tetap dan objektif.[9]
Demikianlah
alam semesta diciptakan Allah dengan hukum-hukum yang berlaku baginya yang
kemudian diserahkan-Nya kepada manusia yang merupakan bagian dari alam itu
sendiri untuk dikelola dan dimanfaatkan.[10]
Berpegang pada dalil-dalil Alquran, alam semesta diciptakan untuk kepentingan
manusia dan untuk dipelajari manusia, Firman Allah:
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.
Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk: 15)
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 29)
Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk
dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS.
Luqman: 20)[11]
Telah
disebutkan dalam Alquran, Allah menyuruh kita memikirkan keajaiban-keajaiban
ciptaan Allah, penciptaan bumi dan lautan, hujan dan halilintar, langit dan
bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan, mineral dan logam, serta yang lainnya.
Alquran menunjukkan kepada manusia mengenai alam semesta dengan beragam bentuk
dan jenis benda untuk diteliti, yaitu materi yang mendasari penciptaan, proses
penciptaan sendiri, proses perubahan fenomena alam, juga hubungan manusia
dengan alam.[12]
Dengan
potensi yang ada manusia berusaha untuk iqro (membaca, memahami, meneliti dan
menghayati) fenomena yang nantinya dapat menimbulkan ilmu pengetahuan. Fenomena
ini dapat berupa kauniah. Fenomena ini menurut Albert Einstein digambarkan: “
Nature for him was an open book whose letters he could read without effort. In
one person he combined the experimenter, the theorist, the mechanic and, not
less, the artist in expression” (alam semesta adalah sebuah buku terbuka
yang huruf-hurufnya dapat dibaca tanpa susah payah. Dalam satu pribadi
dikumpulkannya ahli eksperimen, ahli teori, ahli mekanik dan tidak kurang dari
itu seorang seniman dalam mengucapkannya). Fenoomena lainnya dapat berupa
quraniyah yaitu Alquran. Ia bukan hanya sekedar buku atau dokumen sejarah, yang
lebih penting lagi sebuah kenyataan hidup dan berlaku dalam kehidupan ummat
manusia. [13]
Selain
alam yang nyata dan tampak/ empiris, juga ada alam gaib, baik alam gaib nisbi
maupun gaib mutlak. Alam gaib nisbi seperti alam jin, malaikat. Sedangkan alam
gaib mutlak yaitu yang berada di akhirat kelak seperti surga dan neraka.
An-Nahlawi
melihat keistimewaan pandangan Islam tentang alam yaitu tidak melihat alam
semata-mata hanya menggunakan akal, tetapi juga melibatkan perasaan manusia,
yakni menggerakkan perasaan kekaguman kepada penciptanya, kekerdilan manusia di
hadapan-Nya dan keniscayaan untuk tunduk kepada-Nya. Implikasi pendidikan yang
ingin ditanamkan tentang alam di antaranya:
1. Menciptakan
hubungan yang erat seorang muslim dengan Tuhannya dan mengingatkan bahwa tujuan
tertinggi dari kehidupan ini adalah beribadah kepada Allah.
2. Mendidik
manusia untuk bersungguh-sungguh, karena alam ini seluruhnya ditegakkan
berdasarkan atas kebenaran (al-haq) dan diwujudkan untuk tujuan yang jelas
serta memiliki batas tertentu di sisi Allah. Alam tidak diciptakan untuk
bersenda gurau dan berlaku sia-sia (QS. Al-Anbiya: 16-17). Mengajarkan manusia
untuk meneliti tentang tujuan dari realitaas alam ini dan menjauhkan dari
berpikir tentang hal yang melalaikan, main-main dan sia-sia dan juga
mengajarkan untuk merenungi alam ini.[14]
B. Hakikat
Kehidupan
Makhluk-makhluk
ciptaan Allah pada dasarnya dapat dikategorikan kepada tiga macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Makhluk
yang diberi akal dan nafsu yang terdiri atas jin dan manusia. Kepada makhluk
ini Allah berikan taklif (beban agama). Firman Allah pada QS. Adz-Dzariyat ayat
56:
Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
2. Makhluk
yang hanya diberi akal oleh Allah dan tidak diberikan nafsu. Oleh karena itu
makhluk ini selalu taat melaksanakan apa yang Allah perintahkan. Makhluk ini
adalah para malaikat, sebagaimana yang diinformasikan QS. At-Tahrim ayat 6:
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
3. Jenis
binatang yang hanya diberi nafsu. Mereka tidak diberri akal, karena itu mereka
tidak dimintai pertanggungjawaban. Dalam hal ini termasuk juga langit, bumi,
tumbuhan. Allah pernah menawarkan taklif agama kepada langit, bumi,
gunung-gunung, namun mereka enggan menerimanya, sebagaimana pada firman Alllah
QS. Al-Ahzab ayat 72:
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh.[15]
Selain tiga kategori makhluk yang
telah disebutkan di atas, ada juga yang memberikan kelompok makhluk terbagi
atas dua kelompok, yaitu:
1. Makhluk
nyata, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, bakteri, virus, tanah, air, udara,
bulan, matahari dan lain-lain.
2. Makhluk
gaib, meliputi malaikat, jin, roh, surga, neraka dan lain-lain.[16]
Adapun
mengenai kehidupan, terkait dengan pemahaman mengenai hakikat manusia dalam
hubungannya dengan alam, yakni untuk memakmurkannya. Kehidupan lawannya
kematian, bagi kaum optimistik kehidupan adalah sesuatu yang mengandung makna,
sementara kaum pesimistik memandang hidup penuh kesengsaraan. Sesungguhnya
hidup dan mati sebagai ujian untuk membuktikan siapa di antara kita yang
terbaik amalnya. Firman Allah pada QS. Al-Kahfi ayat 7:
Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
Hidup dan kehidupan sesungguhnya
sebagai amanah sekaligus ujian agar diketahui siapa yang selalu berkualitas
amal perbuatannya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang telah diberikan oleh
Allah kepadanya dan Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai dengan
kesanggupannya. Hakikat kehidupan di dunia ini adalah periode dan tempat ujian
untuk berkompetisi atau berlomba-lomba menggapai prestasi (amal) kehidupan yang
terbaik atau menggapai kualitas hidup yang terbaik (fastabiqul khairat), QS.
Al-Baqarah ayat 148.[17]
Adapun kedudukan manusia dalam
kehidupan yaitu:
1. Sebagai
pemanfaat dan penjaga kelestarian alam, firman Allah:
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.
Al-Jumu’ah: 10)
Makan
dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di
muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS.
Al-Baqarah: 6)
2. Sebagai
peneliti alam, Allah memerintahkan kepada manusia agar menggunakan akalnya
untuk mempelajari alam semesta dan dirinya sendiri, di samping untuk
kemanfaatan hidupnya juga untuk mengagungkan nama Tuhannya yang telah
menciptakan dirinya. Firman Allah:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al-Baqarah: 164)
3. Sebagai
khalifah di muka bumi, firman Allah:
Dan Dia
lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat
siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-An’am: 165)
4. Sebagai
makhluk yang paling tinggi dan mulia, firman Allah:
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Sebagai
hamba Allah, firman Allah:
Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
6. Sebagai
makhluk yang bertanggung jawab. Manusia dituntut untuk bertanggung jawab
terhadap apa-apa yang telah dilakukan di atas dunia ini, firman Allah:
Pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka Balasan
yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar,
lagi yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. An-Nur: 24-25)
7. Sebagai
makhluk yang dapat dididik dan mendidik, firman Allah:
Dan Dia
mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (QS.
Al-Baqarah: 31)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ (١٣)
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.
Luqman: 13)[18]
8. Sebagai pemakmur dunia, firman Allah:
Dan
kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS. Hud: 61) [19]
Sifat-sifat kehidupan dunia menurut
An-Nahlawi sebagai berikut:
1. Kehidupan
dunia hanyalah kesenangan sementara, karena itu tidak boleh dijadikan sebagai
tujuan kehidupan. Menjadikan dunia
sebagai puncak kehidupan dan tujuan akhir akan melalaikan dan membuat manusia
lupa akan penciptaan dunia yang sebenarnya, yaitu tempat ujian manusia. Tempat
kehidupan sejati adalah akhirat.
2. Kehidupan
dunia penuh dengan hiasan indah (az-zinah) dan perhiasan (az-zukhruf),
syahwat serta berbagai kelezatan (al-muladzzzat) yang pada hakikatnya
menjadi bagian instrumen dunia yang menambah sempurnanya ujian dan cobaan
kepada manusia (QS. Hud: 15-16, QS. Ali Imran: 14)
3. Seorang
muslim tidak saja boleh menikmati dunia bahkan memiliki hak penuh untuk
menikmati kehidupan dunia asal sesuai dengan ketentuan syariah (QS. Al-Qashash:
77, Al-A’raf: 32)
4. Siapapun
yang berusaha di dunia maka hasil usahanya akan diperoleh secara penuh di
dunia, dan siapapun yang menundukkan dunia karena mencari ridha Allah, maka ia
akan beruntung di dunia dan akhirat.
5. Masa
kehidupan dunia ini sangat singkat tidak dapat dibandingkan dengan masa
kehidupan di akhirat bahkan tidak sebanding satu jam atau satu hari waktu di
akhirat (QS. At-Thaha: 102-104)
6. Kehidupan
dunia adalah tempat berusaha dengan segala keletihan, kepayahan dan
kesungguhannya (QS. Al-Insyiqaq: 6)
7. Allah
akan menolong orang-orang yang beriman baik pada kehidupan dunia maupun akhirat,
karena kehidupan dunia tidaklah ssemata-mata tempat menampakkan kekafiran dan
kerusakan tetapi juga tempat penampakkan keimanan dan kebaikan dengan
pertolongan Allah. (QS. Ghafir: 51)
8. Kehidupan
dunia adalah tempat permainan, kelalaian, perhiasan, saling membanggakan, dan
perlombaan untuk menjadi yang terbanyak dari segi harta dan anak-anak. (QS.
Al-Hadid: 20, QS. At-Takatsur: 1-2)[20]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pandangan ilmu
kalam apa yang selain Allah itulah alam, termasuk manusia sendiri. Akan tetapi
dalam pandangan kosmologi, yang dimaksud alam adalah jagat raya yang terdiri
dari bumi, langit, planet dan lain-lain. Alam diciptakan Allah bukan bermain-main,
tetapi sungguh-sungguh/ real dengan hukum-hukumnya yang pasti (sunnatullah).
Alam diciptakan Tuhan dengan hak, nyata, bukan bayangan atau maya (QS.
Ad-Dukhan: 38-39, QS. Al-Ahqaf: 3). Segala
sesuatu yang berada dalam alam semesta merupakan ciptaan (makhluk) Allah
sebagai refleksi dan manifestasi dari wujud Allah SWT dengan segala sifat
kesempurnaan-Nya. Allah menyuruh kita memikirkan keajaiban-keajaiban ciptaan
Allah, penciptaan bumi dan lautan, hujan dan halilintar, langit dan
bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan, mineral dan logam, serta yang lainnya agar
kita menyadari betapa kuasanya Allah.
Mengenai hakikat kehidupan, terkait
dengan pemahaman mengenai hakikat manusia dalam hubungannya dengan alam. Hidup
dan kehidupan sesungguhnya sebagai amanah sekaligus ujian agar diketahui siapa
yang selalu berkualitas amal perbuatannya sesuai dengan potensi dan kemampuan
yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dan Allah tidak membebani manusia
kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Hakikat kehidupan di dunia ini adalah
periode dan tempat ujian untuk berkompetisi atau berlomba-lomba menggapai
prestasi (amal) kehidupan yang terbaik atau menggapai kualitas hidup yang
terbaik (fastabiqul khairat), QS. Al-Baqarah ayat 148
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), 2002.
Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2011.
Buseri, Kamrani, Dasar, Asas, dan Prinsip
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), 2014.
Daradjat, Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam (Buku
Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum), (Jakarta: PT Bulan
Bintang), 1996.
Ihsan, Hamdani, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan
Islam, (Bandung: Pustaka Setia), 1998.
Karim, Abdullah, Pendidikan Agama Islam, (Banjarmasin:
Comdes Kalimantan), 2004.
Muhaimin, Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam,
(Bandung: Trigenda Karya), 1993.
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Alquran,
diterjemahkan Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka), 1980.
[1] Muhammad Daud Ali, Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), Cet. Ke- 4, h. 1
[2] Kamrani Buseri, Dasar,
Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014),
Cet. Ke-1, h. 167
[3] Zakiah Daradjat, Dasar-Dasar
Agama Islam (Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum),
(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996), Cet. Ke-10, h. 3
[4] Abdullah Karim, Pendidikan
Agama Islam, (Banjarmasin: Comdes Kalimantan, 2004), Cet. Ke-1, h. 27-28
[5] Fazlur Rahman, Tema
Pokok Alquran, diterjemahkan Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1980), h.
95
[6] Abdullah Karim, Op.Cit,
h. 29
[7] Zakiah Daradjat, Op.Cit,
h.6
[8] Muhammad Daud Ali, Op.Cit,
h. 2
[9] Ibid, h. 4
[10]Ibid, h. 9
[11] Hamdani Ihsan, Fuad
Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Cet.
Ke-1, h 50-51
[12] Muhammad Alim, Pendidikan
Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-2, h. 210-211
[13] Abdul Majid Muhaimin, Pemikiran
Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), Cet. Ke-1, h.83
[14] Kamrani Buseri, Op.Cit,
h. 168-169
[15] Abdullah Karim, Op.Cit,
h. 30-32
[16] Zakiah Daradjat, Op.Cit,
h. 10
[17] Kamrani Buseri, Op.Cit,
h. 169-170
[18] Hamdani Ihsan, Fuad
Ihsan, Op.Cit, h. 51-58
[19] Abdullah Karim, Op.Cit,
h. 31
[20] Kamrani Buseri, Op.Cit,
h. 171-173
No comments:
Post a Comment