ANALISIS JURNAL
Teaching
about Islam in the History Curriculum
and in
Textbooks in France
MATA KULIAH
TELAAH KURIKULUM PAI
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Salamah,
M.Pd
Disusun Oleh:
Hadi Priadi
1502521524
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
BANJARMASIN
2016
ANALISIS JURNAL
A. Identitas Jurnal
Judul : Teaching
about Islam in the History Curriculum and in Textbooks in France
Penulis : Mireille Estivalezes
Departement :
Assistant Professor in the Faculty
of Education at the Université de Montréal
Tahun :
Tidak tercantum
Penerbit :
Tidak tercantum
Abstrak : Masyarakat
Perancis merupakan masyarakat dengan beraneka budaya dan beragam agama. Islam merupakan
agama terbesar kedua karena sekolah-sekolah telah memiliki pemahaman yang lebih
baik dan toleransi yang besar di antara para pelajar. Dalam konteks ini,
sejarah kurikulum dan sejarah buku disajikan utuk mendefinisikan pengetahuan
dan memori bersejarah. Dalam artikel ini, saya akan menganalisa memori Islam
dan dunia Islam dalam buku Perancis sederhana dan mendefinisikan beberapa
prasangka dan ciri yang masih mereka tunjukkan. Saya juga akan menjelaskan
bagaimana gambaran Islam dan dunia Islam yang telah berevolusi lebih dari sepuluh
tahun terakhir.
B.
Rangkuman
Jurnal
Kedudukan
Islam dalam program pendidikan, Islam sebagai sebuah agama dan peradaban yang
dipresentasikan dalam 3 bagian kurikulum pendidikan tinggi Perancis. Misal,
yang pertama siswa berumur 12 tahun mempelajari dunia Islam selama 4-5 jam,
termasuk topik seperti nabi Muhammad, Qur’an, penyebarluasan Islam, dan
peradaban Islam. Ditekankan pada karakter dan kontribusi muslim dan peradaban
arab. Kedua, sampai 2010, siswa yang berusia 15 tahun telah mengikuti program
sejarah yang berjudul “lembaga dunia modern”. Ketiga, pada tingkat akhir program sekolah tinggi, siswa yang berusia 18 tahun mempelajari bab yang dikhususkan untuk dunia kontemporer berjudul A
New World Order.
Referensi buku
teks yang diteliti dan digunakan adalah buku teks yang diterbitkan pada tahun
1997 dan 2005. Buku teks yang diterbitkan pada tahun 1997 ditemukan
kekuranngan, bahkan kesalahan. Buku teks yang diterbitkan pada tahun 2005
dibandingkan dengan sebelumnya, masalah tertentu telah menghilang,
sementara yang lain bertahan dan juga beberapa modifikasi telah menyebabkan
interpretasi controversial di kalangan masyarakat sejarah.
Beberapa buku teks menggunakan nama Muhammad sementara
yang lain menggunakan Mahomet. Analisis seri pertama dari buku teks (1997) menunjukkan bahwa Al-Quran minim hukum, dimensi spiritual, termasuk hubungan antara Allah
dan manusia, peran Muhammad sebagai utusan Allah dan tempatnya di antara para
nabi diabaikan. Sebagai Akibatnya, Islam digambarkan sebagai agama yang
sangat ritual. Namun, analisis buku teks yang lebih baru mengungkapkan
perbaikan. Misalnya, Al-Quran manifestasi keyakinan Islam, satu Tuhan, adanya kehidupan
setelah kematian, keberadaan surga dan neraka. Buku ini menggaris bawahi peran Al-Quran dalam
kredo Muslim sebagai pilar dari iman dan Islam, meliputi spiritualitasnya, praktiknya, hukumnya dan moralitas. Namun, penggunaan
ayat-ayat dari Al-Quran sering diringkas,
juga dihilangkn dari sejarah turunnya ayat-ayat tersebut, keadaan geografis,
budaya, ekonomi dan konteks politik. Mengetahui konteks ayat-ayat ini akan menumbuhkan
pemahaman yang lebih baik.
Anggapan
terhadap Islam adalah bahwa Islam merupakan agama ritual, agama perang dan
agama misoginis.
1. Islam agama ritual, semua buku teks baik dari tahun 1997 dan 2005, menekankan pada rukun Islam. Pilar ini disajikan sebagai
kewajiban yang memerintah kehidupan orang untuk percaya. Pengikut tidak diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu, karena dianggap najis.
2. Islam agama perang,
pertama, pada tahun 1997 hampir semua buku teks menerjemahkan kata Islam
sebagai penyerahan, bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan menunjukkan
ketaatan buta dengan kehendak Allah. Namun, beberapa buku dari tahun 2005 menggunakan definisi yang
lengkap yang mana Islam
berarti menyerahkan diri kepada Allah. Kedua, definisi istilah jihad. Temuan menunjukkan
bahwa lima buku yang diterbitkan pada tahun 1997 menyatakan definisi jihad hanya dalam hal perang suci. Sementara beberapa buku dari tahun 2005 masih menggunakan definisi
ini, misalnya, perang suci, kewajiban untuk
membela Islam dan bertempur kepada non muslim untuk
mengkonversi mereka.
3. Islam agama misoginis
(membenci wanita), mengacu pada ayat
ketiga dari surah keempat berjudul "Wanita" tanpa penjelasan
terjemahan tertentu, kutipan ini diterjemahkan sebagai berikut: "menikahlah
seperti yang Anda inginkan, dua, tiga atau empat perempuan, di antara mereka
yang menyenangkan Anda. Tapi jika Anda takut bahwa Anda akan tidak adil untuk
salah satu dari mereka, menikah hanya satu wanita.” Satu buku teks menambahkan, "ini adalah
hukum-hukum Allah.” Hal ini dapat menyebabkan siswa untuk percaya bahwa
menikahi lebih dari satu wanita adalah kewajiban.
Mengenai kontribusi umat Islam, muncul pertanyaan
apakah umat Islam hanya menyerahkan warisan budaya Yunani, yang telah hilang di
Barat, atau apakah mereka memhasilkan kontribusi yang signifikan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya? Berdasarkan
beberapa editor, jawabannya beragam. Beberapa mempertahankan novel dan kontribusi yang kreatif untuk umat Islam dalam matematika, astronomi, kedokteran,
geografi, arsitektur, dan filsafat, misalnya, pembacaan Aristoteles oleh Averroes, atau sastra dengan penciptaan
perpustakaan besar.
Dalam ikonografi, buku teks menunjukkan keindahan
dan keragaman
arsitektur Muslim (Cordoba, Kairouan, Kairo, Damaskus, Yerusalem, Ispahan),
serta fungsi dari tempat dengan cara foto-foto muslim berdoa di masjid atau foto ziarah ke Mekah.
C.
Analisis
Kedudukan Islam pada program pendidikan Perancis
adalah sebagai agama dan peradaban.
Islam yang hadir
di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melaui Muhammad saw.
untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru
jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh masa khulafaur rasyidin
dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun
peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa
itu, yakni Bizantium dan Persia.[1]
Peradaban
Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek
seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan
yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan,
dan ilmu pengetahuan yang luas.[2]
Kurikulum yang digunakan sesuai dengan
penempatan posisi agama Islam sebagai agama dan peradaban dan membagi kurikulum
pada tiga tingkatan. Pertama, usia 12 tahun mempelajari dunia Islam selama 4-5
jam, termasuk topik seperti nabi Muhammad, Qur’an, penyebarluasan Islam, dan
peradaban Islam. Ditekankan pada karakter dan kontribusi muslim dan peradaban
arab. Kedua, siswa yang berusia 15 tahun telah mengikuti program sejarah yang berjudul
“lembaga dunia modern”. Ketiga,
pada tingkat akhir program sekolah
tinggi, siswa yang berusia 18
tahun mempelajari bab yang dikhususkan untuk dunia kontemporer
berjudul A New World Order.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk
mengingat tidak hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga
keragaman interpretasi teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam,
bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada
pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan
peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun
kesan adanya keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan
Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada,
sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan
tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa
keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan.[3]
Buku teks yang
sudah diperbaharui pada tahun 2005 sudah mengalami perbaikan, namun masih
terdapat kekurangan dalam penggunaaan ayat Al-Quran yang minim penjelasan. Padahal dengan menggunakan
penjelasan, terlebih lagi dengan tafsir akan memudahkan siswa lebih memahami
makna ayat Al-Qur’an.
Al-Kilby dalam at Tashiel menjelaskan tafsir
ialah mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, atau dengan tujuannya.[4]
Karena buku teks ataupun
pendapat masyarakat, Islam dianggap sebagai agama ritual, agama perang dan agama
misoginis.
1. Islam bukan hanya sekedar agama ritual, Islam merupakan agama yang memiliki dimensi vertikal (hablumminallah)
dan horizontal (hablumminnas). Dan dimensi vertikal (hablumminannas)
dalam ajaran Islam diberi porsi yang lebih dari pada hablumminallah,
sebagaimana Harun Nasution pun melaporkan dalam bukunya Islam Rasional bahwa
permasalahan tentang ibadah hanya berjumlah 140 ayat sedangkan mengenai
kemasyarakatan berjumlah 228 ayat. Dan al-Qur’an dalam banyak ayat
memberitahukan bahwa ibadah ritual (seperti, shalat, puasa, haji, ,baca
Qur’an, wirid, dll), yang kita harus berdampak positif terhadap kehidupan
sosial, dan sekaligus Allah pun mengancam orang yang melakukan ibadah-ibadah
ritual yang tak ada dampak positifnya bagi kehidupan sosial, sebagaimana firman
Allah:
Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, (QS.
al-Ma’arij/ 70: 19-23)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
shalat 5.
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat
riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.(QS. al-Ma’un: 4-7)[5]
Al-Qur’an yang menjadi pilar umat Islam
tidak hanya memuat mengenai aspek ibadah saja, tapi menyeluruh. Adapun isi
pokok kandungan Al-Qur’an adalah Akidah, Ibadah, Akhlak,
muamalah, hukum, kisah, ilmu pengetahuan dan teknologi.[6]
2.
Islam bukan agama perang
a. Kesalahan
dalam memahami arti Islam sebagai penyerahan buta menyebabkan Islam dikatakan
agama perang.
Firman Allah:
Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan
diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih
hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk
kata Islam. Pemeluknya disebut muslim. Orang yang memeluk Islam
berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.[7]
b. Kesalahan
dalam memaknai jihad sebagai perang suci.
Jihad secara
bahasa berarti mengerahkan segala upaya dan kemampuan, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan. Di tempat lain, beliau mengatakan, “hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Definisi tersebut mencakup semua jenis jihad yang dapat dilakukan seorang muslim. Mencakup usaha kerasnya dalam menaati Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk juga usahanya dalam mengajak orang lain, muslim atau kafir untuk mentaati Allah, usahanya dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah dan sebagainya.
Sebuah upaya dikatakan sebagai jihad jika memenuhi syarat, yaitu dilakukan di jalan Allah. Oleh karena itu, segala upaya yang dilakukan tidak di jalan Allah Ta’ala, maka tidak bisa dikatakan sebagai jihad.[8]
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan. Di tempat lain, beliau mengatakan, “hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Definisi tersebut mencakup semua jenis jihad yang dapat dilakukan seorang muslim. Mencakup usaha kerasnya dalam menaati Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk juga usahanya dalam mengajak orang lain, muslim atau kafir untuk mentaati Allah, usahanya dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah dan sebagainya.
Sebuah upaya dikatakan sebagai jihad jika memenuhi syarat, yaitu dilakukan di jalan Allah. Oleh karena itu, segala upaya yang dilakukan tidak di jalan Allah Ta’ala, maka tidak bisa dikatakan sebagai jihad.[8]
3.
Islam bukanlah agama misoginis
Tanpa penjelasan terperinci menyebabkan
kesalahan dalam memahami QS. An-Nisa ayat 3 bahwa menikahi lebih dari satu wanita adalah
kewajiban. Padahal yang dimaksud adalah kalau mampu berlaku adil maka boleh
mempunyai isteri lebih dari satu.
Asbabun nuzul QS.
An-Nisa: 3, Al-Bukhari
dan Muslim
meriwayatkan dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang
ayat ini, yang
oleh Aisyah
dijawab, ayat ini diturunkan
berkaitan dengan perempuan yatim yang
diperlihara oleh walinya,
tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu
menarik hati si wali.
Tetapi
si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada
isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan
memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain.
Adapun tafsirnya, jika kamu khawatir
tidak akan bisa berbuat adil setelah kamu menikahi
perempuan yatim, sedangkan kamu menjadi walinya,
apalagi kamu (khawatir)
akan menghabiskan hartanya, maka janganlah kamu beristeri
dengan perempuan yatim. Tetapi kamu juga jangan
menghalangi mereka menikah. Kamu tentu akan memperoleh jalan untuk beristeri
dengan perempuan-perempuan lain, seorang,
dua orang, tiga atau empat orang. Akan tetapi jika kamu khawatir tidak bisa berlaku adil seandainya menikahi dua orang,
tiga atau sampai empat orang isteri, maka hendaklah kamu beristeri satu orang
saja. Dengan tegas ayat ini
mengatakan bahwa orang
yang boleh beristeri dua adalah yang percaya bahwa dirinya benar-benar dapat berlaku adil.[9]
Kontribusi yang diberikan umat Islam
tidak hanya serta merta menyerahkan warisan Yunani, tetapi juga mengembangkan
pikiran sehingga memunculkan sesuatu yang baru.
Para tokoh Islam klasik yang
telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak dilakukan oleh orang-orang
barat pada masa kegelapan, adalah dengan mempelajari dan mempertahankan
peradaban yunani kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan
sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir
orientalis barat Gustave Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin,
mengatakan bahwa “(orang Arablah) yang menyebabkan kita mempunyai peradaban,
karena mereka adalam imam kita selama enam abad.[10]
Peradaban Islam telah memberi
kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini
diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain :
1. Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum
Muslim dalam bidang filsafat, sains dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya
kurikulum pendidikan dunia Barat.
2.
Kaum muslimin telah memberi
sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.
3.
Sistem notasi dan desimal Arab
dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia barat.
4.
Karya-karya dalam bentuk
terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang kedokteran,
digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad
ke-17 M.
5.
Para ilmuwan muslim dengan
berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan
kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaisance.
6.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah
adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.
7.
Para ilmuwan muslim berhasil
melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu
Eropa dalam kegelapan.
8.
Sarjana-sarjana Eropa belajar di
berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke
dunia Barat.
9.
Para ilmuwan muslim telah
menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi dan makanan kepada
Eropa.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah), 2009.
Ardiansyah, http://naumena.blogspot.co.id/2014/10/islambukan-agama-ritual-islam-merupakan
.html, akses Kamis, tanggal 29
Desember 2016.
Ash Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang Indonesia), 1992.
Karim, M. Abdul, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher), 2009.
Muhammad, Teungku, Hasbi ash-Shiddiqy,
Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra), 2000.
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi
Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terjemah
Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, , (Surabaya : Risalah Gusti), 2003.
Nasr, Seyyed Hossein, Islam : Agama,
Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti), 2003.
Razak, Nasruddin, Dienul
Islam, (Bandung: Al Ma’arif), 1989.
Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’an.( Jakarta Rajawali pers), 2013.
Tayyeb, Ahmad, Grand Syaikh Al-Azhar, The
World Association for Al-Aazhar Graduates, http://www.waag-azhar.org/id/Makalat1.aspx?id=312, akses akses Kamis, tanggal 29 Desember 2016
[1] M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher, 2009), h. 8
[2] Ibid, h, 36
[3] Seyyed Hossein Nasr, Islam :
Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003), h.
xviii
[4] Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Tafsir, (Jakarta:
Bulan Bintang Indonesia, 1992), h. 152
[5] Ardiansyah, http://naumena.blogspot.co.id/2014/10/islambukan-agama-ritual-islam-merupakan
.html, akses Kamis, tanggal 29 Desember 2016.
[6] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an.( Jakarta Rajawali pers, 2013), h.
92-109.
[7] Nasruddin Razak, Dienul
Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989), h. 56-57.
[8] Ahmad
Tayyeb, Grand Syaikh Al-Azhar, The World Association for Al-Aazhar Graduates,
http://www.waag-azhar.org/id/Makalat1.aspx?id=312, akses akses
Kamis, tanggal 29 Desember 2016
[9]Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqy, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h.
779-782.
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 32
[11] Mehdi Nakosteen, Kontribusi
Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terjemah
Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, , (Surabaya : Risalah Gusti, 2003) h.
85.