Makalah Model Pembelajaran PPSI dan Glasser
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Desain pembelajaran merupakan prinsip-prinsip penerjemahan
dari pembelajaran dan instruksi ke dalam rencana-rencana untuk bahan-bahan dan
aktivitas-aktivitas instruksional. Desain pembelajaran dapat dianggap sebagai
suatu sistem yang berisi banyak komponen yang saling berinteraksi.
Komponen-komponen tersebut harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk
kelengkapan suatu instruksional. Ada beberapa model desain pembelajaran.
seperti model PPSI, model Glasser, model Gerlach and Ely, Model Jerold E. Kemp,Dalam
makalah ini akan membahas salah satu dari model desain pembelajaran yaitu model
PPSI (Prosedur pengembangan system intruksional) dan model Glasser
B. Rumusan
Masalah
1. Pengertian
dan langkah-langkah pokok model PPSI
2. Langkah-langkah model Glasser
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN
PPSI DAN GLASSER
A.
Model Pembelajaran
PPSI
1.
Pengertian PPSI
Prosedur Pengembangan Sistim
Intruksional (PPSI) adalah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada suatu
sistim, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir yang terdiri dari sejumlah
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai
suatu tujuan.[1]
Adapun komponen-komponen
tersebut terdiri dari tujuan, materi pelajaran, alat/ media pengajaran, metode,
evaluasi/ penilaian. Kelima komponen tersebut saling berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.[2]
Menurut Basyiruddin PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan
dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu system untuk mencapai tujuan secara
efisien dan efektif.[3]
Dari keterangan di atas, dapat di simpulkan PPSI adalah suatu langkah-langkah
pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka
untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.
2.
Latar Belakang
Munculnya PPSI
Tim dari UNESCO yang diketahui oleh Emerson pada tahun
1968 mengadakan survei tentang kondisi pendidikan di Indonesia, yang hasilnya
survei tentang rendahnya mutu dan kondisi pengajaran di sekolah-sekolah kita.
Untuk pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI berusaha
meningkatkan mutu pengajaran tersebut melalui penataran-penataran dan lokakarya
terhadap tenaga-tenaga ahli pendidikan
dan pengajaran secara intensif.
Salah satu hasil usaha untuk peningkatan mutu pendidikan
dan pengajaran tersebut lahirlah suatu pola pengembangan pengajaran yang
dinamakan Prosedur Pengembangan sistim Instruksional yang lazim disingkat
dengan PPSI. PPSI digunakan sebagai pola pengembangan pengajaran kurikulum SD, SMP, SMA, sekolah
kejuruan.[4]
Selain itu, terdapat latar belakang munculnya PPSI, yaitu:
1) Pemberlakuan kurikulum 1975, “Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI)” untuk Pengembangan Satuan Pembelajaran (RPP).
2) Berkembangnya paradigma “pendidikan sebagai suatu
sistem”, maka pembelajaran menggunakan pendekatan sistem (PPSI).
3) Pendidik/ guru masih menggunakan paradigma “ Transfer of
Knowledge” belum pada pembelajaran yang profesional.
4) Tuntutan Kurikulum 1975 yang berorientasi pada tujuan,
relevansi, efisiensi, efektivitas, dan kontinuitas.
5) Sistem Semester pada kurikulum 1975 menuntut Perencanaan
Pengajaran sampai satuan materi terkecil.[5]
3.
Langkah-Langkah
Pokok dalam PPSI
a.
Merumuskan Tujuan
Instruksional
Tujuan instruksional artinya tujuan yang hendak dicapai
dalam pengajaran. Tujuan instruksional
tersebut dapat dibedakan menjadi:
1)
Tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang telah ditetapkan/
dirumuskan GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran). Dan oleh karena itu
guru tidak perlu lagi merumuskan tujuan umum tersebut, tugas guru hanya menjabarkan
tujuan instruksional yang masih bersifat umum itu ke dalam tujuan instruksional
khusus.
2)
Tujuan instruksional
khusus, yaitu tujuan khusus yang hendak dicapai setelah diadakan proses belajar
mengajar. Tujuan instruksional khusus atau sering disingkat dengan istilah TIK
ini merupakan penjabaran dari tujuan instruksional khusus umum (TIU). Dalam
tujuan instruksional khusus merumuskan secara jelas dan spesifik tentang
tingkah laku/ kemampuan yang kita harapkan dari anak didik, setelah mengikuti
proses belajar mengajar di kelas.
Ada 4 kriteria dalam merumuskan tujuan instruksional khusus, yaitu:
a)
Harus menggunakan istilah
operasional, misalnya:
-
Siswa dapat menyebutkan …
-
Siswa dapat mengucapkan …
-
Siswa dapat
mendemonstrasikan …
-
Siswa dapat melakukan …
-
Siswa mampu menuliskan …
-
Siswa teramppil menyusun …
-
Siswa dapat menerjemahkan …
-
Siswa dapat membedakan
antar …
-
Siswa dapat memilih antara
…
b)
Harus dalam bentuk hasil
belajar:
Kalimat tepat :
Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas.
Kurang tepat : Cara-cara
membaca surah Al-Ikhlas
c)
Harus berbentuk tingkah
laku murid:
Kalimat tepat :
Murid dapat mendemonstrasikan shalat yang benar.
Kurang tepat : Membimbing murid ungtuk melakukan shalat yang benar.
d)
Hanya meliputi satu tingkah
laku:
Kalimat tepat :
Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas dengan benar.
Kurang tepat : Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas dengan baik/ benar dan
menerjemahkannya.[6]
b.
Mengembangkan alat evaluasi
Setelah tujuan instruksional
dirumuskan, langkah berikutnya adalah mengembangkan tes yang fungsinya untuk
menilai sampai di mana siswa menguasai kemampuan-kemampuan yang telah
dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus.
Untuk mengecek apakah rumusan tujuan instruksional tersebut dapat diukur
/ dinilai atau tidak, perlu dikembangkan terlebih dahulu alat evaluasinya
sebelum melangkah lebih jauh. Dengan dikembangkannya alat evaluasi tersebut,
mungkin ada beberapa tujuan yang perlu diubah atau dipertegas rumusannya
sehingga dapat diukur.[7]
Inilah
yang merupakan landasan pokok mengapa pengembangan alat evaluasi dilakukan pada
langkah-langkah permulaan dalam proses pengembangan sistim instruksional ini.[8]
Dalam pengembangan alat evaluasi perlu ditetapkan jenis tes yang akan
digunakan, apakah tes tertulis, lisan ataupun tes perbuatan.
c. Menetapkan
kegiatan belajar mengajar
Hal ini menggambarkan pokok-pokok kegiatan yang akan
dilakukan oleh guru dan murid selama proses pelajaran itu berlangsung.[9]
Kegiatan belajar siswa artinya tugas-tugas dan
kegiatan-kegiatan apa yang diperkirakan akan dilaksanakan siswa dalam rangka
mencapai tujuan yang ditetapkan. Kegiatan guru mengandung pengertian bahwa
usaha apa yang dibutuhkan guru agar siswa mempelajari bahan yang diberikan
kepadanya.
Contoh:
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1. Mengenalkan arti
populasi
2. Menjelaskan jenis populasi
|
1. Mempelajari arti
populasi
2. Berdiskusi tentang
jenis populasi[10]
|
Dalam menetapkan proses belajar mengajar perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Menetapkan dari sekian kegiatan belajar tersebut yang
tidak perlu ditempuh lagi oleh murid karena dianggap telah menguasai.
Setelah kegiatan belajar siswa
diterapkan, perlu dirumuskan pokok-pokok materi pelajaran yang akan diberikan
kepada siswa sesuai dengan jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan.
Bila dipandang perlu, setiap materi pelajaran tersebut dilengkapi dengan uraian
singkat agar memudahkan guru menyampaikan materi tersebut kepada siswa.[12]
d. Merencanakan
program kegiatan
Titik tolak dalam merencanakan program
kegiatan pembelajaran adalah suatu pelajaran yang diambil dari kurikulum yang
telah ditetapkan jumlah jam/ SKSnya dan diberikan pada kelas dalam semester
tertentu. Pada langkah ini perlu di susun strategi proses pembelajaran dengan
cara merumuskan kegiatan mengajar dan kegiatan belajar yang dirancang secara
sistematis sesuai dengan situasi kelas. Pendekatan dan metode pembelajaran yang
akan digunakan dipilih sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi yang akan
disampaikan. Termasuk dalam langkah ini adalah penyusunan proses pelaksanaan
evaluasi.[13]
Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan adalah menyusun
strategi proses belajar mengajar berupa:
1) Merumuskan
pokok materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan
jenis-jenis kegiatan belajar.
2) Metode
pengajaran yang digunakan, guru dituntut untuk mampu menentukan mana kiranya
metode yang cocok dipakai dalam menyajikan/ menyampaikan materi pelajaran.
3) Menyusun
jadwal, dengan menghitung waktu yang akan digunakan dalam menyampaikan setiap
materi, maka efektivitas dan efisiensi waktu dapat terjaga.[14]
e. Melaksanakan
Program
Setelah semua rencana dan persiapan
selesai dilakukan maka mulailah program yang kita susun tersebut kita
laksanakan dalam arti kita cobakan. Langkah-langkah yang perlu kita lakukan
dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1) Mengadakan pre test
Tes yang akan kita berikan kepada
murid-murid adalah tes yang telah kita susun dalam langkah kedua. Fungsi dari
pre- test ini adalah untuk menilai sampai dimana murid-murid telah menguasai
kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam tujuan-tujuan instruksional, sebelum
mereka mengikuti program pengajaran yang telah kita persiapkan. Hasil pre-test
ini berfaedah sebagai bahan perbandingan dengan hasil tes (post-test) setelah
mereka selesai mengikuti program pengajaran tertentu. Untuk setiap murid perlu
diberi tanda jawaban-jawaban mana yang betul dan mana yang salah, di samping
angka untuk setiap murid.[15]
2)
Menyampaikan
materi pelajaran kepada murid-murid
Dalam menyampaikan materi pelajaran
ini, pada prinsipnya harus berpegang pada rencana yang telah disusun dalam
langkah 4, yaitu merencanakan program kegiatan, baik dalam materi, metode
maupun alat yang akan digunakan. Selain itu, sebelum menyampaikan materi
pelajaran, hendaknya pengajar menjelaskan dulu kepada siswa, tujuan
instruksional khusus yang akan dicapai sehingga mereka mengetahui
kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah selesai mengikuti pelajaran.[16]
3) Mengadakan post test
Post test diberikan setelah selesai
mengikuti program pembelajaran. Tes yang diberikan identik dengan yang
diberikan pada tes awal, jadi bedanya terletak pada waktu dan fungsinya.
Tes awal berfungsi untuk menilai kemampuan awal siswa mengenai materi
pelajaran sebelum pembelajaran diberikan, sedangkan tes akhir berfungsi untuk
menilai kemampuan siswa mengenai penguasaan materi pelajaran setelah
pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh
keberhasilan program pembelajaran yang
telah dilakukan dalam rangka mencapai tujuan atau kompetensi yang telah
ditetapkan.[17]
4. Kelebihan
dan Kekurangan PPSI
a.
Kelebihan PPSI:
1) Lebih
tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.
2) Uraiannya
tampak lebih lengkap dan sistematis.
b.
Kekurangan PPSI:
Bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga,
dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pre tesd dan post test
untuk setiap unit pelajaran.[18]
B. Model
Glasser
Moel Glasser adalah model yang paling sederhana. Langkah
yang harus ditempuh dalam mengembangkan desain pembelajaran model glasser
adalah sebagai berikut:
1. Intructional
Goals (Sistem Objektif)
Pembelajaran dilakukan dengan cara langsung melihat atau menggunakan objek
sesuai dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Jadi, seorang siswa
diharapkan langsung bersentuhan dengan objek pelajaran. Dalam hal ini siswa
lebih ditekankan pada praktik.
2. Entering
Behavior (Sistem Input)
Pelajaran yang diberikan pada siswa dapat diperlihatkan
dalam bentuk tingkah laku, misalnya siswa terjun langsung ke lapangan.
3. Instructional
Procedures (Sistem Operator)
Membuat prosedur pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi
pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga pembelajaran sesuai
dengan prosedurnya.
4. Performance
Assessment (Output Monitor)
Pembelajaran diharapkan dapat mengubah penampilan atau
prilaku siswa secara tetap atau prilaku siswa yang menetap.[19]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Prosedur Pengembangan Sistim
Intruksional (PPSI) adalah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada suatu
sistim, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir yang terdiri dari sejumlah
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai
suatu tujuan. Adapun komponen-komponen tersebut terdiri dari tujuan, materi
pelajaran, alat/ media pengajaran, metode, evaluasi/ penilaian. Kelima komponen
tersebut saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan. Langkah-langkah pokok dalam PPSI merumuskan
tujuan instruksional, mengembangkan alat evaluasi, menetapkan kegiatan belajar
mengajar, merencanakan program kegiatan, melaksanakan program.
Moel Glasser adalah model yang paling sederhana. Langkah yang
harus ditempuh dalam mengembangkan desain pembelajaran model glasser adalah Intructional
Goals (Sistem Objektif), Entering Behavior (Sistem Input), Instructional Procedures (Sistem
Operator), Performance Assessment (Output Monitor).
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Abdul Ghofir, Slamet As Yusuf, Methodik
Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usana Offset Printing), 1981
Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran
Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 1997
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem. (Jakarta : Bumi Akasara), 2002
Basyiruddin Usman, Metodologi
Pembelajaran Agama Islam, (Ciputat: Ciputat Press), 2005
Rusman, Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Rajawali Pers), 2011
Mudhoffir , Teknologi Instruksional, (Bandung: Rosda Karya), 1999
Roestiyah N.K, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), 2001
Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta), 2010
Rusman, Model-model Pembelajaran :
Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers), 2011
Imam azhar. perncanaan
system desain pembelajaran.( Lamongan: Staidra), 2013
[1]Zuhairini, Abdul Ghofir,
Slamet As Yusuf, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usana
Offset Printing, 1981), h. 142
[2]Tayar Yusuf, Syaiful Anwar,
Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1997), h.127
[3]Oemar Hamalik, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta : Bumi Akasara,
2002) h. 23
[4]Basyiruddin Usman, Metodologi
Pembelajaran Agama Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 83
[5]Rusman, Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hh. 147-148
[6] Tayar Yusuf, Syaiful
Anwar, Op.Cit, h. 128-129
[7] Mudhoffir , Teknologi Instruksional, (Bandung: Rosda Karya, 1999), h. 39
[8] Roestiyah N.K, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), h. 100
[9] Zuhairini, Abdul Ghofir,
Slamet As Yusuf, Op.Cit, h. 145
[10]Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), h. 143
[11] Tayar Yusuf, Syaiful
Anwar, Op.Cit, h.
[12] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010),
[13]Rusman, Model-model
Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 150
[14] Tayar Yusuf, Syaiful
Anwar, Op.Cit, h. 130-131
[15] Roestiyah, Op.Cit, (Jakarta:Rineka Cipta, 1991), h. 117-118
[16] Mudhoffir , Op. Cit., h. 41-42
[17] Rusman, Op. Cit., h. 151
[18]
Imam azhar. perncanaan system desain
pembelajaran.( Lamongan: staidra, 2013), h. 22
[19] Rusman, Op. Cit., h. 154-155
No comments:
Post a Comment