Wednesday 21 December 2016

Model Pembelajaran PPSI dan Glasser (Makalah)


Makalah Model Pembelajaran PPSI dan Glasser

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Desain pembelajaran merupakan prinsip-prinsip penerjemahan dari pembelajaran dan instruksi ke dalam rencana-rencana untuk bahan-bahan dan aktivitas-aktivitas instruksional. Desain pembelajaran dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berisi banyak komponen yang saling berinteraksi. Komponen-komponen tersebut harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk kelengkapan suatu instruksional. Ada beberapa model desain pembelajaran. seperti model PPSI, model Glasser, model Gerlach and Ely, Model Jerold E. Kemp,Dalam makalah ini akan membahas salah satu dari model desain pembelajaran yaitu model PPSI (Prosedur pengembangan system intruksional) dan model Glasser
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian dan langkah-langkah pokok model PPSI
2.      Langkah-langkah  model Glasser


BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN PPSI DAN GLASSER


A.    Model Pembelajaran PPSI
1.      Pengertian PPSI
Prosedur Pengembangan Sistim Intruksional (PPSI) adalah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada suatu sistim, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai suatu tujuan.[1]
Adapun komponen-komponen tersebut terdiri dari tujuan, materi pelajaran, alat/ media pengajaran, metode, evaluasi/ penilaian. Kelima komponen tersebut saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.[2]
Menurut Basyiruddin PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu system untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.[3] Dari keterangan di atas, dapat di simpulkan PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.
2.      Latar Belakang Munculnya PPSI
Tim dari UNESCO yang diketahui oleh Emerson pada tahun 1968 mengadakan survei tentang kondisi pendidikan di Indonesia, yang hasilnya survei tentang rendahnya mutu dan kondisi pengajaran di sekolah-sekolah kita. Untuk pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI berusaha meningkatkan mutu pengajaran tersebut melalui penataran-penataran dan lokakarya terhadap tenaga-tenaga  ahli pendidikan dan pengajaran secara intensif.
Salah satu hasil usaha untuk peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran tersebut lahirlah suatu pola pengembangan pengajaran yang dinamakan Prosedur Pengembangan sistim Instruksional yang lazim disingkat dengan PPSI. PPSI digunakan sebagai pola pengembangan  pengajaran kurikulum SD, SMP, SMA, sekolah kejuruan.[4]
Selain itu, terdapat latar belakang munculnya PPSI, yaitu:
1)      Pemberlakuan kurikulum 1975, “Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)” untuk Pengembangan Satuan Pembelajaran (RPP).
2)      Berkembangnya paradigma “pendidikan sebagai suatu sistem”, maka pembelajaran menggunakan pendekatan sistem (PPSI).
3)      Pendidik/ guru masih menggunakan paradigma “ Transfer of Knowledge” belum pada pembelajaran yang profesional.
4)      Tuntutan Kurikulum 1975 yang berorientasi pada tujuan, relevansi, efisiensi, efektivitas, dan kontinuitas.
5)      Sistem Semester pada kurikulum 1975 menuntut Perencanaan Pengajaran sampai satuan materi terkecil.[5]
3.      Langkah-Langkah Pokok dalam PPSI
a.       Merumuskan Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional artinya tujuan yang hendak dicapai dalam pengajaran. Tujuan instruksional  tersebut dapat dibedakan menjadi:
1)      Tujuan instruksional  umum, yaitu tujuan yang telah ditetapkan/ dirumuskan GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran). Dan oleh karena itu guru tidak perlu lagi merumuskan tujuan umum tersebut, tugas guru hanya menjabarkan tujuan instruksional yang masih bersifat umum itu ke dalam tujuan instruksional khusus.
2)      Tujuan instruksional khusus, yaitu tujuan khusus yang hendak dicapai setelah diadakan proses belajar mengajar. Tujuan instruksional khusus atau sering disingkat dengan istilah TIK ini merupakan penjabaran dari tujuan instruksional khusus umum (TIU). Dalam tujuan instruksional khusus merumuskan secara jelas dan spesifik tentang tingkah laku/ kemampuan yang kita harapkan dari anak didik, setelah mengikuti proses belajar mengajar di kelas.
Ada 4 kriteria dalam merumuskan tujuan instruksional khusus, yaitu:
a)      Harus menggunakan istilah operasional, misalnya:
-          Siswa dapat menyebutkan …
-          Siswa dapat mengucapkan …
-          Siswa dapat mendemonstrasikan …
-          Siswa dapat melakukan …
-          Siswa mampu menuliskan …
-          Siswa teramppil menyusun …
-          Siswa dapat menerjemahkan …
-          Siswa dapat membedakan antar …
-          Siswa dapat memilih antara …
b)      Harus dalam bentuk hasil belajar:
Kalimat tepat  : Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas.
Kurang tepat  : Cara-cara membaca surah Al-Ikhlas
c)      Harus berbentuk tingkah laku murid:
Kalimat tepat  : Murid dapat mendemonstrasikan shalat yang benar.
Kurang tepat   : Membimbing murid ungtuk melakukan shalat yang     benar.
d)   Hanya meliputi satu tingkah laku:
Kalimat tepat   : Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas dengan benar.
Kurang tepat    : Murid dapat membaca surah Al-Ikhlas dengan baik/ benar dan menerjemahkannya.[6]
b.      Mengembangkan alat evaluasi
            Setelah tujuan instruksional dirumuskan, langkah berikutnya adalah mengembangkan tes yang fungsinya untuk menilai sampai di mana siswa menguasai kemampuan-kemampuan yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus.  Untuk mengecek apakah rumusan tujuan instruksional tersebut dapat diukur / dinilai atau tidak, perlu dikembangkan terlebih dahulu alat evaluasinya sebelum melangkah lebih jauh. Dengan dikembangkannya alat evaluasi tersebut, mungkin ada beberapa tujuan yang perlu diubah atau dipertegas rumusannya sehingga dapat diukur.[7]
            Inilah yang merupakan landasan pokok mengapa pengembangan alat evaluasi dilakukan pada langkah-langkah permulaan dalam proses pengembangan sistim instruksional ini.[8] Dalam pengembangan alat evaluasi perlu ditetapkan jenis tes yang akan digunakan, apakah tes tertulis, lisan ataupun tes perbuatan. 
c.       Menetapkan kegiatan belajar mengajar
Hal ini menggambarkan pokok-pokok kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dan murid selama proses pelajaran itu berlangsung.[9]
Kegiatan belajar siswa artinya tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan apa yang diperkirakan akan dilaksanakan siswa dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Kegiatan guru mengandung pengertian bahwa usaha apa yang dibutuhkan guru agar siswa mempelajari bahan yang diberikan kepadanya.
Contoh:
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.      Mengenalkan arti populasi
2.      Menjelaskan jenis populasi
1.      Mempelajari arti populasi
2.      Berdiskusi tentang jenis populasi[10]
Dalam menetapkan proses belajar mengajar perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1)      Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2)      Menetapkan dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu ditempuh lagi oleh murid karena dianggap telah menguasai.
3)      Menetapkan kegiatan belajar yang nantinya akan ditempuh oleh siswa.[11]
Setelah kegiatan belajar siswa diterapkan, perlu dirumuskan pokok-pokok materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan. Bila dipandang perlu, setiap materi pelajaran tersebut dilengkapi dengan uraian singkat agar memudahkan guru menyampaikan materi tersebut kepada siswa.[12]
d.      Merencanakan program kegiatan
Titik tolak dalam merencanakan program kegiatan pembelajaran adalah suatu pelajaran yang diambil dari kurikulum yang telah ditetapkan jumlah jam/ SKSnya dan diberikan pada kelas dalam semester tertentu. Pada langkah ini perlu di susun strategi proses pembelajaran dengan cara merumuskan kegiatan mengajar dan kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis sesuai dengan situasi kelas. Pendekatan dan metode pembelajaran yang akan digunakan dipilih sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi yang akan disampaikan. Termasuk dalam langkah ini adalah penyusunan proses pelaksanaan evaluasi.[13]
Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan adalah menyusun strategi proses belajar mengajar berupa:
1)      Merumuskan pokok materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan jenis-jenis kegiatan belajar.
2)      Metode pengajaran yang digunakan, guru dituntut untuk mampu menentukan mana kiranya metode yang cocok dipakai dalam menyajikan/ menyampaikan materi pelajaran.
3)      Menyusun jadwal, dengan menghitung waktu yang akan digunakan dalam menyampaikan setiap materi, maka efektivitas dan efisiensi waktu dapat terjaga.[14]
e.       Melaksanakan Program
Setelah semua rencana dan persiapan selesai dilakukan maka mulailah program yang kita susun tersebut kita laksanakan dalam arti kita cobakan. Langkah-langkah yang perlu kita lakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1)      Mengadakan pre test
Tes yang akan kita berikan kepada murid-murid adalah tes yang telah kita susun dalam langkah kedua. Fungsi dari pre- test ini adalah untuk menilai sampai dimana murid-murid telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam tujuan-tujuan instruksional, sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah kita persiapkan. Hasil pre-test ini berfaedah sebagai bahan perbandingan dengan hasil tes (post-test) setelah mereka selesai mengikuti program pengajaran tertentu. Untuk setiap murid perlu diberi tanda jawaban-jawaban mana yang betul dan mana yang salah, di samping angka untuk setiap murid.[15]
2)      Menyampaikan materi pelajaran kepada murid-murid
Dalam menyampaikan materi pelajaran ini, pada prinsipnya harus berpegang pada rencana yang telah disusun dalam langkah 4, yaitu merencanakan program kegiatan, baik dalam materi, metode maupun alat yang akan digunakan. Selain itu, sebelum menyampaikan materi pelajaran, hendaknya pengajar menjelaskan dulu kepada siswa, tujuan instruksional khusus yang akan dicapai sehingga mereka mengetahui kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah selesai mengikuti pelajaran.[16]
3)      Mengadakan post test
Post test diberikan setelah selesai mengikuti program pembelajaran. Tes yang diberikan identik dengan yang diberikan pada tes awal, jadi bedanya terletak pada waktu dan fungsinya.
Tes awal berfungsi untuk menilai kemampuan awal siswa mengenai materi pelajaran sebelum pembelajaran diberikan, sedangkan tes akhir berfungsi untuk menilai kemampuan siswa mengenai penguasaan materi pelajaran setelah pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh keberhasilan program  pembelajaran yang telah dilakukan dalam rangka mencapai tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.[17]
4.      Kelebihan dan Kekurangan PPSI
a.      Kelebihan PPSI:
1)      Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.
2)      Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.
b.      Kekurangan PPSI:
Bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga, dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pre tesd dan post test untuk setiap unit pelajaran.[18]

B.     Model Glasser
Moel Glasser adalah model yang paling sederhana. Langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan desain pembelajaran model glasser adalah sebagai berikut:
1.      Intructional Goals (Sistem Objektif)
Pembelajaran dilakukan dengan cara langsung melihat atau menggunakan objek sesuai dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Jadi, seorang siswa diharapkan langsung bersentuhan dengan objek pelajaran. Dalam hal ini siswa lebih ditekankan pada praktik.

2.      Entering Behavior (Sistem Input)
Pelajaran yang diberikan pada siswa dapat diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku, misalnya siswa terjun langsung ke lapangan.
3.      Instructional Procedures (Sistem Operator)
Membuat prosedur pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga pembelajaran sesuai dengan prosedurnya.
4.      Performance Assessment (Output Monitor)
Pembelajaran diharapkan dapat mengubah penampilan atau prilaku siswa secara tetap atau prilaku siswa yang menetap.[19]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Prosedur Pengembangan Sistim Intruksional (PPSI) adalah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada suatu sistim, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai suatu tujuan. Adapun komponen-komponen tersebut terdiri dari tujuan, materi pelajaran, alat/ media pengajaran, metode, evaluasi/ penilaian. Kelima komponen tersebut saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Langkah-langkah pokok dalam PPSI merumuskan tujuan instruksional, mengembangkan alat evaluasi, menetapkan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program kegiatan, melaksanakan program.
Moel Glasser adalah model yang paling sederhana. Langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan desain pembelajaran model glasser adalah Intructional Goals (Sistem Objektif), Entering Behavior (Sistem Input), Instructional Procedures (Sistem Operator), Performance Assessment (Output Monitor).


DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, Abdul Ghofir, Slamet As Yusuf, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usana Offset Printing), 1981

Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 1997

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta : Bumi Akasara), 2002

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Ciputat: Ciputat Press), 2005

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Rajawali Pers), 2011

Mudhoffir , Teknologi Instruksional, (Bandung: Rosda Karya), 1999

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), 2001

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta), 2010

Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers), 2011

Imam azhar. perncanaan system desain pembelajaran.( Lamongan: Staidra), 2013





[1]Zuhairini, Abdul Ghofir, Slamet As Yusuf, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usana Offset Printing, 1981), h. 142
[2]Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), h.127
[3]Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta : Bumi Akasara, 2002) h. 23
[4]Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 83
[5]Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hh. 147-148
[6] Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Op.Cit, h. 128-129
[7] Mudhoffir , Teknologi Instruksional, (Bandung: Rosda Karya, 1999), h. 39
[8] Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), h. 100
[9] Zuhairini, Abdul Ghofir, Slamet As Yusuf, Op.Cit, h. 145
[10]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), h. 143
[11] Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Op.Cit, h.
[12] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 
[13]Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 150

[14] Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Op.Cit, h. 130-131
[15] Roestiyah, Op.Cit, (Jakarta:Rineka Cipta, 1991), h. 117-118
[16] Mudhoffir , Op. Cit., h. 41-42
[17] Rusman,  Op. Cit., h. 151
[18] Imam azhar. perncanaan system desain pembelajaran.( Lamongan: staidra, 2013), h. 22
[19] Rusman,  Op. Cit., h. 154-155

No comments: