Thursday, 29 December 2016

Tugas Analisis Jurnal Pendidikan Agama Islam (PAI)



ANALISIS JURNAL

Teaching about Islam in the History Curriculum
and in Textbooks in France



MATA KULIAH
TELAAH KURIKULUM PAI




Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Salamah, M.Pd


Disusun Oleh:
Hadi Priadi
1502521524



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2016



ANALISIS JURNAL


A.  Identitas Jurnal

Judul                 :    Teaching about Islam in the History Curriculum and in Textbooks in France
Penulis               :    Mireille Estivalezes
Departement     :    Assistant Professor in the Faculty of Education at the Université de Montréal
Tahun                :    Tidak tercantum
Penerbit             :    Tidak tercantum
Abstrak             :    Masyarakat Perancis merupakan masyarakat dengan beraneka budaya dan beragam agama. Islam merupakan agama terbesar kedua karena sekolah-sekolah telah memiliki pemahaman yang lebih baik dan toleransi yang besar di antara para pelajar. Dalam konteks ini, sejarah kurikulum dan sejarah buku disajikan utuk mendefinisikan pengetahuan dan memori bersejarah. Dalam artikel ini, saya akan menganalisa memori Islam dan dunia Islam dalam buku Perancis sederhana dan mendefinisikan beberapa prasangka dan ciri yang masih mereka tunjukkan. Saya juga akan menjelaskan bagaimana gambaran Islam dan dunia Islam yang telah berevolusi lebih dari sepuluh tahun terakhir.
B.       Rangkuman Jurnal
Kedudukan Islam dalam program pendidikan, Islam sebagai sebuah agama dan peradaban yang dipresentasikan dalam 3 bagian kurikulum pendidikan tinggi Perancis. Misal, yang pertama siswa berumur 12 tahun mempelajari dunia Islam selama 4-5 jam, termasuk topik seperti nabi Muhammad, Qur’an, penyebarluasan Islam, dan peradaban Islam. Ditekankan pada karakter dan kontribusi muslim dan peradaban arab. Kedua, sampai 2010, siswa yang berusia 15 tahun telah mengikuti program sejarah yang berjudul “lembaga dunia modern”. Ketiga, pada tingkat akhir program sekolah tinggi,  siswa yang berusia 18 tahun mempelajari bab yang dikhususkan untuk dunia kontemporer berjudul A New World Order.
Referensi buku teks yang diteliti dan digunakan adalah buku teks yang diterbitkan pada tahun 1997 dan 2005. Buku teks yang diterbitkan pada tahun 1997 ditemukan kekuranngan, bahkan kesalahan. Buku teks yang diterbitkan pada tahun 2005 dibandingkan dengan sebelumnya, masalah tertentu telah menghilang, sementara yang lain bertahan dan juga beberapa modifikasi telah menyebabkan interpretasi controversial di kalangan masyarakat sejarah.
Beberapa buku teks menggunakan nama Muhammad sementara yang lain menggunakan Mahomet. Analisis seri pertama dari buku teks (1997) menunjukkan bahwa Al-Quran minim hukum, dimensi spiritual, termasuk hubungan antara Allah dan manusia, peran Muhammad sebagai utusan Allah dan tempatnya di antara para nabi diabaikan. Sebagai Akibatnya, Islam digambarkan sebagai agama yang sangat ritual. Namun, analisis buku teks yang lebih baru mengungkapkan perbaikan. Misalnya, Al-Quran manifestasi keyakinan Islam, satu Tuhan, adanya kehidupan setelah kematian, keberadaan surga dan neraka. Buku ini menggaris bawahi peran Al-Quran dalam kredo Muslim sebagai pilar dari iman dan Islam, meliputi spiritualitasnya, praktiknya, hukumnya dan moralitas. Namun, penggunaan ayat-ayat dari Al-Quran sering diringkas,  juga dihilangkn dari sejarah turunnya ayat-ayat tersebut, keadaan geografis, budaya, ekonomi dan konteks politik. Mengetahui konteks ayat-ayat ini akan menumbuhkan pemahaman yang lebih baik.
Anggapan terhadap Islam adalah bahwa Islam merupakan agama ritual, agama perang dan agama misoginis.
1.      Islam agama ritual, semua buku teks baik dari tahun 1997 dan 2005, menekankan pada rukun Islam. Pilar ini disajikan sebagai kewajiban yang memerintah kehidupan orang untuk percaya. Pengikut tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu, karena  dianggap najis.
2.      Islam agama perang, pertama, pada tahun 1997 hampir semua buku teks menerjemahkan kata Islam sebagai penyerahan, bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan menunjukkan ketaatan buta dengan kehendak Allah. Namun, beberapa  buku dari tahun 2005 menggunakan definisi yang lengkap yang mana Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah. Kedua, definisi  istilah jihad. Temuan menunjukkan bahwa lima buku yang diterbitkan pada tahun 1997 menyatakan definisi jihad hanya dalam hal perang suci. Sementara beberapa buku dari tahun 2005 masih menggunakan definisi ini, misalnya, perang suci, kewajiban untuk membela Islam dan bertempur kepada non muslim untuk mengkonversi mereka.
3.      Islam agama misoginis (membenci wanita),  mengacu pada ayat ketiga dari surah keempat berjudul "Wanita" tanpa penjelasan terjemahan tertentu, kutipan ini diterjemahkan sebagai berikut: "menikahlah seperti yang Anda inginkan, dua, tiga atau empat perempuan, di antara mereka yang menyenangkan Anda. Tapi jika Anda takut bahwa Anda akan tidak adil untuk salah satu dari mereka, menikah hanya satu wanita. Satu buku teks menambahkan, "ini adalah hukum-hukum Allah.” Hal ini dapat menyebabkan siswa untuk percaya bahwa menikahi lebih dari satu wanita adalah kewajiban.
Mengenai kontribusi umat Islam, muncul pertanyaan apakah umat Islam hanya menyerahkan warisan budaya Yunani, yang telah hilang di Barat, atau apakah mereka memhasilkan kontribusi yang signifikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya? Berdasarkan  beberapa editor, jawabannya beragam. Beberapa mempertahankan novel dan kontribusi yang kreatif untuk umat Islam dalam matematika, astronomi, kedokteran, geografi, arsitektur, dan filsafat, misalnya, pembacaan Aristoteles oleh Averroes, atau sastra dengan penciptaan perpustakaan besar.
Dalam ikonografi, buku teks menunjukkan keindahan dan keragaman arsitektur Muslim (Cordoba, Kairouan, Kairo, Damaskus, Yerusalem, Ispahan), serta fungsi dari tempat dengan cara foto-foto muslim berdoa di masjid atau foto ziarah ke Mekah.

C.      Analisis
Kedudukan Islam pada program pendidikan Perancis adalah sebagai agama dan peradaban.
Islam yang hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melaui Muhammad saw. untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh masa khulafaur rasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.[1]

            Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas.[2]
Kurikulum yang digunakan sesuai dengan penempatan posisi agama Islam sebagai agama dan peradaban dan membagi kurikulum pada tiga tingkatan. Pertama, usia 12 tahun mempelajari dunia Islam selama 4-5 jam, termasuk topik seperti nabi Muhammad, Qur’an, penyebarluasan Islam, dan peradaban Islam. Ditekankan pada karakter dan kontribusi muslim dan peradaban arab. Kedua, siswa yang berusia 15 tahun telah mengikuti program sejarah yang berjudul “lembaga dunia modern”. Ketiga, pada tingkat akhir program sekolah tinggi,  siswa yang berusia 18 tahun mempelajari bab yang dikhususkan untuk dunia kontemporer berjudul A New World Order.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan.[3]

Buku teks yang sudah diperbaharui pada tahun 2005 sudah mengalami perbaikan, namun masih terdapat kekurangan dalam penggunaaan ayat Al-Quran yang minim penjelasan. Padahal dengan menggunakan penjelasan, terlebih lagi dengan tafsir akan memudahkan siswa lebih memahami makna ayat Al-Qur’an.
Al-Kilby dalam at Tashiel menjelaskan tafsir ialah mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, atau dengan tujuannya.[4]
Karena buku teks ataupun pendapat masyarakat, Islam dianggap sebagai agama ritual, agama perang dan agama misoginis.
1.      Islam bukan hanya sekedar agama ritual, Islam merupakan agama yang memiliki dimensi vertikal (hablumminallah) dan horizontal (hablumminnas). Dan dimensi vertikal (hablumminannas) dalam ajaran Islam diberi porsi yang lebih dari pada hablumminallah, sebagaimana Harun Nasution pun melaporkan dalam bukunya Islam Rasional bahwa permasalahan tentang ibadah hanya berjumlah 140 ayat sedangkan mengenai kemasyarakatan berjumlah 228 ayat. Dan al-Qur’an dalam banyak ayat memberitahukan bahwa ibadah ritual (seperti, shalat, puasa,  haji, ,baca Qur’an, wirid, dll), yang kita harus berdampak positif terhadap kehidupan sosial, dan sekaligus Allah pun mengancam orang yang melakukan ibadah-ibadah ritual yang tak ada dampak positifnya bagi kehidupan sosial, sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, (QS. al-Ma’arij/ 70: 19-23)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang shalat 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.(QS. al-Ma’un: 4-7)[5]
Al-Qur’an yang menjadi pilar umat Islam tidak hanya memuat mengenai aspek ibadah saja, tapi menyeluruh. Adapun isi pokok kandungan Al-Qur’an adalah Akidah, Ibadah,   Akhlak, muamalah, hukum, kisah, ilmu pengetahuan dan teknologi.[6]
2.      Islam bukan agama perang
a.       Kesalahan dalam memahami arti Islam sebagai penyerahan buta menyebabkan Islam dikatakan agama perang.
Firman Allah:
Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.[7]
b.      Kesalahan dalam memaknai jihad sebagai perang suci.
Jihad secara bahasa berarti mengerahkan segala upaya dan kemampuan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan. Di tempat lain, beliau mengatakan, “hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Definisi tersebut mencakup semua jenis jihad yang dapat dilakukan seorang muslim. Mencakup usaha kerasnya dalam menaati Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk juga usahanya dalam mengajak orang lain, muslim atau kafir  untuk mentaati Allah, usahanya dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah dan sebagainya.
Sebuah upaya dikatakan sebagai jihad jika memenuhi syarat, yaitu dilakukan di jalan Allah. Oleh karena itu, segala upaya yang dilakukan tidak di jalan Allah Ta’ala, maka tidak bisa dikatakan sebagai jihad.[8]
3.      Islam bukanlah agama misoginis
Tanpa penjelasan terperinci menyebabkan kesalahan dalam memahami QS. An-Nisa ayat 3 bahwa menikahi lebih dari satu wanita adalah kewajiban. Padahal yang dimaksud adalah kalau mampu berlaku adil maka boleh mempunyai isteri lebih dari satu.
Asbabun nuzul QS. An-Nisa: 3, Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, ayat ini diturunkan berkaitan dengan perempuan yatim yang diperlihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain.
Adapun tafsirnya, jika kamu khawatir tidak akan bisa berbuat adil setelah kamu menikahi perempuan yatim, sedangkan kamu menjadi walinya, apalagi kamu (khawatir) akan menghabiskan hartanya, maka janganlah kamu beristeri dengan perempuan yatim. Tetapi kamu juga jangan menghalangi mereka menikah. Kamu tentu akan memperoleh jalan untuk beristeri dengan perempuan-perempuan lain, seorang, dua orang, tiga atau empat orang. Akan tetapi jika kamu khawatir tidak bisa berlaku adil seandainya menikahi dua orang, tiga atau sampai empat orang isteri, maka hendaklah kamu beristeri satu orang saja. Dengan tegas ayat ini mengatakan bahwa orang yang boleh beristeri dua adalah yang percaya bahwa dirinya benar-benar dapat berlaku adil.[9]
            Kontribusi yang diberikan umat Islam tidak hanya serta merta menyerahkan warisan Yunani, tetapi juga mengembangkan pikiran sehingga memunculkan sesuatu yang baru.
                  Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak dilakukan oleh orang-orang barat pada masa kegelapan, adalah dengan mempelajari dan mempertahankan peradaban yunani kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir orientalis barat Gustave Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa “(orang Arablah) yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalam imam kita selama enam abad.[10]
            Peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain :
1.      Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang filsafat, sains dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.
2.      Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.
3.      Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia barat.
4.      Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke-17 M.
5.      Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaisance.
6.      Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.
7.      Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
8.      Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.
9.      Para ilmuwan muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi dan makanan kepada Eropa.[11]
     
DAFTAR PUSTAKA


Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah), 2009.


Ash Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang Indonesia), 1992.

Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher), 2009.

Muhammad, Teungku, Hasbi ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra), 2000.

Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terjemah Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, , (Surabaya : Risalah Gusti), 2003.

Nasr, Seyyed Hossein, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti), 2003.

Razak, Nasruddin, Dienul Islam, (Bandung: Al Ma’arif), 1989.

Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’an.( Jakarta Rajawali pers), 2013.

Tayyeb, Ahmad, Grand Syaikh Al-Azhar, The World Association for Al-Aazhar Graduates, http://www.waag-azhar.org/id/Makalat1.aspx?id=312, akses akses Kamis, tanggal 29 Desember 2016



[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009), h. 8
[2] Ibid, h, 36
[3] Seyyed Hossein Nasr, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003), h. xviii
[4] Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang Indonesia, 1992), h. 152
[6] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an.( Jakarta Rajawali pers, 2013), h. 92-109.
[7] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989), h. 56-57.
[8] Ahmad Tayyeb, Grand Syaikh Al-Azhar, The World Association for Al-Aazhar Graduates, http://www.waag-azhar.org/id/Makalat1.aspx?id=312, akses akses Kamis, tanggal 29 Desember 2016
[9]Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 779-782.
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 32
[11] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terjemah Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, , (Surabaya : Risalah Gusti, 2003) h. 85.